Mohon tunggu...
Retno Wahyuningtyas
Retno Wahyuningtyas Mohon Tunggu... Human Resources - Phenomenologist

Sedang melakoni hidup di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Mendulang Berkah dari Bisnis Sampah] Perjalanan Mengenal Pengepul Sampah di Ledokombo

29 Januari 2019   22:07 Diperbarui: 29 Januari 2019   22:13 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut artikel yang pernah baca, Pak Bambang menjalankan gagasan ini awalnya bermodalkan konsep 3R---Reuse, Reduce, dan Recycle, kemudian ia sungguh-sungguh menekuni dan mengaplikasikannya ke masyarakat Dusun Badegan. Beberapa tahun kemudian, masyarakat mendulang sukses bersama dari hasil penjualan sampah sebanyak tiga miliar rupiah lebih, sungguh angka yang fantastis dari hasil kepekaan dalam membaca peluang. Awalnya sampah menumpuk akibat kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan. Setiap hari semua orang mengeluarkan sampah setidaknya lebih dari 10 item. Namun, tren bank sampah kini menjadi gaya hidup yang baik.

 Dari sekedar dapat menyelesaikan persoalan menuntaskan masalah sampah anorganik yang membutuhkan waktu ribuan tahun dalam proses penguraiannya, namun kini sampah menjadi media yang dapat mendatangkan berkah secara kolektif. Setidaknya dari proses menabung sampah, ibu-ibu dapat belajar bersosialisasi dalam kelompok, mengorganisir kelompok, melakukan banyak kegiatan produktif, memiliki kesadaran untuk menabung dalam jangka yang panjang, dan dapat berdaya bekat sampah. 

Hingga saat ini program bank sampah diaplikasikan ke banyak wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia, membentuk pola bola salju  dalam menuntaskan persoalan sampah. Inisiasi pergerakan ini pastilah memberikan banyak dampak positif bagi lingkungan, salut untuk Pak Bambang.

Informasi yang didapat dari Pengepul Yanti 

Ketika bertemu dengan Bu Yanti, sesi pembuka obrolan saya serahkan sepenuhnya kepada Ibu Ju. Awalnya dia nampak gemetar dan terbata-bata, namun saya sudah berjanji jika diskusi menjadi aneh maka saya akan bantu meluruskan. Namun di luar dugaan, Ibu Ju berhasil menyelesaikan tantangan dari saya. Meskipun sebelum sampai di kediaman Ibu Yanti, kita sempat nyasar ke gudang cabang dua miliki pengepul Yanti.

Gudang pengepul Yanti sangat besar, seperti bekas pabrik skala menengah yang memang cocok untuk menampung segala jenis sampah. Karena luasnya lokasi gudang, maka sampah yang diterima pun lebih beragam dan gunungan sampah lebih banyak dan lebih tinggi. Tidak ada aroma bau, biasa saja namun pemandangan akibat sampah menggunung menjadi hal yang tidak sedap dipandang mata.

Namun bagi 100 orang pekerja dan anak-anak karyawan, dan keluarga Bu Yanti, merupakan hal yang biasa dan ladang berkah untuk mengumpulkan pundi-pundi rezeki. Sebelum masuk ke gudang penampungan, kembali saya dan Bu Ju berbisik-bisik 'gudangnya aja segede ini, rumahnya dan omsetnya segede apa ya Dhik Retno?'. Kali ini saya penasaran sekaligus sepakat dengan pertanyaan Ibu Ju, kira-kira omsetnya berapa banyak ya.

Bu Yanti adalah sosok orang yang ramah dan mengayomi, hal tersebut nampak dari sikapnya yang luwes saat menerima kita mengunjungi lokasi gudangnya. Bahkan ketika saya mulai tertarik untuk bercerita banyak hal, ia berkenan untuk menjawabnya. Bu Yanti dan suami memulai kiprah sampah sejak tahun 2006 namun didahului dengan usaha berdagang di daerah Ajung. Bu Yanti berasal dari Cirebon sementara suaminya berasal dari Jombang. Selama tiga tahun, suaminya belajar menjadi pengepul sampah. 

Mengenali seluk-beluk sampah hingga distributor tempat sampah akan dijual ke skala lebih besar. Setelah itu ada tawaran untuk mengelola gudang pengepul yang sedang bangkrut, karena saat itu ia dan suami tidak memiliki modal maka mereka memutuskan untuk bernegosiasi kepada pemilik usaha pengepul sampah. Ia menawarkan diri untuk mengelola gudang pengepul yang bangkrut, saat itu gudang pengepul hendak dijual beserta lahan dan aset sampah yang menggunung. Sebagai gantinya apabila Bu Yanti dan suami berhasil memperoleh laba, maka laba akan dibayarkan untuk membayar gudang pengepul yang akan dibeli. Usaha berhasil, gudang pengepul terbeli. Namun karena ada banyak faktor yang terjadi lalu usaha tidak bertahan lama. 

Hingga saat ini, pasangan ini tetap ingin menekuni usaha sampah hingga akhirnya mereka yang terbiasa hidup merantau ini akhirnya ditawari lahan bekas pabrik rokok lokal yang telah gulung tikar. Berbekal tekad dan modal yang disokong dari meminjam dana di bank konvensional. Ibu Yanti dan Suami membuka gudang pengepul yang hingga saat ini telah mencapai skala besar dengan omset hampir 500 juta per-bulan, dengan jumlah karyawan mencapai 100 orang dan memiliki dua titik gudang yang berada di daerah Lembengan.

Awalnya saya dan Bu Ju menduga bahwa dengan omset yang tinggi dan usaha sampah yang sudah besar ini berarti Bu Yanti dan keluarga memiliki aset yang luar biasa banyak, misalnya rumah yang besar, harta berlimpah, dan lain-lain. Saya memberanikan diri untuk bertanya "Bu, kalau saya boleh tahu rumah ibu dimana ya? Sebab saya hanya melihat mess-mess sederhana ini. Apakah ini mess untuk keluarga yang bekerja di gudang ini?". Bu Yanti tersenyum lalu menjelaskan bahwa sejak awal ia dan keluarga hanya tinggal disini bersama beberapa keluarga pekerja yang memang tidak memiliki rumah atau bisa dikatakan hidup bersama-sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun