Sudah sangat lama kita mendengar ada suatu kota dengan predikat sebagai kota pendidikan. Di Indonesia, kota dengan predikat seperti itu semakin bertambah sampai saat ini dari segi kuantitasnya. Hal ini pasti membawa suasana baru bagi kota yang dulu sempat tidak diperhitungkan dalam dunia pendidikan dan juga akan semakin memperkokoh suatu kota yang sejak lama sudah menyandang predikat sebagai Kota Pendidikan. Sebuah kota di Indonesia yang sudah sejak sangat lama menyandang sebagai kota pendidikan yaitu Kota Yogyakarta. Kota budaya tersebut seperti yang dikenal luas mempunyai banyak sekali sekolah dengan berbagai jenis jenjang pendidikan, seperti Pra-Sekolah, Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Di kota ini jugalah pasti bisa dijumpai puluhan ribu pelajar baik yang berasal dari kota Yogyakarta sendiri, luar kota bahkan luar negeri. Berbicara mengenai pendidikan, ada juga sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa Tengah yang menyandang sebagai kota pendidikan sejak lama, yaitu Kota Salatiga. Kota sejuk tersebut diberikan predikat seperti itu juga sangat beralasan karena walaupun tidak sebanyak dan sebesar Yogyakarta, terdapat lumayan banyak sekolah dari jenjang Pra-Sekolah sampai Perguruan Tinggi. Kota yang terletak di kaki gunung merbabu ini bahkan terdapat sebuah universitas swasta yang sudah lama di kenal secara nasional maupun internasional, yaitu Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Di Propinsi Jawa Timur juga bisa dijumpai kota yang berpredikat sebagai kota pendidikan juga yaitu Kota Malang. Kota tersebut tentu saja seperti kota-kota yang disebutkan sebelumnya bisa dipastikan memiliki sejumlah banyak sekolah dan Perguruan Tinggi sebagai fokus pengukuran predikat sebagai kota pendidikan. Dengan memiliki predikat kota pendidikan tersebut yang jelas akan membawa banyak keuntungan kota itu sendiri, salah satunya dikenal luas oleh masyarakat sekaligus dianggap kota "pintar" serta semakin banyak dijadikan tempat belajar dan domisili oleh pelajar-pelajar yang berasal dari daerah luar kota tersebut. Penyertaan pemahaman akan predikat kota pendidikan bagi kota-kota tertentu oleh pemerintah kota tersebut tentunya membawa kebanggaan tersendiri bagi warga kota tersebut dan juga tentu saja pemerintah kotanya. Warga Kota Pendidikan pastinya dengan bangga dan penuh kepercayaan diri mengakui kota tempat kelahiran ataupun tempat domisilinya sebagai kota pintar penuh dengan sekolah dan Perguruan tinggi serta penduduknya pun dianggap sebagai warga pintar yang terdidik dengan baik dibandingkan dengan warga kota yang tanpa berpredikat kota pendidikan. Pemahaman tersebut pasti sering ada dan terjadi di sebuah kota pendidikan walau tidak menyamaratakan. Predikat sebagai kota pendidikan tersebut ternyata bisa dipahami lain oleh masyarakat kota pendidikan, mereka sangat bisa terpesona dengan harumnya kota pendidikan dan bahkan sekali lagi selalu membanggakan kotanya padahal belum tentu dirinya berpendidikan baik dan juga belum tentu juga kotanya memikirkan pendidikan masyarakatnya termasuk dirinya. Di berbagai kota di Indonesia termasuk di kota pendidikan, sangat banyak dijumpai warga kota tersebut atau orang yang bisa dipastikan tanpa berpendidikan mencari nafkah di sepanjang atau dipinggir jalan yang menganggu ketertiban umum atau tak layak dipandang sebagai pekerjaan yang lebih manusiawi. Sebagai contoh yang mudah dijumpai yaitu di perempatan-perempatan jalan kota pendidikan selalu saja bisa dijumpai para pengamen, pengemis dan penawar jasa lainnya yang sebenarnya menganggu ketertiban umum di jalan raya. Selain itu, banyak sekali pedagang kaki lima yang berjualan di tempat-tempat umum yang sebenarnya dilarang dan sangat menganggu ketertiban dan tentunya menghilangkan keindahan kota pendidikan tersebut. Masih banyak sekali contoh-contoh kejadian ataupun keadaan masyarakat yang merupakan ironi kota pendidikan tetapi kondisi masyarakatnya jauh dari kesan berpendidikan. Jika memikirkan dan mendalami keadaan seperti diatas, pasti muncul suatu kata pembelaan yaitu kemiskinan lah yang menjadi penyebab semua itu, yaitu menjadikan masyarakat bodoh dan hidup kurang dan tak layak. Banyak dijumpai anak usia sekolah yang tidak bisa masuk dan pergi ke sekoah dengan kepercayaan diri dan was-was akan beban biaya yang harus ditanggung oleh orang tuanya. Disamping itu, ada juga cara mengasah kemampuan diri lewat kegiatan-kegiatan kursus sesuai dengan minatnya tidak bisa dilakukan karena masalah terbesar yaitu beban biaya kursus yang justru bisa dikatakan sesuai faktanya jauh lebih mahal daripada biaya sekolah formal itu sendiri. Dengan melihat kejadian yang penulis bisa kategorikan kejadian yang mengerikan itu, karena merasa hal tersebut sama dengan suatu ironi pendidikan dan bencana besar yang menimpa warga kota pendidikan yang seharusnya mendapatkan layanan dan kesempatan belajar sesuai dengan minat dan tentunya untuk memandirikan mereka dalam menghadapi kehidupan yang tentunya bisa berakhir dengan sangat menyenangkan dan mengharumkan nama kota pendidikan tempat kelahiran atau domisili mereka nantinya. Bencana dalam bidang pendidikan tersebut diatas, kiranya pemerintah kota pendidikan tidak seharusnya tetap saja berpikir bahwa usaha-usaha memperbanyak jumlah sekolah dalam jenjang apapun di suatu kota baik adaya tanpa memikirkan kemampuan dan jumlah warganya untuk memasuki sekolah yang didirikannya dan berpikir hal tersebut merupakan syarat memperoleh predikat sebagai kota pendidikan di kota yang sedang mereka bangun untuk kesejahteraan warganya. Pemerintah sebaiknya memberikan dan melaksanakan pemahaman yang benar tentang predikat kota pelajar bagi warga kotanya yang benar-benar bermanfaat untuk kemajuan pendidikan masyarakat. Jika yang dijadikan alasan dan merupakan kendala adalah biaya untuk mendapatkan pendidikan yang baik karena harus masuk sekolah tertentu atau perguruan tinggi tertentu, itu merupakan paham dan cita-cita yang muluk-muluk untuk sebuah masyarakat kota yang sebagian besar penduduknya hidup dengan standar yang biasa-biasa saja. Salah satu permasalahan dasar masyarakat kota di Indonesia, khususnya masyarakat yang hidup di kota yang berpredikat sebagai kota pendidikan yaitu mereka jarang yang tahu kondisi kota dan apa-apa yang menjadi program pemerintah termasuk kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan terlebih dirinya bisa terlibat dalam kegiatan yang dilakukan atau didukung pemerintah kotanya. Hal tersebut diatas penyebabnya tidak lain adalah kurangnya informasi yang sampai kepada masyarakat dan mungkin pihak pemerintah kurang serius membuat metode supaya segala informasi tentang kota khususnya sampai pada masyarakat dan terlebih melibatkan mereka. Dengan membuat masyarakat paham terhadap keadaan kotanya sendiri maka bisa dikatakan akan membantu tugas pemerintah dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat lain terutama para pelajar yang membutuhkan informasi macam-macam. Usaha untuk membuat masyarakat paham dan tahu tentang informasi kotanya bukankah itu merupakan dasar dari kegiatan usaha untuk memintarkan dan mendidik masyarakat? Mungkin cara-cara untuk mencapai tujuan itu sudah banyak dilakukan yaitu dengan cara membuat buletin atau majalah kota. Ide seperti itu memang masih ideal dan sangat baik ditengah jaman penuh teknologi internet. Jika pihak yang berwenang bersikukuh telah melaksanakan pembuatan buletin untuk masyarakat, apakah unsur keterbacaan buletin atau majalah kota itu sudah terpenuhi dengan baik? Hal lain dan penting yang harus bisa dilakukan pemerintah kota yang berpredikat sebagai kota pendidikan yaitu dengan membuat kantor pusat pelajar yang bisa membantu dan memperlancar proses belajar mengajar di kota tersebut. Hal ini penting juga dilakukan karena selain para pelajar yang berasal dari daerah lain paham tentang segala sesuatu termasuk tentang kota tersebut, pihak kota dan masyarakat kota akan merasa nyaman hidup bersama pelajar tersebut jika bisa hidup di kota tersebut tanpa masalah. Satu lagi, hal yang tak kalah pentingnya yaitu sangat baik kalau pemerintah kota pelajar menyediakan kursus-kursus bidang apapun yang gratis atau cukup membayar biaya bahan jika memerlukannya kepada masyarakat kotanya khususnya bagi mereka yang kurang mampu dalam bidang ekonomi. Permasalahan klasik yang muncul jika akan mewujudkan hal kebaikan seperti diatas untuk sebuah program yaitu pasti berpikir tentang besarnya dana yang dibutuhkan untuk mewujudkannya. Segala hal keperluan akan dirancang dan ditulis dengan angka-angka yang berkesan sebelum mulai program dilaksanakan sudah berat dan menimbulkan kekhawatiran macam-macam. Tidak dipungkiri memang segala program pasti untuk mewujudkannya memerlukan dana, tapi bukankah prinsip bangsa Indonesia yang berbunyi "tiada rotan akarpun jadi" masih berlaku dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat indonesia? Membicarakan masalah pendidikan dan khususnya pendidikan warga suatu kota tidak terlepas jika kita melihat dan memahami sistem pendidikan warga suatu kota di negara lain, misalnya di Jepang. Di negara yang sudah maju dalam segala hal tersebut, sistem pendidikannya akan sangat terlihat dari proses awal pemberian pendidikan dasar dan pemberian informasi bagi penduduk suatu kota. Negara tersebut sudah sejak lama membuat dan menyampaikan informasi-informasi mengenai segala hal khususnya tentang informasi suatu kota tempat tinggal warganya dengan cara membuat buletin yang mudah dipahami dan tentunya membantu masyarakatnya memperoleh informasi. Beberapa contoh dari kegiatan tersebut yaitu memberi informasi perkembangan jumlah penduduknya sesuai dengan jenis kelamin dan juga warga asingnya, informasi kebudayaan yang ada di kotanya, informasi tentang sistem dan peraturan-peraturan kemasyarakatan dan juga termasuk informasi tentang pendidikan atau program-program belajar yang dibuka bagi seluruh warganya tanpa membedakan status dan golongan yang lain. Jika membicarakan program-program yang pemerintah kota di Jepang laksanakan sesuai yang tertulis di buletinnya setiap bulannya akan sangat panjang, tetapi dalam hal ini penulis bisa ambil satu permasalahan sesuai dengan tema tulisan ini yang membicarakan predikat kota pendidikan dan pendidikan bagi warganya. Para pelajar khususnya pelajar asing atau masyarakat biasa yang merupakan penduduk asing di suatu kota di Jepang akan sangat gampang mendapat salah satu informasi mengenai tempat belajar Bahasa Jepang di kota itu yang tanpa membayar alias gratis. Pemerintah kota tersebut menghimpun para volunteer atau sukarelawan yang mau dan peduli terhadap pendidikan khususnya mengajar Bahasa Jepaang kepada orang asing yang tinggal di kota tersebut. Karena programnya bertujuan membantu maka sekali lagi bisa dikatakan gratis atau pelajar yang mengikutinya cukup membayar biaya fotokopi bahan pelajaran karena ruang kelasnya berada di gedung milik pemerintah dan pengajarnya merupakan sukarelawan. Tidak hanya sebatas hal seperti itu, di dalam buletin pemerintah tersebut bisa juga kita baca dan jumpai program-program pengajaran bidang atau ilmu lainnya secara gratis oleh para sukarelawan untuk seluruh masyarakat kota yang berminat. Program kursus gratis atau cukup membayar biaya bahan jika diperlukannya tersebut misalnya program pengajaran komputer untuk kaum lanjut usia, kursus cara pemakaian kimono, upacara minum teh, menjahit, membuat berbagai macam kerajinan tangan dan masih banyak lagi. Jelasnya program-program tersebut bisa digolongkan dari bidang pendidikan, kesenian, kebudayaan dan lain-lain. Metode penyelenggaraan pendidikan untuk warga kota seperti itu rupanya belum ada atau belum direncanakan dengan baik oleh pemerintah kota berpredikat pendidikan di Indonesia. Memang hal-hal yang berhubungan dengan tenaga sukarela sangat akrab di masyarakat tetapi yang jelas nyata terlihar selama ini bila terjadi bencana saja, seperti bencana gempa Aceh dan Nias atau bencana meletusnya Gunung Merapi beberapa waktu yang lalu. Hal tersebut dengan berjalannya waktu tidak terlihat lagi kegiatan-kegiatan aktif para sukarelawan yang sifatnya sangat dasar untuk menolong masyarakat dalam bidang pendidikan yang lebih bermanfaat. Mungkin bila pemerintah kota pendidikan berusaha aktif memberikan arahan dan himbauan kepada masyarakat bahwa menjadi sukarelawan dalam bidang pendidikan itu tidak kalah bernilainya dengan menjadi sukarelawan untuk musibah bencana, karena alasan tepatnya pendidikan itu diperlukan oleh siapapun untuk kemajuan dan sifatnya terus menerus tak berakhir. Pemerintah harus memandang dari segi positifnya hal ini, khususnya pandangan tentang sukarelawan. Di negeri ini sangat banyak orang yang masih tetap peduli terhadap negaranya dengan menjadi sukarelawan pendidikan. Berbagai motovasi pasti mendasai sesorang untuk mau menjadi sukarelawan, misalnya mereka sudah berkecukupan secara ekonomi dan punya waktu untuk menularkan ilmu yang dimilikinya, merasa senang bila ilmu yang dimilikinya berguna unuk merubah hidup orang lain, atau berbagai motivasi yang lain. Berbicara mengenai sukarelawan akan sangat luas, maksudnya sukarelawan tidak terbatas berasal dari kota tertentu, daerah tertentu tapi bahkan mungkin juga berasal dari luar negeri. Jika diamati, banyak sekali orang asing yang mempunyai banyak motivasi dan ingin menjadi sukarelawan di negara tertentu. Tentunya mereka punya alasan tersendiri untuk mau menjadi sukarelawan, misalnya sudah usia pensiun dan berkecukupan secara ekonomi tetapi masih punya tenaga dan semangat untuk melakukan sesuatu untuk orang lain. Sukarelawan seperti ini bisa juga dimanfaatkan oleh pemerintah kota pendidikan dengan memberikan fasilitas yang diperlukan atau kompensasi lain seperti penginapan atau pengajaran bahasa dan budaya Indonesia kepada sukarelawan asing itu dengan pengajar sukarelawan dalam negeri. Masih banyak sebenarnya usaha-usaha yang seharusnya pemerintah kota-kota pendidikan di Indonesia harus lakukan, misalnya memberikan pengumuman-pengumuman yang terpasang dengan jelas di jalan-jalan, kantor-kantor, penyelenggaraan acara-acara tertentu dan lainnya yang mencerminkan kota berpendidikan. Selain itu juga perlu juga mengatur atau memberikan himbauan tegas kepada pihak-pihak tertentu untuk memberikan suatu kegiatan-kegiatan yang bersifat informatif dan mendidik dalam suatu periode tertentu dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan tentunya dengan biaya yang murah atau gratis seperti penjelasan di paragraph di atas yang lebih menyenangkan kepada masyarakat. Semua usaha tersebut pasti ada kendalanya tapi bukankan ada semboyan " if you think you can, you can !" atau "jika anda pikir bisa, pasti biasa". Demikianlah ide penulis yang menghubungkan pemberian predikat kota pendidikan pada suatu kota tertentu dan seberapa banyak kegiatan usaha pemerintah memberikan pendidikan kepada warga yang tinggal di sebuah kota pendidikan. Suatu ironi bila dengan banyaknya sekolah yang ada di suatu kota dijadikan ukuran untuk memberikan predikat kota tersebut sebagai kota pendidikan tetapi masih banyak penduduk kota pendidikan tersebut kurang mendapatkan pelayanan dan kesempatan memperoleh pendidikan yang baik dari pemerintah kotanya. Salam pendidikan dari Jepang !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H