Sesekali terpikir dalam benak saya, siapa sebenarnya yang benar-benar memiliki andil besar dalam kerusakan yang diakibatkan oleh industri kelapa sawit. Proses manajemen industri sawit yang tidak berkelanjutan begitu merusak lingkungan. Di sisi lain pemerintah yang memberi izin sebuah perusahaan membuka industri juga tidak benar-benar serius mengawasi industri sawit untuk tetap menjaga lingkungan dalam menjalankan usahanya.
Di sisi lain nya juga ada kita masyarakat yang mungkin tidak tahu bahwa produk kebutuhan sehari-hari seperti sabun, pasta gigi, minyak goreng yang kita gunakan berasal dari proses manajemen industir kelapa sawit yang tidak berkelanjutan, atau mungkin ada yang sudah tahu. Entahlah ?
Dampaknya proses pembukaan lahan telah mengakibatkan satwa liar kehilangan rumah mereka di alam liar. Primata-primata endemik Kalimantan sperti orang utan dan bekantan mungkin sudah kehilangan rumah mereka saat ini. Sukurnya masih ada orang-orang yang peduli membantu melawan gempuran perkebunan kelapa sawit
Bukan hanya hewan-hewan, belakangan ini bencana melanda Pulau Sumatera dan Kalimantan. Kabut asap sangat pekat membuat teman-teman kita disana sulit untuk bernafas.
Seperti kita tahu kabut asap diakibatkan oleh pembakaran lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit. Mengutip dari Okezone.com, Direktur Eksekutif Sawit Jefri saragih mengatakan sampai September lalu lebih dari seribu titik api yang berasal dari areal perkebunan sawit di seluruh Indonesia, Penyebab utama maraknya kabut asap ini adalah terbakarnya lahan gambut yang berada di areal perkebunan kelapa sawit secara massif. Kebakaran lahan gambut lebih berbahaya daripada kebakaran di lahan kering atau tanah mineral,” kata Jefri.
Menurut Jefri, penyebab utama naiknya jumlah titik api tiap tahunnya adalah minimnya keseriusan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mengelola perkebunan mereka secara berkelanjutan. “Praktik-praktik pengelolaan perkebunan kelapa sawit cenderung mengambil langkah praktis dan efisien, tanpa memperhitungkan dampak lingkungan dan sosialnya menjadi hal biasa yang dilakukan perkebunan kelapa sawit di Indonesia,
Seakan sudah tidak ada harapan bagi teman-teman kita melawan kabut asap yang menyerang mereka, hujan yang didambakan seakan enggan menghampiri. Sesekali hujan menyapa, namun tetap saja kabut asap bersikukuh tak mau pergi. Doa selalu dipanjatkna agar kemarau ini segera berakhir. Ditengah keputusasaan, mereka pun terus meminta pertolongan kepada Pemerintah. Sampai saat ini Pemerintah pun terus berusaha berbuat sesuatu agar kabut asap menghilang, meskipun tetap saja kabut asap menyelimuti.
Dan sekarang, saat dampak kerusakan lingkungan akibat manajemen industri kelapa sawit yang tidak berkelanjutan sudah semakin nyata, kita sebagai pengguna produk-produk berbahan minyak sawit sudah sepatutnya bergerak untuk lingkungan yang lebih baik lagi. Karena kita adalah aspek penting dalam hal ini, yang mana industri sawit membuat minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan kita.
Maka dari itu, tanpa mendukung pada suatu kepentingan apapun, menurut saya ini sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi untuk keberlangsungan hidup bumi kita. Seperti hal kecil yang bisa kita lakukan yaitu mulai mengerti dan menggunakan produk-produk yang berbahan dasar minyak sawit yang berkelanjutan. Meskipun terkadang perusahaan yang sudah berlabel minyak sawit berkelanjutan masih saja melakukan proses-prose yang merusak lingkungan.
Tanpa pernah lelah kita mendesak perusahaan-perusahan yang sudah berlabel minyak sawit berkelanjutan untuk mematuhi komitmen dalam menjalankan industrinya. Pemerintah pun juga terus kita awasi dengan untuk tetap ketat terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang menjalankan industrinya di Indonesia. Sebagai pihak yang paling berkuasa kita harus terus mendukung pemerintah untuk tetap ketat terhadap pelaksana industri kelapa sawit untuk tetap menjaga aspek lingkungan.
Karena pada dasarnya penerapan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) bukan atas tekanan atau permintaan pihak manapun melainkan merupakan sikap dasar Bangsa Indonesia yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dimana dalam perjalanannya, peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang sudah ada dipandang belum cukup sehingga ditingkatkan menjadi Amanat UUD 1945 melalui amandemen. Pada amandemen ke-empat tahun 2002 pasal 33 ditambahkan ayat (4) yang berbunyi: