Mohon tunggu...
Genwin Satria Nirbaya
Genwin Satria Nirbaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya merupakan warga sipil biasa yang kebetulan kuliah di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

warga sipil yang suka ngopi dan berdiskusi untuk mengisi waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Telaah Ulang Ketegangan Antar Kelompok Agama pada Masa Orde Lama Sampai Awal Orde Baru

10 April 2023   23:43 Diperbarui: 10 April 2023   23:46 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Misalnya di dalam perumusan dasar negara yang akan dibentuk, kalangan reformis Islam mengusulkan syariah Islam yang saat itu berbeda(yang sangat kental unsur neo revivalis) dan primordialisme ini, yang terpisah dari Pancasilais kalangan nasionalis kala itu ( Anshari, S.1997). Perdebatan tersebut kemudian diakhiri dengan kesepakatan informal Presiden yang kemudian disebut sebagai Piagam Jakarta. 

Namun setelah itu, perubahan terjadi karena keberatan dari kalangan nasionalis dan Kristen, tujuh kata dalam Pembukaan UUD 1945 dihapus. Menurut artikel ini, saat itulah benih-benih kecemasan di kalangan Islam dan Kristen mulai bermunculan. Setelah Pemilihan Umum 1955, gagasan tentang dasar negara muncul kembali, karena tidak adanya kompromi pada gagasan negara, maka Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden lima Juli 1959 untuk kembali ke Konstitusi 1945.

Pada tahun Sembilan Belas Lima Puluhan telah terjadi kebangkitan kembali penganut paham islam jawa, penganut kepercayaan ini di jadikan mobilisasi massa Partai Komunis Indonesia(PKI) pada saat itu. Pada tahun 1965 PKI berubah menjadi penentang prinsip bagi setiap muslim dan politik Islam pada waktu itu. Ketika PKI melakukan revolusi terhadap rezim yang berkuasa pada tahun 1965, banyak muslim yang membantu TNI dalam menghancurkan para pengikut PKI(Hefner 2001:98-99). 

Karena sakit hati, banyak penggikut PKI berpindah status keagamaan mereka menjadi Kristen. Karena, pihak rezim saat itu menekan masyarakat untuk memasukan identitas keagamaan mereka terhadap agama yang  telah di akui oleh Negara saat itu. Tentu saja hal ini bertentangan dengan kebebasan beragama masyarakat dalam artian cita-cita menjamin ruang bebas bagi semua agama bukanlah berangkat dari sudut pandang netral, melainkan sebuah bentuk konstruksi, dengan banyak konsekuensi kepentingan(Taira, 2017: 294).

Konversi ke Agama Kristen dikalangan orang abangan ini juga telah menggeser kelompok yang dianggap musuh atau ancaman bagi Islam, jika sebelumnya yang dianggap musuh utama adalah abangan maka mulai pertengahan tahun 1960-an bergeser ke Kristen. Kekristenan dianggap musuh sekaligus ancaman bagi kelompok Islam sehingga sejak awal Orde Baru sudah terjadi perang dingin di antara kedua kelompok agama tersebut dan diakhiri dengan konflik terbuka menjelang akhir rezim Orde Baru. 

Dalam hal ini, ada juga variasi pendapat di antara Muslim dan Kristen, terutama mengenai penempatan abangan. Menurut masyarakat Islam, para abangan telah resmi menjadi Islam, mereka hanya perlu dibersihkan dari faktor-faktor syirik atau bid'ah. Di sisi alternatif, sejalan dengan masyarakat Kristen, abangan tetap dipertimbangkan untuk tidak memiliki agama apa pun, sehingga mereka memiliki hak untuk diberikan agama Kristen(Feillard 1999:143).

Menurut saya, kelebihan dari artikel yang di terangkan oleh Sukamto ini adalah analitis dari prespektik sejarah dan politis yang sangat kuat. Hal ini sangat terlihat jelas di dalam pemaparannya yang di mulai dari konflik struktruktural aristokrat dalam menentukan dasar Negara, hingga masalah kebijakan pemerintah terkait kontrol kebebasan umat beragama pada awal rezim orde baru. Akan tetapi menurut saya, di dalam artikel ini memiliki kekurangan di dalam memotret fakta dari perspektif lain yang juga mempengaruhi konflik tersebut tersebut secara logis. 

Hal ini karena, di dalam rentetan kejadian pada awal rezim orde lama dan rezim orde baru sangatlah kompleks dan general, seperti faktor historis latar belakang yang mempengaruhi dari pergerakan muslim, nasionali, komunis dan juga, orientalis pada masa saat itu(Barton, G. 2002:119)(Wijianto.2019). Di dalam hal pergerakan muslim pada saat itu misalnya, memang pada saat itu pergerakan muslim di Indonesia sangat kuat dari segi intelektualitas pergerakan neo revivalisme timur tengah (sebelum neo modernism seperti sekarang).

Selain itu di dalam pergerakan partai komunis di Indonesia juga sangat kuat pengaruhnya dari komunis cina, dan unisoviet periode awal dalam jaringan komunisme internasional (Suleman, Z.2010). Dalam konteks ini tentu saja komunisme Indonesia masa periode awal sebagian besar tidak seperti sosialisme yang di usung oleh Hos. Djokro Aminoto atau pun sama seperti sosialisme Tan Malaka (Mark, E.2006:461). Dan juga di kalangan misionaris kristiani, dari awalnya masuk di Indonesia juga sudah terdapat sekat antara muslim pribumi dan misionaris saat itu (Ricklefs, M. C.2008). 

Menurut saya konflik tersebut juga memiliki kolerasi oleh sosio klutural masyarakat saat itu.  Oleh karena itu, menurut saya mungkin jurnal ini akan lebih baik lagi jika menggunakan pendekatan dari Robert Kmerton dengan prespektif structural fungsional dengan dialektis habitusasinya. Yang sehingga, kita juga dapat mengetahui juga permasalahan akar rumput dari segi sosio kultur masyarakat saat itu.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun