Mohon tunggu...
Retno Wahyuningtyas
Retno Wahyuningtyas Mohon Tunggu... Human Resources - Phenomenologist

Sedang melakoni hidup di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama FEATURED

Mitos Puber Kedua Laki-laki dalam Fenomena "Sugar Daddy"

3 September 2018   11:07 Diperbarui: 20 Desember 2020   11:16 5911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Relasi ini secara psikologis ditujukan hanya untuk tujuan bersenang-senang seperti chatting, rekreasi, berbelanja, hingga sugar daddy rela untuk membayar biaya sekolah ataupun kuliah si sugar baby, klimaksnya relasi ini dapat pula mengarah kepada hubungan prostitusi ataupun perbuatan zina di luar pernikahan.

Dampak teknologi dan keberadaan media sosial turut memperparah realitas ini karena memberikan kemudahan akses komunikasi antara sugar daddy dan sugar baby.

Dalam relasi pernikahan, keberadaan sugar daddy menjadi suatu hal yang mengarah kepada relasi yang bersifat toxic relationship (mudarat).

Untuk memperkuat hubungan antara suami dan istri di dalam suatu pernikahan, perlu ada sikap saling menjaga yang diupayakan oleh kedua pihak.

Komunikasi menjadi kunci utama dalam pernikahan untuk mengurai berbagai persoalan yang terjadi dalam rumah tangga, sehingga dapat menjauhi sikap nusyuz, yakni bentuk pelanggaran, pengkhianatan, ataupun dusta terhadap komitmen di dalam pernikahan terhadap apa yang telah disepakati bersama.

Dalam konteks sugar daddy, nusyuz yang selama ini direproduksi hanya stigma negatif yang diberikan kepada perempuan ataupun kepada istri.

Padahal senyatanya, laki-laki ataupun suami juga berpotensi menjadi perusak hubungan rumah tangga bila tidak mampu menjaga diri dari sikap nusyuz suami terhadap istri.

Pada fase usia 40-55 tahun fase usia matang seperti ini merupakan masa di mana manusia meliputi laki-laki dan perempuan menghadapi fase pubertas kedua.

Artinya, laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk menjadi sugar daddy maupun sugar mommy.

Namun, realitas banyak menunjukkan bahwa sugar daddy lebih dominan dilakukan karena lebih banyak peluang dan sikap mewajarkan tindakan laki-laki paruh baya yang sedang menghadapi masa puber kedua.

Secara sosial, perempuan mengekspresikan puber kedua secara personal atau menunjukkan kepada suami, anak, keluarga, ataupun teman-teman terdekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun