Apakah para pembaca mengenal istilah sugar daddy? Bila belum, Anda tidak perlu khawatir sebab istilah ini merupakan fenomena yang terjadi sehari-hari di sekitar kita.
Pada tahun 1990, penyanyi perempuan Indonesia Anggun C. Sasmi berhasil menangkap fenomena sugar daddy menjadi lagu hits yang sangat populer.
Pada era itu istilah sugar daddy dikenal dengan sebutan tua-tua keladi yakni tipe laki-laki berusia separuh baya hingga matang yang gemar mendekati gadis berusia remaja.
Selanjutnya setelah tahun 1990-an, fenomena tua-tua keladi menjadi tren dan dianggap wajar bila dilakukan oleh laki-laki paruh baya. "Ah, namanya juga laki-laki".
Banyak perempuan, khususnya ibu-ibu yang menjadi remaja pada era itu justru menganggap lagu ini sebagai fenomena yang menggelitik, hanya ditertawakan tanpa ada upaya untuk melawan hal ini.
Hingga saat ini, lagu tua-tua keladi menjadi familiar dinyanyikan oleh penggemar dari lintas generasi. Menjadi salah satu lagu yang relevan untuk menggambarkan dan melanggengkan mitos puber kedua yang dihadapi laki-laki.
Dalam konteks masa kini, banyak kajian dan penelitian yang membahas tentang kontroversi sugar daddy, realitas ini didefinisikan sebagai suatu ketimpangan relasi dan memicu kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam lingkup hubungan pernikahan.
Pada awal tahun 2018, istilah sugar daddy menjadi topik yang viral pada media sosial Twitter dan merangkum hal-hal yang menggambarkan sosok sugar daddy.
Sugar daddy merupakan sosok pria berusia paruh baya yang dianggap matang secara kepribadian, finansial, dan seksualitas.
Kematangan ini menjadi suatu kekuatan (power) bagi laki-laki untuk melakukan berbagai hal yang dikehendaki termasuk juga melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap pasangannya.
Hal yang populer dalam fenomena sugar daddy adalah pria paruh baya menjalin hubungan dengan sugar baby yakni perempuan berusia remaja atau jauh di bawah usia si pria.