Kesenian Ebeg sebagai hiburan masyarakat dipentaskan dalam berbagai acara seperti festival, hajatan, perlombaan serta perayaan hari-hari tertentu. Tempat yang digunakan dalam pertunjukan Ebeg adalah tempat yang luas seperti lapangan atau tempat yang biasa digunakan untuk pementasan. Pemilihan tempat ini dikarenakan suatu grup kesenian Ebeg dapat mencapai 30-50 orang perkelompok.
d. Kesurupan dan Janturan
 Kesenian Ebeg dalam penampilannya menggunakan jaran kepang yang terbuat dari anyaman bambu dan penari seolah mengendarainya. Penari menggunakan kostum selayaknya penari jathilan pada Reog Ponorogo. Hal yang membedakan tarian tradisional Ebeg ini dengan tarian lain adalah pada kesenian Ebeg para penari saat menampilkan tarian seperti terhipnotis dan secara tidak sadar mereka telah kerasukan oleh roh halus yang secara sengaja diundang untuk ikut serta meramaikan pertunjukan. Aroma mistis dalam kesenian Ebeg ini sangat kental bahkan terkadang pula ada penari yang kerasukan atau kesurupan (dalam bahasa Jawa) sangat sulit untuk disadarkan.
Di sini adalah momen inti yang ditunggu-tunggu pengunjung. Tidak jarang pula pengunjung yang menonton adegan pementasan ini ikut kerasukan. Ini menjadi ciri khas Ebeg Bayumasan yang membedakannya dengan pementasan kuda lumping lainnya. Saat pemain dan penonton kerasukan pergelaran Ebeg menjadi sedikit lebih kacau dan brutal. Terkadang mereka ikutan menari di tengah penonton dan meminta dimainkan musik yang bagus dan apabila musik berhenti maka penari pun ikutan berhenti. Kemudian di akhir sesi nantinya pemain yang kerasukan tersebut akan disembuhkan menjadi manusia biasa yang hanya bisa melakukan hal-hal normal dan wajar oleh seorang seorang Penimbul.Â
e. Perkembangan Ebeg Masa Kini
Pertunjukan Ebeg yang awal mulanya hanya digunakan sebagai ritual sekarang ini telah mengalami pergeseran pesat ke dalam sebuah ajang seni pertunjukan yang bernilai ekonomis. Pembenahan dalam Ebeg mulai dilakukan seperti pada aspek penataan gerak tari dan juga kostum serta properti dan lainnya. Sekarang ini Ebegbanyak dipentaskan pada acara hajatan pernikahan maupun khitanan. Selain itu Ebegyang awal mula dilakukan didaerah Banyumas kini telah berkembang ke berbagai daerah di Jawa khususnya yang berlogat Ngapak seperti Cilacap, Kroya, Kebumen, Purbalingga, Banjarnegara dan masih banyak lagi. Kebanyakan daerah merayakan pementasan Ebeg selain saat hajatan mereka melakukan pertunjukan pada saat awal sura atau tahun baru Jawa. Pementasan Ebeg secara luas selalu dilaksanakan secara ramai dan dapat ditonton tidak hanya oleh warga daerah pementasan akan tetapi dapat ditonton oleh seluruh
SIMPULAN
Kesenian Ebeg adalah salah satu kesenian tradisional dari daerah Banyumas. Nama lain dari kesenian ini adalah kuda lumping, jathilan, jaran dhor, barongan dan lain sebagainya. kesenian ini menampilkan banyak peran seperti pemain penari, pemusik, dan kesatria. Pertunjukan ini dilakukan secara kelompok dengan ditonton oleh banyak penonton dan dilakukan di tempat terbuka seperti lapangan dan/atau halam luas yang biasanya digunakan untuk pertunjukan. Lagu yang digunakan sepanjang pementasan adalah lagu yang menggunakan logat Ngapak seperti eling-eling, ricik-ricik Banyumasan, sekar gandrung dan lain sebagainya. Iringan musiknya biasa berupa calung, gamelan dan gong.
Kesenian Ebeg berbeda dengan jathilan atau kuda lumping pada umumnya. Perbedaan yang mencolok dari kesenian Ebeg ada pada gerakannya. Pada gerakan kesenian Ebeg terlihat lebih kasar dan jogetnya menyesuaikan dengan instrument musiknya sedangkan jathilan atau jaranan gerakannya lebih halus. dalam pertunjukannya dipercaya akan kehadiran indhang atau roh leluhur yang nantinya masuk ke dalam diri pemain sehingga terciptalah unsur kesurupan atau mendem.
Melalui mistisnya kesenian ini dikenal banyak oleh masyarakat Indonesia. Tidak banyak dari mereka yang ingin menonton pertunjukan Ebeg untuk sekedar hiburan ataupun lainnya. Namun di zaman sekarang ini generasi muda yang kecenderungan melihat dan meniru apapun yang ada dalam dunia media sosial memberikan pengaruh tersendiri terhadap ancaman kehilangan budaya dan kesenian tradisional yang telah ada sejak dulu. Kita sebagai penerus bangsa harus tergerak hatinya untuk dapat terus menjaga dan melestarikan keragaman budaya serta dapat menyaring berbagai budaya asing yang dapat mengancam budaya bangsa Indonesia.
 Sebagai generasi muda tentunya kita tidak pernah rela apabila kesenian yang telah ditinggalkan nenek moyang kita sejak dulu hilang begitu saja atau bajkan diklaim oleh negara lain sebagai karya seninya. Oleh karena itu sebagai penerus bangsa kita harus dapat menyaring apapun yang ada. Kita tidak dituntut untuk mengikuti budaya luar. Kita harus dapat belajar dan mengambil pelajaran positif dari adanya globalisasi. Adanya kecanggihan komunikasi harus dimanfaatkan untuk kita memperkenalkan budaya kita ke belahan dunia. Kita harus bangga dengan apa yang kita miliki.