Mohon tunggu...
Ni Nyoman Putri Hanna
Ni Nyoman Putri Hanna Mohon Tunggu... Konsultan (konsultasi kesulitan) -

Bapak Bali, Ibu Batak, Besar di Tanah Melayu (Dumai-Riau). Sain Fisika, Teknologi Pendidikan, Konsultan CM. Hidup itu seperti Nano-Nano.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Dibalik Wafatnya Mbah Sairi (Catatan kecil dari Saya)

11 Februari 2016   16:06 Diperbarui: 11 Februari 2016   16:18 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Innalilahi wainnailahi rojiun…

Dengan umur yang tak lagi muda  Mbah menghembuskan nafas terakhirnya dihari kedua tahun monyet api yang penuh misteri ini. Sebelum cerita berlanjut, izinkan saya mengucapkan selamat tahun baru imlek 2567, kiranya kita senantiasa diberikan berkat yang melimpah, kesehatan yang sempurna dan kebahagian yang luar biasa. Amin. Lanjut…

Usia Mbah 87 tahun, bukan waktu yang sebentar beliau menikmati dan hidup dalam dunia ini. Usia yang cukup panjang diantara manusia sekarang, beliau termasuk orang yang sehat karena masih bisa mencapai umur 87 tahun. Walaupun di akhir masa hidupnya beliau, yang beberapa bulan ini memang sudah tidak lagi sehat dan bolak-balik dirawat dirumah sakit.

Mbah sudah ditinggal duluan oleh Mak (sebutkan istri mbah) lebih kurang enam tahun yang lalu. Beliau seorang pensiunan PU yang sangat dihormati. Banyak hal telah dilakukan oleh Mbah semasa hidupnya dan tentunya dengan Mak juga (karena Mak bidan yang sangat rendah hati). Dikarunia sembilan orang anak laki-laki dan perempuan membuat Mbah semakin kaya. (istilah orang batak yang saya kutip “anakkohi do hamoraon di au). Mulai dari PNS di PU, di RSUD, di BPBD, di Bapeda,di BKKBN, Dinas Pendidikan, Polisi, Sekuriti, Supir bahkan hanya dirumah saja ada. Sangat beragam. Tak hanya anak, keponakan yang dari jawa pun dipanggil dan diajak tinggal sampai disekolahkan di sini di Baturaja dan rata-rata mereka sukses.

[caption caption="Foto Pribadi"]

 

[/caption]Kembali pada saat dipanggilnya Mbah ke Rahmattullah.

Senin tengah malam kondisi Mbah menurun dan mulai tak sadarkan diri. Karena menurut cerita anak Mbah yang merawat beliau selama ini Mbah selalu batuk beda dengan yang beberapa saat ini koq tidak adalagi batuk. (Penulis teringat, jam sembilan malam masih ketemu anak Mbah. Kami saling menyapa “dari mana Na? Kata Si Ayuk.. Aku Menjawab “inilah lah ngutip sampah air gelas di depan”. Mau kemana Yuk, aku menyempatkan bertanya dan dijawab sambil lalu dengan sepeda motor yang dibonceng anaknya, “ke depan”. Ternyata penulis baru tahu bahwa si Ayuk ke depan itu membeli obat batuk di Apotek)

Si Ayuk panik, mulai memanggil adik, mas, mbakyu dan keponakan yang ada di depan dan samping rumah. Akhirnya mereka membawa Mbah ke Rumah sakit. Tetapi kondisi tekanan darahnya mulai menurun pelan-pelan dan naik dan turun lagi. Sampai akhirnya Mbah menghembuskan nafas tepat pukul 06.30 wib.

[caption caption="Foto Pribadi"]

[/caption]Ada cerita yang menarik bahkan lucu menurut penulis dibalik kepergian Mbah. Si Ayuk yang selalu merawat Mbah, malam itu tidak ikut ke rumah sakit, karena menurut sang Mas, jaga saja di rumah, persiapkan segala sesuatunya. Siapa tau terjadi apa-apa atau kami perlu apa-apa di rumah sakit. Si Ayuk nurut. Kami akan kabari.

Beberapa anak menunggu di rumah sakit. Lewat subuh ada anak Mbah yang pulang ke rumahnya, sampai di rumah tertidur dan pulas. Tiba-tiba pagi itu cucu Mbah mendengar pengumuman dari mesjid. Si cucu menyimak “Innalilahi wainnailahi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah Bapak Sairi Bin Kohar Umur 87 tahun alamat duka air gading dan bla..bla…. Tak ayal, si cucu membangunkan sang Ayah, “Yah. Mbah meninggal! Karena terkejut, si ayah marah “ku tabok ko nanti, yang benar2 ngomong” Itu Yah, pengumuman mesjid. Nama Mbah kan Sairi Bin Kohar?? Si ayah langsung bangun dan segera menyusul keluar. (Anak tahu orang tuanya meninggal karena pengumuman mesjid).

Si Ayuk lain cerita, pagi itu dia dipanggil tetangga dan sang tetangga mengakatakan, “yuk, siapkan kain”. Si Ayuk menjawab, “untuk apo, tadi lah kubawakan dirumah sakit”. Dijawab tetangga lagi, “untuk Mbah, Mbah sudah meninggal”. Terkejut, si Ayuk menjawab lagi, “aih, Yuk benar2 yuk, aku baru telepon mas, tak apo-apo.” Si tetangga merasa tidak enak, mengatakan, “Maaf Yuk, itu pesan tadi dari rumah sakit, daripada salah coba telepon lagi Mas” Lalu sesegera saat itu Si Ayuk menelepon Mas yang ada di rumah sakit dan jawaban dari si Mas membenarkannya. (Anak tahu orang tuanya meninggal dari tetangga yang menyuruh menyiapkan kain).

 

Pelajaran:

Itulah hal yang menarik dan nyaris lucu. Kematian itu tiada seorangpun yang kapan waktunya. Saat ini kita mungkin masih bisa bertemu, bertegur sapa, tertawa, cerita, menangis dan banyak hal yang masih bisa kita lakukan, tetapi kita tidak tahu bahwa maut/kematian itu setipis benang ada di depan kita. Kita harus menyiapkan diri kita untuk kembali kepadanya. Siap tidak siap kematian itu akan datang. Sedangkan orang yang ditinggalkan hanya tinggal berdoa, memperbaiki diri, mendekat diri kepada Sang Pencipta selama waktu masih ada. Stop menangis, stop berduka karena memang semuanya ada waktunya.

Penulis mendapat cerita pada saat melayat di rumah duka. Penulis juga menyampaikan turut sepenanggungan bersama keluarga besar yang ditinggalkan kiranya penghiburan yang dari Yang Kuasa menjadi bagian keluarga, kuat, tabah dan sabar. Amin

 

Salam ala Hanna

Baturaja, 11-02-2016

Tetangga baru yang empat bulan ini bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun