Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus Ahok "Blessing in Disguise" dalam Drama Politik SBY, Firza Husein, dan Rizieq FPI

7 Februari 2017   11:15 Diperbarui: 7 Februari 2017   11:30 12384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persidangan Ahok memasuki sidang ke-9 hari ini. Kasus Ahok yang sejak awal ditengarai untuk berbagai kepentingan politik. SBY – dan anaknya si Agus –, Firza Husein yang berupaya makar, dan FPI yang anti  Ahok. Kasus Ahok yang ditunggagi gerakan Rizieq FPI yang dianggap blessing in disguise oleh SBY pun semakin hari semakin menguap. Panik rancangan drama politiknya menemui kegagalan, maka drama politik melankolis dipraktikkan oleh SBY: curhat via Twitter. Kondisi ini semakin diperparah karena salah satu kaki-tangan pendana tersangka makar Firza Husein tersangkut kasus pornografi dan UU ITE, yang melibatkan pentolan Rizieq FPI.

Mari kita telaah drama politik yang menunggangi kasus Ahok dan menertawai kegagalan SBY menunggangi kasus Ahok dengan memanfaatkan sentiment Ahok dengan harapan mendepak Ahok dari persaingan DKI 1 dengan gembira ria riang senang bahagia koprol jungkir balik menari menyanyi selamanya senantiasa.

SBY yang menyadari Agus tak layak dijual di Pilkada DKI panik luar biasa. Persidangan Ahok yang dianggap sebagai alat untuk menenggelamkan Ahok gagal total diraih. Popularitas Ahok pun tak hancur meski persidangan kasus Ahok menapaki sidang ke-9. Sementara Agus pun gagal dikerek oleh kasus sidang Ahok. Justru anomaly terjadi ketika Anies Baswedan mendapat dukungan FPI – maka rancangan SBY untuk mendulang dukungan FPI gagal total. Bingung pusing tujuh keliling.

Dari sidang Ahok, semakin terkuak peran SBY yang selalu berkoar-koar penegakan hukum tapi gagal menuntut dan takut serta ngumpet di ketiak FPI ketika Rizieq menjadi tersangka. SBY tak berani berteriak seperti Panglima TNI-Polri dan Presiden Jokowi yang tegas memberangus perbuatan makar. Pun SBY gagal ketika Rizieq FPI menjadi tersangka penistaan Pancasila. SBY tidak berteriak-teriak seperti ketika kasus Ahok. Penakut dan oportunis.

Dari kasus itu, klop sudah rangkaian peristiwa membuka mata publik DKI terkait Pilkada DKI yang melibatkan rancangan kemenangan ala SBY dengan kasus Ahok hendak dijadikan political suicide bagi Ahok. Agus pun dipastikan akan keok dan akan menjadi pengurus partai Demokrat seperti Ibas selapas Pilkada DKI: atau pengangguran.

Menyadari upaya zig-zag SBY (1) gagal memanfaatkan sentimen SARA dengan kasus Ahok, (2) tunggangan FPI diserobot oleh Anies yang mendapat dukungan FPI, (3) popularitas Agus di titik nadir dan buncit, (4) Ahok tetap memimpin survei dan gagal dijatuhkan, (5) demonstrasi menentang Ahok semakin menyurut, (6) dan rakyat tahu maksud SBY berteriak-teriak dengan Twitter, dll yang menunjukkan rasa frustasi, maka satu-satunya jalan ya menciptakan diri menjadi seolah didzolimi sebagai drama politik.

Dengan menyebut dirinya disadap – yang dibantah oleh BIN, Polri, dan Istana – yang menyebut tidak ada gunanya menyadap telepon SBY. Lalu didemo oleh mahasiswa di rumahnya – Polri minta SBY lapor. Sebelumnya begitu kasus Ahok hendak dilebarkan menjadi konflik Ahok versus NU – SBY memanfaatkan informasi telepon dengan Ma’ruf Amin sebagai alat picuan untuk memerlebar isu menjadi meluas. Jenderal Luhut Pandjaitan, Kapolda Metro Jaya sigap meredam dengan mendatangi kediaman Ma’ruf Amin. Ahok pun menyampaikan permintaan maaf kepada Ma’ruf Amin, permaaafan yang diterima – dan publik pun teredam dan isu diredam.

SBY yang tahu si Agus akan gagal total di Pilkada DKI sementara Ahok tidak juga nyungsep elektabilitanya, SBY pun melancarkan berbagai cuitan Twitter yang menunjukkan (1) SBY patut dikasihani, (2) SBY lemah dan tak berdaya, (3) SBY takut rumahnya digerudug massa – walaupun sudah dijaga Paspampres 26 jam dalam sehari khusus buat SBY, (4) demo-demo FPI melorot dan tidak menarik massa lagi.

Jurus merasa didzolimi adalah SBY merengek bertemu dengan Presiden Jokowi. SBY melontarkan tuduhan sumir dengan menyebut ada 3 orang di ring 1 yang menghalanginya. Padahal yang menyarankan Presiden Jokowi bertemu dengan SBY adalah Ki Sabdopanditoratu, ha ha ha. Jawaban Istana yang menyebut SBY bisa mengajukan permintaan bertemu Presiden Jokowi melalui Sekretariat Kepresidenan. Yang menjadi masalah adalah Presiden Jokowi tak punya kepentingan apa pun untuk bertemu dengan SBY dan dianggap tidak berguna sama sekali buat bangsa dan negara Indonesia.

Pun juga serangkaian tindakan intelejen, Polri-TNI, dalam menangani keamanan dan ketertiban umum membuat SBY kecut. Demo 212 dan sebelumnya, bahkan menjadi alat untuk penangkapan berbagai gerakan perongrong dan pengacau seperti makar oleh Bintang Pamungkas, nenek Sarumpaet, Firza Husein, dan juga Rizieq FPI yang dikenai pasal penistaan Pancasila. Firza Husein pun yang berniat kabur untuk menghindari pemeriksaan kasus makar – dan pornografi – berhasil ditangkap Polri.

Tentu SBY, Rizieq FPI, dan Firza Husein menggunakan idiom sama: antara didzolimi, fitnah atau pemelasan. SBY merasa dirinya tak berdaya untuk tujuan agar Agus naik jadi DKI 1 – taktik drama melankolis yang berhasil di 2004 dan 2008. Firza Husein dan Rizieq FPI menggunakan idiom: fitnah, fitnah, fitnah untuk membela diri. Untuk kasus penistaan Pancasila yang Rizieq jadi tersangka. Sebangun dengan Rizieq FPI, Firza Husein pun menyebutnya sebagai fitnah. Namun bukti-bukti digital forensic menunjukkan 100% foto-foto itu asli dan tidak ada rekayasa digital sama sekali.

Menyadari ulah dan gerakan SBY untuk Agus gagal total – karena publik sudah tahu drama melankolis penuh memelas SBY – maka SBY pun kebingungan mencari alat untuk menyerang siapa pun yang dianggap tidak menguntungkan buat dirinya. Salah satu sasaran adalah Presiden Jokowi yang dimintai pertanggungjawaban soal (1) penyadapan – yang tidak ada, (2) digerudug massa, (3) ciutan memelas lainnya yang tak berguna bagi bangsa dan negara.

Maka (1) peta dan kekuatan politik yang sudah berubah – dan pengendalian massa oleh TNI-Polri, (2) penegakan hukum terhadap pelaku tersangka makar, penistaan Pancasilan oleh Rizieq FPI dan beberapa kasus lainnya yang membelitnya. Juga kasus pornografi dan penggaran UU ITE oleh Firza Husein dan yang menyebutkan percakapan yang diduga dilakukan oleh Firza Husein dan Rizieq FPI, serta (3) dukungan publik terhadap kasus Ahok yang sudah melempem karena kesadaran akan perilaku Rizieq FPI yang takut diperiksa di Polda Jabar, membuat SBY dkk semakin kehilangan akal.

Dan dapat dipastikan mayoritas publik DKI Jakarta tidak akan mau memilih Agus karena tahu sikap SBY yang melodrama. Pun publik semakin tahu posisi politik Ahok dan kasus Ahok adalah kasus politik dan politisasi bukan kasus lainnya. Oleh karenanya elektabilitas Ahok semakin membaik dan tetap memimpin. Publik DKI pun mayoritas tak akan memilih Anies karena Anies didukung oleh FPI. Mayoritas warga DKI Jakarta bukanlah pendukung FPI atau pun partai agama PKS. Partai-partai nasionalis PDIP, Golkar, NasDem, Gerindra lebih memiliki pendukung disbanding mereka.

Jadi upaya SBY yang memainkan politik zig-zag dengan melodramanya gagal total. Termasuk upaya menarik dukungan dengan memanfaatkan gerakan FPI juga gagal total mendukung Agus – dengan teriakan untuk menyingkirkan Ahok oleh SBY. Publik kali ini akan menghukum SBY secara politik dengan warga DKI mencampakkan Agus dari pemilihan dengan cara tidak dipillih. Warga DKI cerdas dan dipastikan Ahok akan memenangi persaingan dua putaran dengan lawan Anies. Anies akan tersingkir seperti Fauzi Bowo disingkirkan oleh Jokowi-Ahok. Dan upaya SBY pun gagal total dan tinggal gigit jari. Dan bonus untuk kasus Ahok yang sejatinya akan disetir sebagai blessing in disguise yang menguntungkan SBY dengan Agusnya justru semakin membukakan mata publik siapa sesungguhnya manusia bernama SBY yang rakus dan ambisius dalam kekuasaan.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun