Kemarin sore, saya terlibat dalam perbincangan dengan seorang teman perempuan baru, sedikit banyaknya kami membahasa bagaimana proses produksi pengetahuan tentang seksualitas di sekolah umum maupun di pesantren.
Percakapan menjadi sahut-menyahut karena mendasar kepada pengalaman mendengarkan narasi dan cerita yang didapatkan selama beberapa tahun belakangan. Baik pengalaman saya ketika berada di Jember ataupun di Bengkulu, sementara Ia memiliki pengalaman di lingkaran anak-anak di Purworejo.
Saya memulai cerita tentang bagaimana anak-anak usia sekolah dasar di Bengkulu, mulai mengenal video porno melalui warnet, diperparah dengan anjuran oleh Abang-Abang penjaga warnet yang secara sukarela memberitahu bagaimana anak-anak dapat dengan mudah membuka akses blokir dan bisa secara leluasa menelusuri video porno.
Agar tidak ketahuan, anak-anak ini menggunakan istilah-istilah tertentu--- yang hanya dapat dipahami oleh "kelompok" mereka sehingga cara ini tidak dapat diketahui oleh pihak lain. Bonus lainnya, dalam paket warnet yang disediakan dalam paket waktu disertai bonus snack tertentu ini, anak-anak akan diputarkan musik-musik "anti-mainstream" yang tidak cocok didengarkan oleh anak-anak usia di bawah umur. Misalnya lagu-lagu karya Young Lex, hehe ibu-ibu dan guru-guru di sekolah belum tentu paham :D
Selanjutnya, kenyataan yang tidak kalah pahit adalah anak-anak---yang rata-rata berjenis kelamin laki-laki--- mengetahui bagaimana membuat minuman oplosan yang terdiri dari campuran obat batuk dan minuman receh harga dua ribu perak yang banyak beredaran di warnet ataupun di sekitar sekolah.
Dalam bentuk tindakan, kepada saya ada sekelompok anak yang katakanlah---sangat aktif dan menjadi ketua genk di kelasnya menceritakan bahwa setelah nonton film porno mereka merasa penasaran untuk melihat sesuatu dibalik pakaian anak-anak perempuan ataupun perempuan dewasa. Bila tidak tersampaikan, mereka hanya sekedar melamun, lalu tertawa geli bersama-sama.
Yang kerap menjadi bulan-bulanan justeru anak perempuan di sekolah, yang kadang menjadi korban colek-colek, bullying, dan bahkan disentuh pada bagian tubuh yang privat. Dua orang anak perempuan berani untuk mengadukan ini dan merasa keberatan terhadap anak laki-laki. Memberitahunya kepada guru BK atau guru kelas, hanya akan menambah perdebatan panjang dan diolok-olok dalam waktu tertentu oleh genk anak laki-laki.
Ujung-ujungnya, pihak guru hanya memberikan ceramah singkat dalam sudut pandang agama mengenai dosa. Tanpa memberikan bekal pendidikan seksualitas dan ketubuhan kepada anak didik di sekolah. Di rumah dan di masyarakat, pendidikan seksualitas hanyalah hal yang purba dan sangat tabu untuk didiskusikan di ruang publik, bila beruntung anak-anak membekali diri dan mendapatkan pengetahuan dari orang dewasa yang memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi-- yang cukup.
Tindakan tersebut tentu dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak kekerasan seksual yang terjadi dan dilakukan oleh anak, sementara korbannya juga berusia anak. Keduanya merupakan korban, dari ketidaksiapan subyek ataupun lembaga untuk menyediakan pendidikan seksualitas yang berperspektif anak sehingga harapannya mampu membekali anak untuk tidak hanya mengenali pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas tetapi juga memahami dampak tindakan bagi diri sendiri maupun korbannya.
Dampak kekerasan seksual bermacam-macam, dapat menimbulkan luka fisik, trauma psikis jangka panjang dan sebagainya. Komnas perempuan mencatat bahwa kasus kekerasan banyak terjadi dilakukan oleh orang terdekat, salah satunya adalah anak ataupun keluarga---maupun orang yang dikenal. Hal ini disebabkan karena akses pelampiasan lebih dekat dan dapat menundukkan relasi kuasa karena relasi yang dekat.
Dalam konteks ini, anak laki-laki yang telah mengenal video porno tentu akan "bertindak" kepada anak perempuan di sekitarnya. Secara psikis, ketidakmatangan untuk mengontrol diri dan menyembunyikan---justru dapat membuat anak laki-laki ketagihan untuk terus-menerus menonton video porno. Â
Alih-alih bermaksud menyampaikan fakta ini ke salah satu guru, justeru saya disangka fitnah dan menganggap bahwa mereka (para guru) dan pihak sekolah telah berupaya penuh melakukan hal yang terbaik untuk anak didik. Padahal niatan saya itu murni bermaksud untuk memberikan kenyataan baru bahwa anak-anak sudah sedemikian bertransformasinya sehingga perlu ada upaya untuk pencegahan---maupun penanggulangan.
Dalam pandangan teman saya, hal ini juga lumrah terjadi di pesantren. Meski tidak terjadi di lingkungan publik seperti di sekolah misalnya, kerentanan untuk menjadi korban kekerasan seksual terjadi saat tidur. Biasanya terjadi antara senior kepada junior, dan menimbulkan trauma. Terlebih di kalangan pesantren, pandangan yang dominan adalah pandangan agama sehingga sulit bagi guru-guru untuk menguraikan bahwa bila ada pengaduan ataupun deteksi terhadap kasus kekerasan seksual penting untuk mengurainya dalam kerangan berpikir pedagogi seksualitas.
Bagi orang tua, yang kerap kali merasa aman dan meyakini bahwa anak-anak mereka terhindar dari tontonan yang belum waktunya---video porno, perlu mewaspadai bahwa hal tersebut hanya terjadi dan dapat dikontrol ketika mereka berada dari lingkungan yang terjangkau oleh keluarga, namun ketika telah berada di luar lingkungan keluarga. Maka mereka sepenuhnya adalah "milik" lingkungan. Maksudnya dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya seperti teman, lingkungan sekolah, tempat les, tempat mengaji, tempat main, dan sebagainya.
Maka yang perlu dilakukan sebagai orang tua yang dominan generasi X maka perlu untuk menyesuaikan diri untuk belajar dan mengajarkan edukasi kepada anak-anak maupun cucu.
Mungkin generasi X boleh saja kala dalam hal kemampuan menggunakan android dan teknologi, upaya meretasnya adalah dengan membekali anak-anak dengan nalar untuk mengenal dan memahami dampak---terhadap sesuatu hal. Sehingga anak-anak memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga diri sendiri maupun orang lain.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H