Mohon tunggu...
Tori Minamiyama
Tori Minamiyama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti. Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengalaman Mengurus SIM Di Jepang !

3 September 2012   15:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sengaja, pada hari minggu, di tengah-tengah tumpukun buku-bukuku, aku menemukan kartu pos yang tertulis namaku. Kartu pos itu sengaja aku simpan karena berharga sekali walau sudah aku memakainya beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya, dibuang saja tidak apa-apa, dan tidak ada masalah yang berarti. Selembar kartu pos dari kantor polisi propinsi Kyoto, Jepang sebagai pemberitahuan bahwa SIM (Surat Ijin Mengemudi) yang aku miliki sudah harus diurus perpanjangannya lagi. Sudah dua kali aku menerima kartu pos penting seperti itu selama tinggal di Jepang. "Wahh…enak sekali ya, selalu diingatkan pihak kantor polisi dua bulan sebelum SIM ku habis masa berlakunya", pikirku sendirian di dalam kamar saat itu. Di Jepang, memang seperti itu proses pertama pengurusan SIM, baik  untuk kendaraan roda dua maupun roda empat dan seterusnya. Bahkan tidak hanya cukup seperti itu, di dalam lembaran kartu pos warna putih sederhana tersebut, juga tertulis hal-hal yang penting berkenaan dengan proses pengurusan SIM yang tanggalnya sudah di ditentukan dari kapan sampai kapan, dokumen yang harus dibawa dan diserahkan, biaya yang diperlukan, tempat pengurusan, lamanya waktu yang diperlukan dan sebagainya. "Terlalu jelas nih keterangannya!",aku berbicara sendirian, benar-benar sendirian karena tidak ada seorangpun yang ikut membaca kartu pos itu. Dengan begitu, rasanya tidak ada alasan untuk tidak tahu persyaratan atau lupa mengurus perpanjangan SIM milik sendiri walau pastinya hal itu juga sudah tertulis di dalam wesite milik kantor pengurusan SIM. Aku teringat satu hal yang tertulis dibagian bawah kartu pos seperti itu yang pertama kali aku terima beberapa tahun yang lalu sebelum kartu pos yang sekarang ini. Di sana malah tertulis juga nilai poin-poin pelanggaran lalu lintas yang pernah aku lakukan. "Bikin malu saja keterangan itu seandainya ada yang ikut membacanya !", pikirku dengan penuh kekhawatiran. Terkenang aku sewaktu mengurus perpanjangan SIM ku seorang diri bulan Juni yang lalu. Saat itu, aku dari rumah langsung menuju ke alamat kantor pengurusan SIM sesuai yang tertulis di kartu pos tadi tanpa telepon terlebih dahulu untuk bertanya apapun kepada petugasnya walau nomor telpon lengkap yang siap dihubungi untuk membantu jika mengalami kesulitan apapun tertulis jelas di kartu pos tersebut. Aku parkirkan mobilku di tempat parkir yang ada di  sebelah lapangan yang fungsinya untuk menguji para pencari SIM setiap harinya. Lapangan untuk ujian SIM yang lengkap seperti keadaan lalu lintas yang sebenarnya di dalam kota, ada jalan  raya yang besar, jalan kecil seperti perkampungan yang banyak tikungan dan perempatan, rel kereta api, jembatan dan lampu lalu lintas yang menyala benaran ke tiga lampunya. "Ternyata walau masih jam 9:30 pagi sudah banyak peserta ujian SIM nih !", pikirku tanpa menghiraukan sepeda motor, mobil dan truk yang berkeliling lapangan itu saat diuji. Jika melihat lapangan ujian tersebut, sempat aku teringat tujuh tahun yang lalu saat harus mengulang ujian praktek mencari SIM sampai 5 kali banyaknya. Benar-benar sulit dan harus diuji dengan tegas dan benar para pencari SIM di Jepang ! Berhubung aku sudah sangat paham tempat itu karena pernah mencari SIM yang sulitnya luar biasa dan mengurus perpanjangan SIM juga pada periode pertama masa berlaku, aku langsung memasuki pintu gerbang gedung "Kyoto Driving License" dengan tergesa-gesa untuk mengambil antrean. Seorang petugas perempuan yang mengenakan pakaian biasa menyambutku dengan ucapan "Ohayoo Gozaimasu (Selamat Pagi)" dengan senyum ramah. Selanjutnya dia bertanya padaku, ingin mencari atau mengurus perpanjangan SIM dengan Bahasa Jepang yang ramah. "Menkyoo no kirikae desu (Perpanjangan SIM)", kataku sambil menjukkan kartu pos yang aku pegang. Selanjutnya dia menyarankan aku supaya menuju ke loket antrean nomor 1 yang ada disebelah pintu kiri pintu masuk dan kursi-kursi antrean peserta tes yang menunggu dimulainya ujian tertulis untuk mencari SIM. Tetapi sebelumnya dia juga menyarankan kalau aku harus membeli materai-materai di loket khusus yang ada di sebelah seharga 2400 Yen atau Rp. 260.000 ( Bila Kurs 1 Yen = Rp. 110) sebagai  bukti pembayaran pengurusan perpanjangan SIM. Di bagian ini aku harus berbaris mengantre sekitar 10 menit untuk menyerahkan kartu pos undangan yang memang diharuskan diserahkan kepada petugas pertama. "Tidak apalah kalau harus antre. Ini kan negara Jepang yang mana antre itu salah satu kebudayaannya", pikirku sambil melangkah sesekali maju ke depan dan juga sambil istirahat sejenak setelah berjuang melewati jalanan kota Kyoto karena takut terlambat datang. Akhirnya tiba giliranku menyerahkan kartu pos undangan, selembar kertas yang sudah ditempeli materai dan SIM Asli yang sudah habis masa berlakunya petugas pertama yang terdiri dari 3 orang perempuan. Petugas itu melakukan scan nomor kode kartu pos tersebut dan memasukkan SIM ku ke dalam mesin khusus. Sesaat setelah itu, keluar satu lembar kertas yang sudah ada copy SIM milikku tadi dan beberapa tulisan berkolom-kolom yang salah satunya kolom data pribadi seperti nama dan alamat yang harus aku isi nantinya. Setelah itu petugas yang juga mengenakan pakaian biasa (tanpa berseragam polisi) itu menyerahkan dokumen tersebut padaku sambil berkata, "Omatase shimashita . Tsugi wa ni-ban no madoguchi ni itte kudasai (Maaf, lama menunggu. Selanjutnya, silakan pergi ke loket nomor 2 !)". Akupun menuruti perintahnya dan segera pergi ke loket nomor 2 yang ada di gedung sebelah. Loket di gedung itu agak jauh memang, karena memutar juga, kira-kira 50 meter tetapi sangat mudah dicari karena ada petunjuk yang ada di lantai menuju loket itu, yaitu garis berwarna biru dengan angka 2 tertulis disampingnya. Aku sampai di loket nomor 2. Di tempat itu aku juga harus bersabar untuk antre menunggu giliran diperiksa kesehatanku fisikku, yaitu kemampuan mendengarkan, kemampuan memahami warna dan kesehatan mata. Begitu cepatnya giliranku tiba dan aku segera memperoleh pelayanan cek kesehatan sebagai syarat mengemudikan kendaraan bermotor. "Megane wa sono mama kakete kudasai (Kacamatanya silakan dipakai saja seperti itu!)", kata petugas laki-laki terakhir yang akan memeriksa kedua mataku yang memang berkacamata. "Tsugi wa san-ban no madoguchi ni itte kudasai (Selanjutnya silakan pergi ke loket nomor 3 !)", kata petugas itu sambil menyerahkan berkas bukti pengecekan yang baru saja dilakukan. Aku pergi lagi melanjutkan alur sistem pengurusan dengan mengikuti garis petunjuk yang ada di lantai lagi menuju loket nomor 3. Di loket ini ketulan aku tidak harus antre lagi karena selain loketnya ada beberapa, aku hanya diharuskan menyerahkan semua dokumen yang aku bawa dan langsung disuruh membuat password khusus untuk SIM ku yang baru nanti dengan menggunakan mesin khusus yang jumlahnya kira-kira 10 buah berderet-deret disebelah loket itu. ”Perasaan waktu dulu aku mengurus perpanjangan SIM yang pertama, tidak disuruh membuat password seperti ini", pikirku agak kebingungan. "Pasuwaado wa kotoshi kara desu yo (Masalah password mulai tahun ini kok !)", kata petugas laki-laki yang bertugas memberi penjelasan khusus tentang mesin itu. Dalam waktu yang singkat, kira-kira cukup satu menit saja aku sudah bisa membuat password khusus lewat mesin berlayar sentuh. Kertas kecil layaknya bukti pengambilan uang dari Mesin ATM keluar dari mesin pembuatan password dan harus aku bawa dan serahkan pada petugas selanjutnya. Bersama para pengantri yang lain aku menunggu petugas mamanggil namaku untuk menerima dokumen yang sudah disiapkan untuk proses selanjutnya. Beberapa saat setelah itu, terdengar suara ibu-ibu yang bertugas di tempat itu keluar dari ruangan memanggil nama-nama pengantre termasuk namaku. "Minamiyama Tori-sama (Saudara/Bapak/Saudara Tori Minamiyama)", panggilnya dengan mengangkat dan menyerahkan dokumen kepadaku. "Tsugi wa yon-ban no heya ni itte kudasai ne (Selanjutnya silakan pergi ke ruangan nomor 4 ya !)", katanya sambil menunjukkan garis penunjuk arah warna kuning untukku. Di tempat ini aku lihat ada 3 jenis warna garis, yaitu kuning, hijau dan biru yang fungsinya sama untuk membagi urutan orang menuju ruang foto SIM. Beberpa meter saja aku berjalan dan sampai di ruang foto khusus untuk pembuatan SIM baru. Seorang petugas ibu-ibu segera meminta dokumen yang aku bawa dan password yang telah aku buat tadi. Selanjutnya beliar menyuruhku duduk menghadap kamera dan memotret wajahku. "Hai, shashin o torimasu ne (OK, saya siap ambil foto anda ya)", katanya sambil memencet tombol mesin foto dan mengulanginya sebanyak dua kali. "Hai, zembu owarimashita (OK, sudah selesai semuanya)", katanya sambil menyerahkan  kartu bernomor 42 warna pink. Dia menjelaskan padaku supaya aku menuju ke ruangan dengan panduan garis warna pink juga untuk mengikuti penjelasan dan pelajaran lalu-lintas  selama 1 jam sebagai syarat pengambilan SIM yang baru yang akan dibagikan diakhir pelajaran. Aku mengikuti garis penunjuk warna pink dan sampai di ruangan yang sudah separonya terisi orang. Mereka duduk di kursi yang bentukkan sama dengan kursi kuliah sambil membaca dan melakukan hal lain menunggu pukul 11 tepat dimana penjelasan dan pelajaran dimulai. Aku memasuki ruangan sambil mencari tempat duduk nomor 42 seperti yang tertulis di kartu yang aku terima tadi. Kutemukan kursi itu di baris sebelah kanan tengah ruangan. "Aduh, kuliah peraturan lalu-lintas nih", pikirku sambil memasukkan tasku di laci bawah meja. Sesaat aku duduk dan melihat keadaan sekitar, aku teringat kegiatan seperti itu waktu aku mengurus perpanjangan SIM sebelumnya. Saat itu aku harus melihat pemutaran video tentang cara-cara berlalu lintas di Jepang, khususnya cara-cara mengemudikan mobil dengan sopan dan aman. Kemudian ditutup dengan penjelasan singkat dari seorang petugas. Tepat pukul 11 pagi kegiatan penjelasan dan pelajaran lalu-lintas dimulai. Seorang petugas laki-laki senior yang berpenampilan biasa, berbaju putih lengan panjang dan memakai dasi masuk memberi ucapan selamat pagi. Selama satu jam lamanya beliau memberi penjelasan tentang keselamatan mengemudikan kendaraan bermotor. Aku teringat hal yang palin beliau tekankan waktu itu, yaitu semua pengemudi diharapkan mematuhi peraturan lalu lintas dan berhati-hati serta harus menghindari kecelakaan sekecil apapun. Menurut beliau, kecelakaan lalu-lintas di Jepang paling banyak disebabkan oleh faktor kesalahan manusia yaitu mengantuk sewaktu mengemudi. "Sangat berbahaya jika mengemudikan kendaraan bermotor dalam keadaan mengantuk !", katanya dengan suara keras layaknya berkampanye. Selanjutnya beliau mengajak untuk membuka buku panduan berlalu lintas setebal 160 halaman yang sudah diletakkan di setiap meja yang nantikan boleh dibawa pulang oleh semua yang datang. Kemudian menyuruh peserta membuka dan membaca halaman pertama panduan khusus dari pemerintah propinsi Kyoto yang hanya terdiri dari 13 halaman. Di halaman pertama buku kecil tersebut tertulis angka 4.612 dengan besar. Angka itu adalah jumlah orang yang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas tahun 2011 di seluruh Jepang. Petugas itu menekankan supaya semua orang berkewajiban berlalu lintas dengan aman supaya mengurangi jumlah kecelakaan selama ini. Selain itu hal yang penting juga, beliau membagikan lembaran tes yang jawabannya soalnya hanya benar dan salah untuk dikerjakan, dinilai dan dipahami sendiri di rumah tentang keadaan diri sebagai pengemudi dan solusinya jika menemukan masalah dalam mengemudikan kendaraan mobil. "Hhmmnn....kuliah lalu lintas 1 jam yang sangat berti nih !", pikirku sambil menengok 2 orang petugas yang masuk ruangan membawa SIM yang sudah siap dibagikan. "Seperti yang anda semua lihat SIM baru anda sudah jadi, tapi belum tentu anda bisa menerimanya!", kata "dosen" lalu-lintas itu mengancam. Semua "mahasiswa" jurusan lalu-lintas yang aman agak terkejut termasuk aku. Selanjutnya beliau berkata, "Jika ada diantara anda semua tadi ijin keluar ruangan ini dengan alasan pergi ke toilet tetapi lama sekali masuk kembali lagi karena malah main HP atau tidur sambil duduk sewaktu saya memberi penjelasan tadi, bisa dipastikan tidak berhak menerima SIM yang baru!". Sesaat setelah itu jam dinding ruangan menunjukkan tepat pukul 12 siang. Artinya perkuliahan lalu-lintas selesai dan saatnya pembagian SIM yang baru. Aku tidak tahu benar, siapa yang tidak berhak menerima SIM baru karena tingkah laku yang jelek yang terdeteksi oleh petugas atau kamera. Beberapa petugas berdiri dan membagikan SIM baru. Dipanggilnya satu orang demi satu orang sesuai urutan nomor kursi yang sudah ditentukan sebelumnya. "Nu-juu yon- ban desu (Nomor 24)", panggil seorang petugas dengan suara keras. "Hai", jawabku dengan suara keras juga sambil berlari kearahnya. "Minamiyama Tori-san desu ne. Namae to jusho o gokakunin shite kudasai (Bapak Tori Minamiyama ya. Tolong diperiksa lagi nama dan alamat anda!)", katanya sambil menyerahkan SIM baruku. Akupun langsung memeriksa keadaan SIM baruku dan ternyata tidak ada yang salah kecuali tulisan kewarganegaraan Indonesia tidak tercantum lagi sebagai aturan yang baru demi menjaga privasi. SIM baru yang jika dipalsukan dan dipakai orang lain tidak akan bisa karena ada sensor ber-password sudah ditangan dan siap digunakan ! Kisah satu setengah jam mengurus SIM baru seorang diri tanpa bantuan calo-calo telah usai ! Ohh, Aku masih ada di dalam kamarku, mengenang kisahku mendapatkan SIM baruku. Aku masih memegang kartu pos kenangan itu. Aku juga masih memagang buku-buku panduan berlalu-lintas yang ku dapat dari kantor "Kyoto Driving License Centre". Ku selipkan kartu pos itu diantara buku panduan dan kemudian aku bariskan di rak buku baruku. Masih di dalam kamar sebelum ku tidur, semakin tersadarkan bahwa langkah mula-mula mengurangi dan mencegah kecelakaan lalu-lintas adalah dengan mendidik dan menguji pengendara kendaraan bermotor dengan baik dan tegas ! Salam hati-hati dari Jepang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun