Mohon tunggu...
Roro Aninta
Roro Aninta Mohon Tunggu... Administrasi - Fungsional Perencana Pertama Kota Depok

Fungsional Perencana Pertama yang berdinas di Bappeda Kota Depok

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Air di Kota Depok

29 Agustus 2019   10:00 Diperbarui: 29 Agustus 2019   10:08 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4. Disain Lubang Biopori

Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim, secara umum kemarau terjadi antara bulan April--September dan musim hujan  antara Oktober--Maret.  

Saat ini, Kota Depok memasuki musim kemarau yang ditandai dengan berkurangnya ketersediaan air secara kuantitas, meski dikhawatirkan juga berkurang secara kualitas, apabila tidak disikapi dengan benar.

Hasil kajian pemetaan rawan air di Kota Depok di Tahun 2017 menyebutkan bahwa 20 Kelurahan terdeteksi dengan tingkat rawan air tinggi (merah), 16 Kelurahan dengan tingkat kerawanan sedang (kuning), dan 27 Kelurahan dengan rawan air rendah (hijau). Data ini menggambarkan tingkat kerawanan air di Kota Depok setelah adanya intervensi dari penyediaan air perpipaan melalui jaringan PDAM Tirta Asasta, yaitu dari 92% wilayah dengan tingkat rawan air tinggi menjadi hanya  31,75% wilayah saja. 

Selain intervensi dari jaringan perpipaan oleh PDAM, ketersediaan RTH juga mempengaruhi skor tingkat kerawanan air, yaitu di wilayah-wilayah dengan luas RTH yang cukup tinggi, tingkat kerawanan air signifikan lebih rendah.

Gambar 1. Peta Total Skor Akhir Kerawanan Dengan Melibatkan Jaringan PDAM
Sumber: Kajian Pemetaan Rawan Air, Bappeda 2017 

Berdasarkan kajian tersebut, peran PDAM sebagai penyedia air perpipaan memegang peranan penting dalam mengatasi kerawanan air di wilayah-wilayah yang terdeteksi memiliki kerawanan air tinggi, selain penyediaan layanan air bersih Non perpipaan yang di tahun 2018 mencapai cakupan layanan sebesar 0,33%.

PDAM Tirta Asasta sebagai penyedia layanan air bersih perpipaan  di Tahun 2018 memiliki cakupan pelayanan sebesar 18.15%   dengan 3 unit IPA (Instalasi Pengolahan Air bersih), yaitu IPA Legong dan IPA Citayam dengan sumber air baku dari Sungai Ciliwung, serta IPA Duren Mekar dengan sumber air baku dari Sungai Kali Angke, dimana  secara total mampu mensuplai air bersih 600 liter/detik dan mampu memenuhi 46.399 Sambungan rumah.  

Ditargetkan di tahun 2021 PDAM Kota Depok mampu mencapai cakupan pelayanan 37%. (Sumber: Perda Nomer 21 Tahun 2017 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menangah Daerah Kota Depok Tahun 2016-2021).

Kota Depok saat musim penghujan memiliki curah hujan yang cukup tinggi namun relatif sama di semua wilayah, yaitu dengan rata -- rata curah hujan sebesar 327 mm/tahun. Jumlah hari hujan cukup tinggi sepanjang tahun yaitu 222 hari/tahun.  

Kombinasi antara curah hujan yang tinggi dengan periode hujan yang cukup  panjang  berdampak pada volume run off yang cukup signifikan pada musim  penghujan.  Hal tersebut sudah seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam mendisain solusi yang terbaik  menyikapi adanya ketimpangan antara ketersediaan air yang tinggi di musim penghujan dengan kuantitas air di musim kemarau, demi menjamin tersedianya air sepanjang tahun di Kota Depok.

Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Bappeda Kota  Depok, Drs. Dody Setiawan, M.Si menyampaikan, bahwa Kota Depok secara topografi berada pada cekungan, sehingga terdapat banyak tempat penampungan air alami,  seperti Situ, Embung, Sungai, dan Danau . Hal tersebut dapat menjadi media penampungan air hujan alami sebagai salah satu solusi dalam mengatasi ketimpangan antara ketersediaan air di musim penghujan dengan musim kemarau, yaitu memaksimalkan penyerapan di Hulu untuk menjamin ketersediaan di hilir saat kemarau. Selain itu, dapat pula dengan membangun sumur-sumur imbuhan dan memastikan RTH Publik dan Privat terpenuhi dalam memastikan kelestarian air tanah.

Sumber air bersih di Kota Depok  diperoleh melalui ketersediaan air permukaan dan air dalam. Untuk penyediaan air permukaan, dalam rangka optimalisasi penyerapan volume run off saat musim penghujan secara alami adalah dengan memaksimalkan keberadaan Situ yang saat ini berjumlah 23 Situ di Kota Depok. Pendangkalan akibat sendimentasi dan perubahan guna lahan menjadi penyebab berkurangnya luasan 

Situ-situ di Kota Depok. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Kota telah melaksanakan berbagai kegiatan normalisasi, pengerukan, dan penataan situ, kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penampungan volume air limpasan (run-off) untuk menjamin ketersediaan air di musim kemarau. 

Langkah lain adalah dengan membangun sumur-sumur resapan dangkal/dalam (imbuhan) yang pada prinsipnya adalah mengalirkan debit air dari air limpasan saat hujan ke penampungan dan memastikan volume ketersediaannya di musim kemarau. 

Pemerintah Kota Depok hingga 2018 telah membangun 7 titik sumur imbuhan, dengan target 2 titik per tahun sesuai RPJMD  2016-2021, hingga mencapai 13 sumur imbuhan di tahun 2021. Pihak swasta dilaporkan telah membangun 8 titik, kedepannya diharapkan peran sektor swasta dapat didorong dengan penyusunan kebijakan yang sesuai, sebagai kontribusi dalam pelestarian lingkungan.

Gambar 2. Disain Sumur Imbuhan Skala Kawasan
Gambar 2. Disain Sumur Imbuhan Skala Kawasan

Bagi warga Kota Depok,  Kota dengan 50 titik banjir (Masterplan Drainase, Bappeda, 2017), volume runoff yang tinggi di musim hujan dapat menjadi sumber genangan air dengan tinggi lebih dari 30 cm dan tidak surut dalam 2 jam, yaitu di tahun 2017 mencapai total luasan wilayah banjir sebesar 154.4 Ha.  

Situasi ini meski telah tertangani oleh Pemerintah Kota dibawah Dinas PUPR Kota Depok sebesar 81.78% di tahun 2018, dikhawatirkan dengan pembangunan tutupan solid yang terus menerus tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ketersediaan serapan lahan, dangkalnya sumur dan situ-situ, dapat menimbulkan titik-titik banjir baru. 

Hal ini dapat dicegah dengan mulai membangun sumur-sumur resapan di skala rumahtangga, membangun penampungan-penampungan air di rumah-rumah dan mengalirkan air-air bersih ke lingkungan. Hal tersebut diharapkan, volume runoff dapat dimanfaatkan untuk keberlanjutan ketersediaan air bila dibutuhkan di musim kemaarau.

Disain pembangunan sumur resapan skala rumah tangga dapat dibuat secara sederhana, dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh, seperti pada gambar dibawah ini. 

Gambar 3. Disain Sumur Resapan Skala Rumah Tangga 
Gambar 3. Disain Sumur Resapan Skala Rumah Tangga 

Saat ini masyarakat Kota Depok membutuhkan pengeboran sumur sampai ke  kedalaman maksimal 25 meter untuk mendapatkan air bersih. Fenomena ini  dikhawatirkan akan memburuk seiring berkurangnya ketersediaan air dalam.  

Langkah lain dalam menjamin kelestarian air dalam adalah dengan memperbesar luasan tutupan vegetasi, dimana ketersediaannya di perkotaan adalah dengan pembangunan dan penataan ruang terbuka hijau (RTH). 

Hal ini sesuai dengan arahan Undang-undang Nomer 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Kabupaten/Kota wajib menyediaan RTH Publik 20%  dan RTH Privat 10% dari luas wilayah. Hingga 2018, Kota Depok telah mampu menyediakan 10.98% RTH Publik. Masalah kepemilikan lahan dan harga tanah di Kota Depok yang yang melambung tinggi menjadi penyebab utama sulitnya Kota ini memenuhi 20% kewajibannya atas RTH Publik.

Bentuk lain dari RTH adalah RTH Privat atau ruang terbuka hijau milik pribadi yang pemenuhannya menjadi kewajiban setiap warga Kota Depok, RTH privat dapat berupa taman pribadi atau kebun milik pribadi. Bagaimana dengan fenomena yang terjadi di Kota Depok, dimana luasan lahan kosong  menjadi langka, karena harga tanah yang tinggi, dan kebutuhan ruang bagi tempat tinggal menjadi prioritas utama? 

Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan penyerapan air, meski di luasan yang terbatas, setidaknya tidak membuang percuma volume runoff yang dapat menjadi potensi genangan. salahsatunya adalah dengan membuat lubang biopori di skala rumahtangga, disamping mengelola sampah organik, lubang biopori menggemburkan tanah, meningkatkan kemampuan tanah menyerap air. Dan tentu saja, tidak sulit membangunnya, seperti disain lubang biopori dibawah ini.

Gambar 4. Disain Lubang Biopori
Gambar 4. Disain Lubang Biopori

ang terpenting adalah bagaimana meniatkan melakukan hal baik untuk  lingkungan, dan dimulai dari rumah kita. 

Bukan mustahil, gerakan yang  sederhana ini dapat membawa perubahan besar bagi wajah Kota Depok, dengan warganya yang bersinergi sempurna dengan Pemerintah, membangun, menjaga, menjamin keberlanjutannya hingga anak cucu nanti. Sulit? yang jelas, bukan proyek setahun dua tahun, bukan usaha sehari dua hari.

Jadi, dimulai dari rumah kita, dari diri sendiri, dan saat ini. Tentu saja untuk Depok yang lebih baik, yang  lebih.......membahagiakan ^_^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun