Kaitan permainan politik-hukum tingkat tinggi rezim SBY seperti E-KTP, Hambalang, Century, dan kasus yang akan dibuka kembali Antasari Azhar dengan hakim Cyrus pun akan menjadi alat bargaining position bagi Presiden Jokowi. SBY yang belakangan sedang merasa euphoria akibat merasa berhasil menggiring kasus Ahok dengan teriakan nggak karuan yang menimbulkan keguncangan politik.
SBY pun kecele karena rakyat tahu pasti arah omongan SBY adalah untuk kepentingan Agus, yang lagi-lagi akan menjadi pengangguran setelah keluar dari TNI. Nyatanya teriakan SBY menjadi alat bagi FPI dan MUI yang kredibilitasnya dipertanyakan untuk menggerakkan massa dengan tuduhan sumir kasus penistaan agama.
Kini, masyarakat semakin tahu kaitan antara kepentingan politik di MK (yang pro koruptor) dengan para koruptor yang jelas membiayai segala syarat untuk memenangi perkara, seperti kasus daging dan pertanian yang melibatkan pengimpor daging Basuki Hariman yang dekat dengan kalangan politikus.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi terus mendorong KPK untuk merangsek dan memreteli para pejabat di BUMN, seperti Emirsyah Satar, dll. yang korup yang diangkat oleh rezim lama. Ketentuan untuk mengganti pejabat BUMN telah lewat berdasarkan UU untuk 2 tahun dan kini saatnya para pejabat yang disinyalir korup diganti sebelum menghambat kinerja BUMN.
Penggantian Komisaris Utama BUMN perlu dilakukan untuk memutus para pejabat yang loyal kepada SBY, namun menyalahgunakan wewenang. Hal ini perlu dilakukan agar ada penyegaran sebelum mereka bertindak seperti Patrialis Akbar yang mencoreng MK dan menghancurkan upaya pemberantasan korupsi. Lembaga MK benar-benar perlu direformasi dan diisi oleh manusia berintegritas seperti Jimly Asshiddique dan Mahfud MD.
Maka kaitan antara benteng hukum yang dipasang di lembaga MK – yang menolak UU MD 3 – karena Patrialis Akbar politikus di pihak Merah Putih, membuat keadilan timpang. MK menuruti nafsu politik politkus dan tidak mengedepankan keadilan.
MK zaman Jimly Asshiddique dan Mahfud MD saja yang dianggap memiliki kredibilitas tinggi dengan keputusan benar. MK zaman Hamdan Zulva sedikit kredibel karena afiliasi Hamdan Zulva ke partai Yusril. Kini dengan Arief Hidayat selalu keputusannya mencengangkan bertolak belakang dengan perasaan keadilan umum – seperti kasus pra-peradilan dan kasus ‘potential loss’ yang melapangkan koruptor kabur.
Dengan ditangkapnya Patrialis Akbar, maka MK membuktikan diri diisi oleh manusia korup yang mengedepankan kemungkaran di atas kebenaran dan keadilan. Presiden Jokowi tetap akan memberangus para pejabat korup dengan institusi KPK dan Polri serta BIN untuk memetakan potensi perusakan negara dan bermainnya pengkhianat negara melalui lembaga Negara yang disusupi oleh para koruptor.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H