Mohon tunggu...
Nino Zulfikar
Nino Zulfikar Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Berpikir itu seksi. Seni, puncaknya. Kawan2 bisa langsung ke sarang saya: http://ninozulfikar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Praduga yang Bersalah

23 Agustus 2015   18:45 Diperbarui: 23 Agustus 2015   18:57 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber gambar : api.ning.com

sumber gambar : dokumen pribadi

 

Semalaman suntuk saya kesulitan untuk mengakses akun Kompasiana saya. Selesai loading, page yang terbuka hanya seperti gambar di atas. Tidak ada daftar artikel saya, bahkan halaman depan Kompasiana juga kosong. Setelah saya cek, semua menu di web itu juga kosong. Kerangkanya ada, isinya raib. Tidak seperti biasanya.

Mungkin laptop saya yang error atau sinyal lemah sehingga gagal mejalankan java, saya juga tidak paham. Saya buka expert di bidang ini. Saya menutup browser dan membukanya ulang. Masuk ke Kompasiana lagi, masih sama. Teringat-ingat teman-teman yang jago IT, kalau sudah kasus rumit, seperti penyakit yang belum ditemukan ramuan penangkalnya, restart solusinya.

Dua kali restrart, belum ada tanda-tanda ada perubahan. Sosok dalam hati saya membisikkan, “kamu kualat mengeritik pemerintah.” Terakhir kali posting, saya, untuk pertama kalinya berani menulis sesuatu yang bagi saya kontroversial di ruang publik seramai Kompasiana. Mengeritik pemerintah pula. (http://www.kompasiana.com/ninozoelfikar/pertamini-ilegal-harusnya-pemerintah-malu_55d75e5e367b619f0b1e2381)

Saya terbiasa menarik perhatian lingkungan dengan kejutan, kekaguman, kebahagiaan dari sebuah karya. Karena menurutku itulah seni membuat seni. Sehinnga ada semacam ketakutan membuat sesuatu yang berpotensi mengundang serangan orang-orang. Lagi pula sejak kecil ibu mengajarkan saya, adalah sebuah dosa menyalahkan orang yang lebih tua. Ikuti saja, mereka lebih paham. Kalau tidak, Tuhan bisa marah. Bukan Tuhan yang di Banyuwangi, Tuhan di langit ke tujuh.

Sosok dalam kepala saya itu berwujud mirip persis dengan saya. Tapi pakaiannya serba hitam; auranya mencekam. Sosok ini selalu memperingatkan akan potensi bahaya. Kerjanya menakut-nakutiku tiap menemukan atau melakukan sesuatu yang asing. Dia juga yang membuat was-was dengan pertanyaan-pertanyaan ajaib tetang hal buruk yang memungkinkan bisa terjadi. Saya menamainya: Praduga.   

Pendapat lain Praduga, “atau jangan-jangan tim cyber pemerintah sudah membaca artikel itu dan meretas Kompasiana untuk membuat saya tidak bisa bahkan sekedar membuat artikel sebagai hukuman telah mengeritik pemerintah.”

“Tapi banyak orang yang lebih vokal, kok. Komika-komika aja sering jadiin mereka materi.” Bantahku membelah diri.

“Atau memang kamu telah tanpa sengaja membuat admin Kompasiana tersinggung?” Sambung Praduga menakuti.

“Saya tidak pernah menulis menyerang admin. Lagian mereka kan tidak baper, buktinya banyak tulisan yang menyudutkan, tapi jadi highlight  juga.” Saya berusaha agar tidak diintimidasi makhluk aneh ini.

Tiap jam setelah itu, saya mencoba resrtart laptop lagi; Buka browser lagi; Masuk ke Kompasiana lagi. Hasilnya sama saja. Sosok lain muncul di kepalaku, kembaran Praduga, tapi auranya terang, pakainnya serba putih, kadang-kadang punya sayap dengan cahaya terang dibelakangnya. Entah siapa dia. Tapi kalau dia sudah muncul, perasaanku melambung, harapanku tumbuh, ada semacam energi baru merasuk ke raga. Biasanya sosok ini yang membawakan ide untukku.  “Mungkin Kompasiana lagi maintenance.” Sosok putih itu menyambar perckapan. Kedengaran cukup masuk akal.

Sepengetahuanku, fasilitas umum memang selalu diperbaiki ketika volume pengguna paling rendah. Kalau benar sedang diperbaiki, paling tidak besok pagi-pagi sekali sudah normal kembali. Adzan berkumandang.

***

Saya terbangun jam 9 pagi tadi. Setelah beres mengumpulkan nyawa yang masih bertebaran di awang-awang, saya langsung online. Masih penasaran dengan maintenance Kompasiana. Hasilnya? Masih kosong seperti semalam, tidak ada yang berubah. Praduga menghujaniku dengan kalimat-kalimat mengerikan. Tapi sosok putih itu masih berkeras kalau itu adalah perbaikan sistem.

Mereka berdebat hebat, saya menyaksikan saja. Bukan urusan saya. Saya tidak pernah memihak salah satu dari mereka, karena mereka berdua pernah salah dengan sudut pandang mereka. Mereka sama-sama sudah saya masukkan dalam catatan merah orang-orang yang tidak bisa dipercaya.

Disela-sela debat kusir yang bising di kepalaku itu, muncullah sosok yang sebenanrya sejak semalam kutunggu-tunggu hadirnya. Penampakannya tidak beda dengan dua sosok sebelumnya. Tapi dia terlihat lebih cool dan cerdas. Penampilannya layaknya manusia ketimbang karakter imajiner seperti dua temannya itu. Saya belum pernah berpikir untuk menamainya juga.

Praduga dan sosok putih seketika terdiam. Sosok cool yang wataknya seperti gabungan Shinichi dan Itachi itu mulai menjabarkan pikirannya.

“Ini zaman demokrasi, semua orang boleh berpendapat asal punya dasar juga bertujuan jelas dan baik. Pemerintah butuh kritik untuk memperluas sudut pandangnya dalam upaya menyejahterakan rakyat”

Saya setuju dengan dia.

“Dan... kalau benar manintenance, paling tidak akan diberitahu lewat email atau pengumuman di web.”

Masuk akal juga.

“Kalau sudah direstart beberapa kali tapi masih belum berubah, berarti laptopnya tidak masalah. Kalau masalah jaringan, masalahnya harusnya sudah selesai subuh tadi.”

Betul sekali.

“Karena semuanya mempunyai alibi, berarti tinggal satu unsur yang kemungkinan bermasalah...”

Browsernya! Bayangan mereka tiba-tiba hilang di kepalaku. Saya yang menggunakan Google Chrome langsung menuju menu option di bagian kanan atas layar (dibawah simbol “x” close). Kemudian ke Tools (di Chrome Bhs. Indonesia = Peralatan lainnya), dan cari sesuatu yang bisa menghapus data penjelahajan. Centang sesuai yang diperlukan, atau biar tidak ribet pilih-pilih, semuanya saja. Untuk jangka waktu penghapusan, ingat-ingat kembali kapan terkair kali kita mengakses Kompasiana dengan normal. Kemudian klik OK. Loading sebentar. Dan... taaraaaaaaa!!! Akhirnya Kompasianaku kembali normal.

Kasus selesai dan saya memanggil tiga sosok tadi untuk disidang: siapa yang memberi pendapat menyesatkan? Semua mata menuju pada Praduga. Saya kesal sering dibodohi Si tengik ini. Dia hanya lempar senyum ala cabe-cabean kena tilang. Btw, akhirnya bisa posting artikel lagi. :D

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun