Beruntunglah kita yang hidup di zaman modern ini, hampir segala aspek kebutuhan kita telah dipermudah karena hampir semua kegiatan bisa diakses secara digital. Bayangkan saja jika kita hidup di masa lalu, Â semua kegiatan harus dilakukan secara manual dan menyita banyak waktu, contohnya seperti di tabel dibawah ini :
Telkom selama ini mendukung ekosistem startup di Indonesia dengan cara menyediakan creative center berupa co-working space untuk perusahaan rintisan di beberapa kota.Misalnya saja seperti di Bandung dengan Bandung Digital Valley, di Yogyakarta dengan Jogya Digital Valley, dan juga di Jakarta dengan Jakarta Digital Valley. Telkom juga menyediakan creative camp untuk digital innovation lounge di 20 kota (Sumber Data: inet.detik.com).
Belum Semua Kegiatan Bisa dilakukan Melalui Interaksi Digital
Sebenarnya saat ini kita sudah cukup banyak dimanjakan dengan kemudahan digital, namun kemudahan tersebut ternyata belum menyentuh seluruh aspek penting dalam kehidupan sehari-hari. Â Kegiatan apakah yang belum tersentuh interaksi digital? Menurut saya Jawabannya adalah kegiatan membuang sampah. Kegiatan sepele yang dapat menumpuk dalam sekejap, kegiatan yang cukup melelahkan tapi masih terabaikan dan terkesan tidak penting,saya pun baru menyadarinya beberapa tahun belakangan ini.
Di lingkungan tempat tinggal kami selalu diadakan kerja bakti setiap bulannya,tapi kegiatan kerja bakti tersebut sebagian besar dilakukan untuk mengangkut sampah yang tersumbat di saluran air. Padahal yang saya tahu seluruh jenis sampah jika dikelompokkan akan bisa mendatangkan rupiah. Lalu kenapa masih selalu saja ada sampah dimana-mana?
Berdasarkan pengalaman yang saya alami, mungkin kondisi yang terjadi seperti gambar dibawah ini :
- Tarif sampah yang berbeda-beda ditiap daerah,membuat warga jadi membanding-bandingkan dan mungkin saja ada warga yang memilih buang sampah sendiri (entah tertib atau tidak) daripada membayar petugas kebersihan.
- Petugas sampah tidak teratur jadwalnya. Jadi sampah yang seharusnya sudah diangkut malah jadi menggunung tak sedap dipandang. Hal ini memungkinkan ada warga yang berinisiatif mengurangi sampahnya dengan cara buang sampah sendiri (entah tertib atau tidak).
- Sampah yang sudah terkumpul kembali tercecer akibat  kantong sampah yang robek, lalu sampahnya terbawa angin atau ikut dalam aliran air hujan, sehingga sampah tetap berserakan
- Karena merasa sudah mengeluarkan biaya untuk petugas kebersihan, maka Warga belum tertib memilah sampah
dilema-buang-sampah-58aea5970e9373ca1825a808.jpg
Selama ini kita wajib membayar jika ingin menggunakan jasa petugas kebersihan. Padahal sebagian dari masyarakat kita lebih menyukai hal-hal yang lebih murah bahkan gratis. Â Bagaimana jika dicoba cara buang sampah yang gratis bahkan dibayar,asalkan tertib tidak mencampur-aduk segala jenis sampah. Dengan sampah yang sudah terpilah ini diharapkan bisa diserahkan ke pengepul dan pengepul menyerahkannya ke pihak pendaur-ulang. Rantai daur ulang ini bisa mendatangkan penghasilan yang turut menjaga kebersihan lingkungan.
Jika di lingkungan kantor,toko,rumah sakit dan hotel mungkin sudah ada pengepul yang bekerja sama dan siap menjemput limbah seperti limbah kertas bekas, limbah kardus dan plastik bekas makanan/minuman. Pengepul membeli limbah dimana setiap kilogramnya dihargai beberapa ribu rupiah. Sayangnya jasa pengepul seperti ini belum banyak dimanfaatkan dalam kegiatan rumah tangga.
Seandainya saja ada start up yang mampu menjembatani antara pengepul dan penghasil sampah, mungkin akan ada banyak  yang tertarik untuk menggunakannya. Start up ini bisa membantu warga yang peduli lingkungan untuk bersama-sama mengumpulkan sampah sesuai jenisnya lalu disetorkan/diambil oleh pengepul dan kemudian sama-sama mendapatkan keuntungan.
- Pengetahuan sampah yang harus dipilah-pilah
- Pengetahuan sampah yang bisa dan tidak bisa didaur ulang
- tarif jenis sampah per kilogram,
- lokasi pengepul dan jenis sampah yang diterima olaeh pengepul tersebut,
- pengepul bisa menjemput sampah atau tidak,
- syarat ketentuan dan tata tertib untuk pihak pengepul dan pihak penghasil sampah, misalnya penghasil sampah wajib mengelompokan sampahnya sebelum diserahkan pada pengepul, dan pengepul berjanji untuk tidak menyalahgunakan setiap sampah apapun yang sudah diterima.
- Sarana/pelaksanaan pemusnahan sampah bagi sampah yang tidak mungkin/tidak bisa/tidak boleh didaur ulang.
Dengan kejelasan informasi ini diharapkan semua pihak bertanggung-jawab, sehingga tidak kita temui lagi kasus penipuan konsumen akibat pemakaian ulang kemasan produk oleh pihak yang tidak bertanggung-jawab,seperti pada kasus pasta gigi palsu, body lotion palsu, sabun palsu hingga vaksin palsu.
Semoga di masa depan akan terwujud Indonesia yang lebih baik melalui interaksi digital. Akan sangat mungkin jika dikemudian hari seluruh isi rumah kita akan di-digital-kan , Saat ini mungkin masih TV yang sudah tersentuh teknologi digital tapi besok ada kemungkinan seluruh perabotan rumah tangga mulai dari kulkas, magic com, kompor, lemari. Â Semoga saja jika hal tersebut terwujud di negara kita ini, kita sebagai masyarakat sudah siap melalui segala jenis perubahan, memiliki sistem pengamanan yang lebih baik dan mampu menindaklanjuti segala resikonya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H