Mohon tunggu...
Nisa
Nisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa informatika

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menagih Hutang

28 Januari 2023   10:10 Diperbarui: 28 Januari 2023   21:48 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menagih Hutang

 

Laila mencoba memperhatikan keterangan wanita di depan itu. Wanita yang anak-anak sebut sebagai Ustadzah. Kendati demikian yang ia lakukan hanyalah menggaruk, tangan dan kakinya terlalu gatal untuk sebuah pelajaran akhlak. Gadis 13 tahun itu mencoba tetap bersimpuh agar tidak terlihat mencolok.

Sepanjang 30 menit lantunan kalimat yang menyindir serta contoh-contoh manusia dengan akhlak yang buruk merobek mata para gadis. Semua keburukan serasa cocok, dan terlalu mudah menyadari betapa sedikitnya perbuatan baik yang dapat ditimbang kelak.

Tangan Laila mulai lecet dan mengeluarkan darah, berbau amis, rasan perih dan gatal yang mengejek bak sahabat yang bekerjasama dalam sebuah misi penting. Luka lain yang berusia tiga hari belum sembuh, namum mulai berubah menjadi benjolan berisi nanah sebesar biji jagung disertai memar dan rasa sakit.

***

Hari ini tepat satu bulan sejak ibunya mengucapkan "selamat tinggal" ibu yang berwajah teduh itu melepaskan senyuman hangat dan lambaian tangan untuk putri kecilnya. Lambaian halus namun menghantam sekeras badai hingga sangat sulit bagi sang putri untuk sekedar melakukan hal yang sama. Bukannya tak mau, namun terlalu sesak.

Tidak, sesak ini tidak boleh membuat ibunya kecewa. Seperti biasa dia menjadi si gadis kuat dengan membalas senyuman ibunya. Namun, bibirnya mulai bergetar ia sadari tanganya pun begitu.

Kejadian yang amat singkat namun sarat arti dan kenangan. Saat itu ibu berwajah teduh tidak berkata banyak hanya ucapan selamat tinggal dan sebuah janji. Janji yang menghantui tidur dan malam sang gadis.

***

Kini rasa menusuk-nusuk datang sebagai teman baru bagi gatal dan perih di kakinya, wajar saja satu jam duduk dengan posisi yang sama membuat pembuluh darahnya terhambat. Bahkan ia mulai menyadai bahwa peralatan belajar bukan hanya kitab dan pena melainkan juga kesemutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun