Bantahanku, Kemauan Kerasku Ketidak Pedulianku, Maaf. Kasih Sayang mu Perhatianmu Perjuangan mu Restu dan Doa mu, Terimakasih. Untuk kedua insan ciptaan Tuhan yang sampai saat masih senantiasa berdiri tangguh diberbagai situasi hidup yang kujalani. Ayah Ibu…
Nama saya Nirma Amriah. Tepat 21 tahun yang lalu saya di lahirkan ke dunia dan menjadi seorang anak yang telah di nanti- nanti kehadirannya oleh Ayah Ibu serta kedua Kakak saya. Ya, saya adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Perbedaan umur saya dari kedua kakak saya cukuplah jauh. Tetapi hal itu tidak membuat saya merasa menjadi anak yang selalu di anggap kecil. Walaupun watak saya pada kenyataannya masih terlampau manja dan masih selalu haus akan perhatiian dari orang – orang terdekat saya.
Menjadi anak bungsu, menurut kebanyakan orang merupakan hal yang sangat membahagiakan. Bagaimana tidak, ketika tidak ada lagi adik yang terlahir setelah saya dan saya menjadi anak bungsu yang lebih banyak intenitasnya untuk mendapatkan perhatian, sayang dan cinta kasih. Itulah kebahagiaan yang begitu besar yang dapat saya terima hingga saat ini.
YA..Saya merasa menjadi anak yang beruntung di antara kedua saudara saya saat itu bahkan hingga saat ini saya berusia 21 tahun..
Beralih ke sisi lain. Kerasnya kehidupan sudah di rasakan oleh kedua saudara saya sebelum saya dilahirkan. Ketika Ayah dan Ibu memilih untuk pindah dari Kota Balikpapan tempat kedua kakak saya di lahirkan menuju Kota Sangatta dengan tujuan memperbaiki kehidupan.
Lalu di Sangatta tepat ketika saya dilahirkan, hal ini menjadi nilai tambah kebahagiaan Ayah dan Ibu ketika permasalahan Financial yang dialami keluarga saya.
Enam tahun kemudian setelah saya di lahirkan, kondisi keluarga masih dalam keadaan yang sama dengan permasalahan Financial. Pada saat itu Ayah tidak memiliki kesempatan untuk dapat kembali memperpanjang Kontrak Kerja di suatu Perusahaan Tambang terkenal di Kota Sangatta. Mungkin karena kemampuan Ayah yang pada saat itu hanya lulusan SD dan Ibu hanya berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga. Sedangkan saat itu kedua kakak saya sudah memasuki Bangku Sekolah Dasar di tambahh dengan saya yang ingin di daftarkan pendidikan jenjang TK. Karena Ibu tidak ingin saya tidak merasakan Pendidikan Taman Kanak – Kanak seperti kedua kakak saya.
Tidak hanya itu, Enam tahun saya tidak pernah merasakan terangnya Cahaya Lampu ketika malam hari dan mendengar suara Televisi ketika siang hari. karena Ayah belum sanggup untuk melakukan pembayaran listrik setiap bulannya kepada PLN. Namun demi membahagiakan saya dan kedua kakak saya, Ibu sering mengajak kami ketika malam hari menonton televise di Rumah Tetangga. Saat jam 10 malam Ibu seperti biasa membangunkan kami dan menggendong saya ketika saya terlelap di Rumah Tetangga saat menonton Televisi.
Beberapa tahun kemudian akhirnya Ayah mencoba memasang Listrik di rumah kami. Karena pada saat itu Ayah sudah memiliki cukup uang. Di saat Ayah sudah mampu bekerja dan berpenghasilan, Kakak kedua saya yang bernama Nirwana di ajak oleh bibi saya untuk bersekolah di SMP Aliyah di Kampung Halaman Nenek saya di Barru, Sulawesi Selatan. Kemudian kakak pertama saya yang bernama Ichwan juga melanjutkan sekolahnya pada jenjang SMK di Kota Bontang dan tinggal ditempat bibi saya yang ke-empat.
3 tahun adalah waktu yang tidak singkat bagi saya untuk menunggu kepulangan kedua kakak saya. Di sisi lain ada hal yang sangat membuat saya bahagia yaitu saya berpikir bahwa saya akan menguasai perhatian dari Ayah dan Ibu. Walaupun saya merasa senang dan merdeka ketika saya menjadi anak tunggal untuk dirumah beberapa tahun bebelakang itu, tak di pungkiri  saya juga bisa merasakan betapa Ibu  rindu sekali akan kehadiran mereka kembali dirumah ini
Lagi-lagi, kerasnya kehidupan terus bergulir di keluarga saya. Saat kakak pertama saya telah lulus dari jenjang SMA ia sangat berambisi sekali untuk melanjutkan pendidikannya di bangku perkuliahan. Namun watak keras yang dimiliki Ayah saya membuat hati kakak saya itu sedih ketika Ayah tidak merestuinya untuk melanjutkan pendidikannya. Namun karena dengan tekad besar yang dimiliki kakak saya pada saat itu untuk terus belajar serta dorongan semangat dan doa dari Ibu akhirnya membuat kakak saya bisa berkuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan di Kota Sangatta walaupun tanpa sepengetahuan Ayah. Dan Alhamdulillah, biaya kuliah kakak bisa dikatakan cukup murah sehingga tidak begitu membebani perekonomian keluarga kami.