Suatu hari yang cerah awal bulan januari 2011 yang lalu, sekitar pukul 4 sore, Pantai Bandengan yang terkenal dengan keindahan pasir putihnya itu terlihat indah walau angin berhembus cukup kencangnya. Keindahan pantai yang berada di wilayah kota Jepara tersebutlah yang menjadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Dengan alasan yang sama rupanya membuat sekitar pantai itu berdiri berbagai tempat penginapan dari kelas biasa berfasiltitas apa adanya sampai resort megah bertaraf internasional. Satu-satunya resort megah di tepi Pantai Bandengan itu yaitu bernama Palm Beach Resort yang sangat terkenal tidak hanya bagi warga kota Jepara dan sekitarnya, tetapi bagi orang asing juga terutama yang mempunyai urusan bisnis mebel di Jepara. Resort tersebut memang terlihat indah dan megah dengan bangunan-bangunan berbagai jenis villa nya yang hanya berjumlah 8 unit yang mengelilingi kolam renang mungil yang juga berhiaskan pohon-pohon palm di sekitarnya dan di berbagai sudut lokasi resort itu. Diantara villa-villa tersebut juga terdapat beberapa bangunan restoran dan tempat bersantai yang agak menjorok ke bibir pantai. Resort yang mempunyai privat beach sendiri tersebut terletak tepat di depan sebelah kanan gerbang masuk obyek wisata Pantai Bandengan. Masyarakat umum yang mengunjungi obyek wisata Pantai Bandengan kebanyakan hanya melewati gerbang masuk Resort Palm Beach yang sebelah kiri bagian dalamnya terdapat pos jaga karena salah satu alasannya yaitu tarif untuk menginap di resort tersebut tergolong sangat mahal bagi masyarakat pada umumnya, khususnya bagi sekitarnya. Dari sekian banyak villa di resort yang kabarnya milik investor asal Australia yang beristri orang Indonesia itu, pada tanggal 6 Januari 2011 yang silam hanya terlihat 3 villa saja yang dipakai menginap tamu-tamunya. Villa nomor 3 diinapi oleh keluarga dari Korea bersama anak-anaknya, villa nomor 5 diinapi oleh keluarga tionghoa Indonesia dan villa nomor 2 yang letaknya paling berdekatan dengan pantai diinapi oleh keluarga campuran, suami orang Indonesia dan Istri orang Jepang bersama 2 orang anaknya. Di hari itu, mulai dari pagi dan hari sebelumnya, semua tamu-tamu resort itu tidak bisa berenang di pantai berpasir putih seperti yang telah direncanakan sebelumnya karena cuaca dan angin bertiup dengan kencangnya sehingga membuat pantai berombak lumayan besar dan berbahaya bagi keselamatan orang yang berenang di situ. Hal tersebut sangat benar dan nyata karena hari sebelumnya terjadi kecelakaan tenggelamnya seorang laki-laki muda penduduk kota Jepara yang memaksakan diri berenang di pantai itu. Dengan begitu, jenis kegiatan yang paling menyenangan bagi tamu-tamu resort tersebut yaitu berenang di kolam renang yang ada di tengah-tengah bangunan villa-villa Resort Palm Beach bersama keluarga temasuk anak-anaknya sambil memandang keindahan pantai walau berombak besar hari itu. Tampaknya kekecewaan para tamu yang mendambakan bisa berenang di pantai pasir putih Bandengan tapi batal gara-gara cuaca tidak bersahabat terobati dengan kegiatan berenang di kolam resort yang tenang sambil asyik memesan makanan dan minuman kepada petugas restoran resort dan juga karena bisa berenang sambil bercanda dengan anak-anak kecilnya. Rupanya keceriaan dan keasyikan mereka dikejutkan dan terusik oleh beberapa orang yang dari penampilannya bukan tamu resort dan juga bukan pula petugas atau pegawai resort. Mereka berkali-kali datang dan pergi mengangkut meja kursi dan barang-barang lain sambil mengamati keadaan sekitar kolam renang dan semakin lama bertambah banyak jumlah mereka dan tentunya semakin sibuk kegiatan yang dilakukannya. Diantara mereka ada yang menata meja untuk meletakkan makanan dan minuman, ada orang yang menjejer-jejerkan kursi di sekeliling kolam renang dengan dibantu oleh petugas resort, dan ada petugas khusus yang menata tempat untuk diletakkan sound system besar sekali sekelas pertunjukkan musik di lapangan umum. Sekitar satu jam lamanya dari pukul 9 pagi dihari itu, uji coba sound sistem terus menerus dilakukan petugas, seperi kata-kata "tes..tes..dicoba..satu..satuu..dua..dua..tiga..tiga.." dan sebagainya dengan suara sangat keras. Saat itu tampak pula sekelompak wanita berpakaian mencolok di sudut kolam renang dengan sepatunya yang tinggi, mencoba microfon menyanyikan sedikit lagu dangdut supaya siap digunakan untuk pentas mengihibur tamu yang beberapa sudah datang dengan mengenakan baju batik dan ada juga sebagian tamu perempuan yang mengenakan jilbab. Kegiatan persiapan pentas dangdut tersebut ternyata membuat para tamu yang sedang asyik berenang di kolam renang itu terganggu dengan suara pengeras suara dan sangat banyaknya tamu-tamu yang berdatangan di sekitar kolam renang. Para tamu itu saling berbicara dalam jarak sekitar 1 meter dengan lawan bicaranya saja kerepotan karena saling tidak bisa mendengar apa yang dikatakan karena terganggu kerasnya pengeras suara itu. Tamu-tamu resort yang tadinya berenang itu satu persatu meninggalkan kolam renang menuju kamar villa tempat mereka menginap. Kejadian tersebut karena terasa sangat menganggu dan terkesan aneh karena terjadi tiba-tiba, ada salah seorang tamu laki-laki yang datang dari Jepang berusaha menemui dan manager resort Palm Beach yang sedang asik menyaksikan persiapan pentas dangdut itu dari samping dan dalam restoran sebelah kolam renang untuk menanyakan kejelasan dari kegiatan tersebut. Setelah sang manager didesak menjelaskan oleh tamu laki-laki yang masih basah kuyup badannya karena baru saja keluar dari kolam renang, menjelaskan bahwa kegiatan pentas dangdut itu merupakan kegiatan dalam rangka reuni SMA dari seorang bupati kabupaten Kudus. Manager itu juga menjelaskan karena reuni itu yang menyelenggarakan seorang gubernur, maka sebagai manager resort yang bertanggungjawab harus menyukseskannya karena pemesanan tempat kegiatan dilakukan beberapa hari yang lalu. Penjelasan seorang manager tersebut memang benar dan bisa dipahami, tetapi tamu laki-laki itu bertanya lagi, kenapa kegiatan itu sampai menganggu tamu-tamu yang sedang berenang dan juga menganggu tamu-tamu yang berada di dalam kamar villa karena kerasnya suara apalagi tidak ada pemberitahuan dari pihak resort pada hari sebelumnya atau pagi hari sebelum acara reuni berdangdut itu kepada para tamu? Sang manager laki-laki muda yang kelihatannya usianya menjelang 30 tahun tersebut masih beralasan lagi, kalau kegiatan semacam itu sering dan biasa dilakukan di resort tersebut dan acara saat itu katanya spesial karena yang menyewa tempat dan yang "punya gawe" adalah seorang bupati yang dihormati warganya. Tamu laki-laki itu tampak tetap tidak mengerti dan semakin bingung serta sedikit emosi karena kenapa hanya karena seorang bupati diberi penghormatan luarbiasa dengan mengorbankan kenyamanan dan privasi tamu-tamu resort yang datang dari jauh dengan satu tujuan beristirahat dengan bersantai di resort mahal itu. Karena sang manager dipandang oleh tamu laki-laki itu sebagai pimpinan yang kurang mengerti kepemimpinan dan pengelolaan managemen pariwisata khususnya tentang melayani tamu resort tempat bekerjanya, maka tamu laki-laki tersebut menunjukkan kesalahan manager muda itu sampai meminta maaf kepada para tamu-tamunya dan juga kalau perlu memberi kompensasi atas ketidaknyamanan tersebut. Permintaan maaf dari sang manager resort terwujud dikatakan kepada tamu laki-laki yang datang dari Jepang itu dan kompensasi dengan memindah kamar di villa nomor 1 yang katanya jauh dari tempat acara keramaian pentas dangdut. Ternyata walaupun pindah di kamar villa nomor 1 pun tamu laki-laki beserta keluarganya pun juga masih terganggu dengan suara lagu dangdut yang sedang berlangsung karena memang kualitas sound sistem yang dipakai berkelas pentas musik lapangan umum. Dengan penuh kekecewaan akhirnya sang tamu resort laki-laki itu bersama anggota keluarganya yang datang dari Jepang itu melakukan check out seperti yang sudah direncanakan dengan sambil menyampaikan masalah ketidak nyamanannya selama menginap di resort kepada petugas reception laki-laki. Ternyata tamu-laki-laki itu tambah dibuat kaget karena petugas reception menjelaskan kalau kegiatan reuni yang ada pentas hiburan dangdut yang memakai sound sistem sangat besar itu tidak diketahuinya karena sang manager tidak memberitahunya dan juga pengurusan surat ijin gangguan keramaian sedang dan baru saja selesai diurus dan malah sempat terjadi kegiatan protes dari masyarakat sekitar resort karena kerasnya suara sound sistem itu terdengar dari komplek perumahan warga dan sangat menganggu. Itulah salah satu cerita nyata tentang cara memberi penghormatan dan memandang jabatan dengan cara mengorbankan kenyamanan orang lain yang perlu dihormati dan dilayani juga. Penulis merasa sangat perlu menulis hal ini karena sangat bisa merasakan apa yang dirasakan dan dialami oleh seorang tamu resort laki-laki yang datang dari Jepang itu karena sebenarnya penulislah tamu laki-laki tersebut. Salam pelayanan dari Jepang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H