Pada matahari yang berteduh
Pada matahari yang lelah
Bersandarlah lalu tidur
Iya ketika itu
Kau terlelap dulu menuju sadar
Malam pembaiatan
Mata terbubuh kain hitam
Kakipun harus mandiri
Tak perlu selimut ataupun alas
Penerangan pun ditiadakan
Lalu lalang sahabat sahabatiku
Bersenandung mantra mantra agamaku
Berbisik pada telinga yang tertusuk angin malam
Melayung layung ke dusun dusun setiap jiwa
Malam pembaiatan kala itu
Jiwa kader sahabatiku menggelora
Jemariku disuruh menyentuh pundaknya
Begitu pula sahabatiku yang lain
Bersatu jemari memegang tumpuhan beban
Berjalan sesuai arahan sahabatiku yang berpengalaman
Ah rasa kaki menyentuh krikil tajam tak apa
Ah rasa tusukan angin malam ribut itu tak apa
Karna apa? Karna rasa saling percaya
Malam pembaiatan kala itu
Di tanah lapang  berada
Hening terasa
Buzz, croack hanya yang bersisa
Bersatu para sahabat sahabatiku
Satu mengulur tangan lalu satu menggapai
Hingga membentuk bola kasti
Lalu suara sahabat ku menggelora
Membaca naskah baiat kader pmii baru
Membaca dengan tegas dan bercampur haru
Seraya mengajak kader pmii baru mengucap itu
Suatu gugusan abjad yang menyentuh hati
Mengajak kader pmii terus bergerak melaju
Dengan berdasar pada nahdlatul ulama
Berpaham ahlus sunnah wal jamaah
Tak akan layuh walaupun dirundung derita
Tak akan pupus walaupun pemerintah kontra dengan kita
Tangan terkepal dan maju ke muka
Salam pergerakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H