Menjadi anak kost yang sedang menjalankan misi belajar atau mencari rezeki di tanah rantau, mengharuskannya untuk melewati berbagai kondisi yang terjadi di rantau. Bagi anak kost yang beragama Islam, salah satu momen yang cukup emosional cenderung ironis adalah saat harus melewati bulan ramdahan di tanah rantau.Â
Dinamika kehidupan anak kost di rantau saat bulan ramadhan tentu tidak semenarik ketika menjalankan ibadah puasa bersama keluarga yang dicintai, ada pengalaman sosiologis dan psikologis yang akan membuat anak kost sumringah ketika mendapatkan kesempatan pulang.Â
Terkadang beberapa teman mengeluhkan betapa ironinya santapan saur dan berbuka puasa selama bulan ramadhan. Anak kost dari kalangan kelas menengah, tentu memiliki kesempatan yang lebih baik dibandingkan anak kost dengan kemampuan ekonomi pas-pasan (hiks, jadi curhat). Berdasarkan pengalaman pribadi penulis dan beberapa teman yang berasal dari Medan, Makassar, dan Palembang, sebelum bulan ramadhan tidak seperti ketika menjadi anak rumahan yang akan riweuh membantu mempersiapkan diri dan sajian makanan.Â
Anak kost di rantau lebih dituntut mempersiapkan mental agar terhindar dari bahaya laten baper akut. Mulai dari baper dengan sajian makanan, kumpul keluarga, momen tarawih saling bersua dengan tetangga, momen nyekar ke makam keluarga yang sudah meninggal, atau pengalaman emosional lainnya.
Beruntungnya, saat tarawih di malam pertama ramadhan, di sela-sela setelah shalat isya dan shalat tarawih biasanya petugas akan mengumumkan beberapa informasi salah satunya tentang "Setiap harinya masjid X menyediakan sajian buka puasa bersama sebanyak 1500-2000 porsi". Sebagai salah satu anak kost yang bijak maka saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan langka ini untuk segera menyikut teman merantau saya yang baik hati.Â
Bukan apa-apa, momen buka bersama dengan seseorang (tidak melulu kekasih, tetapi juga teman, atau suasana bersama) menjadi sesuatu yang khas dan sayang untuk dilewatkan setiap hari. Seperti yang seringkali disampaikan para ulama, bulan Ramadhan adalah bulan berlimpah berkah, Allah tidak berpilih kasih melimpahkan berkah-Nya khususnya untuk anak kost yang baik dan tidak sombong :')
Sebagai mahasiswa di salah satu kampus di Yogyakarta, pilihan saya jatuh kepada masjid kampus yang juga menjadi sasaran masyarakat luas. Menariknya tidak jauh dari kampus terdapat pasar bedug ramadhan, there, you can buy anything foods what you want to eat, kecuali masakan ibu ataupun masakan si mbah.Â
Saya sering menyebutnya sebagai ruang pereda rindu, maka yang harus dilakukan adalah membulatkan tekad dan semangat untuk menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.Â
Setiap hari, beberapa teman yang ebih ekspert dalam pengalaman menjadi para pemburu takjil memberikan daftar masjid yang memberikan sajikan makanan yang menurut ukuran perut anak kost : sungguh berlimpah. Kendalanya, jarak dan transportasi jauh dari kos haha maka upaya realistis yang dilakukan adalah menjangkau lokasi terdekat, yups masjid kampus.Â
Pengalaman menjadi pemburu takjil bukan sebuah pengalaman yang serta-merta, dimana si PPT mesti bersiap satu jam sebelum pembagian kupon yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.Â
Antriannya cukup panjang, sebab porsi yang disediakan panitia masjid juga berlimpah. Puasa kan terasa lebih afdhol karena PPT harus bersedia dan bersabar antrian yang mengular, uniknya PPT lebih tertib saat proses pembagian takjil sehingga tidak terlalu merepotkan panitia. Di salah satu peserta antrian itu biasanya ada saya dan beberapa orang teman yang sudah janjian dari kos.Â