Mohon tunggu...
Nira Alpitra
Nira Alpitra Mohon Tunggu... Guru - Orang bisa kenapa kita tidak. Belajar untuk maju, walaupun itu sangat sulit dan banyak tantangannya.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Biarkan mereka yang tak menganggap kita tetapi kita tetap maju dan terus berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa yang Kita Tanam, Itulah yang Kita Tuai

25 Agustus 2020   06:54 Diperbarui: 25 Agustus 2020   06:48 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang kita tanam itulah yang akan kita terima

Ada sebuah cerita dari sebuah sinetron di ANTV. Sinetron tersebut berjudul bawang merah berkulit putih.

Sinetron tersebut dimainkan oleh Ana, Diana, Denis, Bayu, Viola, Eliza, Wulan, Adiguna, dan Reza. Serta pemain lainnya.

Dalam kisah serial ini selalu ada konflik diantara mereka. Denis mempunyai ayah bernama Adiguna dan ibunya bernama Vina. Sebelumnya rumah tangga mereka baik-baik saja. Tetapi setelah ada pihak ketiga rumah tangga mereka hancur. Bahkan, sampai perceraian.

Setelah mama Denis dan ibunya bercerai, maka papa Denis melanjutkan hidupnya dengan selingkuhannya. Yaitu Wulan.

Wulan adalah seorang anak sahabat dari papa Denis. Namun , jadi selingkuhannya papa Denis  (Adiguna).  Sehingga, Wulan menjalin hubungan dan pernikahan dengan papa Denis.

Semenjak kejadian itu hidup Wulan tidak tenang, karena jauh dari orang tua. Papanya tidak setuju dia menikah dengan papa Denis. Namun, karena cinta dia rela pergi dari rumah orang tuanya.

Beberapa bulan kemudian pernikahan mereka selalu dihantui dengan perpecahan. Pasalnya suaminya bangkrut. Dan saat mencari pekerjaan tidak ada satupun yang mau menerimanya.

Sejak itulah mereka selalu dihantui dengan pertengkaran. Sampai sampai terucap dalam ahti olleh Wulan. "Apa ini karmaku? Pasalnya telah merebut suami Vina".

Setiap hari pertengkaran itu tak bisa dihindari.  Sehingga mereka saling sesal dalam hati. Suaminya Wulan juga bergumam, "sejak aku menikah dengan Wulan hidupku hancur, perusahaanku bangkrut. Apa ini balasanku terhadap sikapku selama ini pada Vina?".

Kata kata penyesalan selalu ada dibenak mereka masing-masing. Sampai pada puncaknya Wulan dan suaminya bertengkar hebat dan menyebabkan suaminya pergi dari rumah.

Padahal Wulan saat itu sedang hamil. Tetapi, rumah tangganya hancur. Wulan hanya meratap dan meratap dengan penuh penyesalan.

Wulan sepertinya stress, dia tak bisa kehilangan suaminya. Sampai dia tidka mau makan, minum. Yang dia lakukan hanyalah mennagis, sambil meratapi nasibnya. Hingga akhirnya tumbang juga. Perutnya sakit, badan lemas. Dia tidak mau berobat ke dokter.

Tetangganya mengetahui Wulan pingsan dan menelepon suaminya.  Akhirnya Adiguna datang dan memaksa Wulan berobat ke dokter. Namun, tetap dia tidak mau.  Akhirnya Adiguna menelpon dokter dan menyuruh ke rumah. Setelah berobat dan diberi obat penenang. Wulan tertidur. Namun, suaminya malah meninggalkannya. Suaminya pergi ke mantan istrinya.

Wulan juga diselingkuhi oleh suaminya. Sayangnya mereka selingkuh dengan mantan. Apa yang pernah dilakukan Wulan pada Vina dulunya.  Juga dialami sendiri oleh Wulan

Kisah Wulan ini dikenal dengan pepatah, "apa yang kita tanam itulah yang kita tuai".

Memang penyesalan selalu datang di akhir. Seperti pepatah
"Menyesal kemudian tidak ada gunanya".

Berhati-hatilah memilih pasangan. Jangan asal dapat saja. Masih banyak manusia yang jomblo. Kenapa mau dengan suami orang? Walaupun tak ada jaminan untuk hidup bahagia dengan cinta. Hidup butuh biaya. Hati-hatilah jangan pernah berusaha merusak rumah tangga orang lain. Pasalnya, bencana itu akan berbalik melawan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun