Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok, Eforia Radikalisme dan Strategi Presiden Jokowi Hadapi Koruptor, Teroris, dan Bandar Narkoba

29 Desember 2016   08:43 Diperbarui: 29 Desember 2016   15:38 4202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla I Dokumen Ninoy N Karundeng motret sendiri lho

Sidang Ahok tetap menjadi perhatian sentral politik Indonesia saat ini. Pun gempita sesaat alias euphoria radikalisme tengah melanda sebagian kecil masyarakat sejak kasus Ahok muncul. Gelombang penyebaran informasi radikalisme merebak dan dimanfaatkan oleh banyak pihak secara politis untuk bergerak. Politisasi dan radikalisme diarahkan oleh berbagai pihak lewat media sosial secara masif. Sinergi koruptor, teroris, dan bandar narkoba pun diwaspadai karena memanfaatkan momentum.

Mari kita telaah euphoria radikalisme dan strategi Presiden Jokowi dalam menghadapi berbahayanya sinergi antara koruptot, teroris, dan bandar narkoba dengan hati gembira ria riang senang bahagia menari menyanyi berdansa suka-cita menertawai euphoria radikalisme yang digalang oleh para koruptor, teroris, dan begundal politik selamanya senantiasa.

Secara blatant koruptor, teroris dan bandar narkoba memanfaatkan keadaan – dengan politikus memandang situasi tersebut sebagai peluang untuk destabilisasi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla. Maka secara bersama dan terpisah para pemanfaat keadaan memanfaatkan momentum kisruh kasus Ahok sebagai starting point perlawanan terhadap pemerintah dan juga program kerja Presiden Jokowi.

Sejak Buni Yani memosting pidato Ahok, plus fatwa MUI yang ditangkap dengan cepat Rizieq FPI – juga teriakan SBY di Youtube terkait kasus Ahok yang menginginkan Ahok segera diproses, yang maksud sesungguhnya SBY adalah memuluskan anaknya yang sedang maju Pilgub DKI,  maka meluncur deras euphoria pemaksaan kehendak dan tekanan berupa demo, ujaran kebencian, dan aneka tindakan intoleransi di Indonesia.

Media sosial pun menjadi alat ampuh untuk penyebaran berbagai isu negatif menjurus pada upaya (1) pelemahan legitimasi terhadap pencapaian pemerintahan Presiden Jokowi, (2) upaya mendongkel pemerintahan yang sah  dengan upaya makar, (3) memanfaatkan keadaan untuk gerakan radikal dan teror, dan (4) serangan balik bandar narkoba dan koruptor yang memanfaatkan kisruh politik dan sosial.

Poin pertama dilakukan oleh semua lawan politik dan koruptor untuk menghembuskan fitnah dan ujaran kebencian semakin menjadi seperti soal pencetakan uang yang mirip Yuan dan dikaitkan dengan hijab pahlawan Cut Meutia, lambang BI dipersoalkan.

Lalu tenaga kerja asal Tiongkok yang sebesar 225,000 orang digelembungkan secara tidak bertangggung jawab menjadi 10 juta tenaga kerja. Belum lagi isu tentang adanya pabrik yang mayoritas pekerjanya warga negara Tiongkok. Berbagai isu tak bertanggung jawab itu ditangani oleh BI maupun pihak terkait dengan tegas dan jelas.

Klop dengan berbagai isu tersebut, poin kedua dilakukanoleh begundal politikus apkiran dan barisan pecundang politik yang sakit hati untuk bergerak. Sri Bintang Pamungkas – yang bungkam tidak berani berkoar-koar lagi – serta Rachmawati yang berkelit-kelit kecut karena dituduh makar – memanfaatkan momentum euphoria radikalisme sebagai alat untuk bergerak melakukan perlawanan legal-illegal melawan pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.

Tuduhan makar terhadap berbagai orang tersebut akan dibuktikan untuk menunjukkan ketegasan dan kebenaran penanganan upaya makar para begundal politik seperti Sri Bintang Pamungkas – yang pada masa eyang saya Presiden Soeharto secara heroik berani melawan kekuasaan absolut pemerintahannya.

Tak hanya Sri Bintang dan para purnawirawan Jenderal, bahkan politikus cere semacam Ahmad Dhani pun menemui dan sedang diretas jalannya menuju bui karena ujaran dan tuduhan pelecehan dan penghinaan terhadap institusi kepresidenan Presiden Jokowi.

Kondisi keamanan semacam itu dimanfaatkan secara efektif oleh gerakan radikal di Indonesia yang anti terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Momentum itu dimanfaatkan untuk menyebarkan gerakan anti pluralisme dan keberagaman di Indonesia oleh berbagai kelompok.

Isu tentang ucapan Natal – yang setiap tahun digulirkan dan diulang-ulang – menemukan gaungnya kembali. Atribut kemeriahan Natal pun disoal dengan penuh kemenangan dan kebahagiaan dan merasa menang. Lalu persoalan tuhan dan keimanan serta akidah menjadi isu di kalangan masyarakat yang cenderung merusak persatuan dan kesatuan NKRI.

Lagi-lagi media sosial sebagai alat penyebaran informasi yang memberi jalan kepada radilalisme di Indonesia bergerak liar dengan menunggangi momentum kasus Ahok dan berbagai isu yang digoreng oleh teroris, koruptor, dan bandar narkoba – yang bersinergi untuk menjalankan aksi mereka merusak negara.

Terkait dengan berbagai isu tersebut, teroris bergerak cepat serasa mendapatkan durian runtuh. Maka berbagai rencana pemboman dilakukan pasca demo 212 dan 411 yang tampak begitu membahana – yang pada saat bersamaan menjadi alat bagi aparat keamanan dan ketahanan untuk melakukan pemetaan terorisme dan radikalisme di Indonesia.

Hasil pemetaan antara lain sejumlah 5 teroris ditembak mati dan puluhan teroris ditangkap sebelum aksi mereka berhasil dijalankan. Semua itu berawal dari pemetaan berbagai kegiatan yang berlangsung marathon. Plus berbagai kelompok radikal berhasil diidentifikasi dan dikenali untuk kepentingan keamanan dan pertahanan negara.

Berikutnya yang bermain mendanai kolaborasi kegilaan dilakukan antara lain oleh koruptor, dan bandar narkoba serta teroris. Freddy Budiman sang bandar narkoba pun membiayai serangan teroris bersama dengan Bahrun Naim. Para koruptor pun sama halnya dengan teroris ikut mendanai berbagai kegiatan terorisme lewat penyaluran dana yang luar biasa besar. Sebagai contoh Petral yang selama puluhan tahun merugikan Indonesia sebesar Rp 2,000 triliun menjadi dana segar bagi upaya destabilisasi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi.

Cara para koruptor bergerak secara cerdas lewat perlawanan legal, seperti yang dilakukan oleh Muhammad Sanusi – dengan uang hasil korupsinya ingin ikut dalam Pilgub DKI Jakarta. Maka serangan frontal dilakukan terhadap Ahok yang jelas merugikan begundal dan koruptor semacam Muhammad Sanusi. Ahok menyelamatkan dana APBD bernilai triliunan rupiah dari jarahan begundal dan koruptor lewat penelaahan administrasi APBD. Maka Ahok menjadi target permusuhan para koruptor.

Kini, bandar narkoba pun bergerak kembali – dengan menganggap terjadi kelengahan kareka kisruh politik dan keamanan terkait destabilisasi dan fokus aparat keamanan dan pertahanan yang tersita. Berbagai kegiatan penyelundupan dan perdagangan narkoba di lapas berjamuran tumbuh. Semuanya menganggapnya sebagai momentum karena penganggapan pemerintahan lemah.

Uraian tentang keempat hal tersebut menjadi sangat efektif karena kondisi keamanan dan destabilitas politik menguntungkan bagi para koruptor, politikus begundal, dan teroris  untuk bersinergi bergerak. Maka dengan memanfaatkan momentum itu, sesungguhnya pada saat bersamaan pemerintahan Presiden Jokowi memiliki strategi yang efektif untuk meredam radikalisme, pemaksaan kehendak, makar, terorisme, korupsi, dan peredaran narkoba.

Menghadapi berbagai tantangan di atas maka, pertama, Presiden Jokowi dengan aparat keamanan, TNI-Polri, BIN, dan unsur lainnya secara tegas menindak pelanggaran UU ITE yang secara tepat hadir dan menjadi alat untuk baik pemetaan maupun penindakan.

Kini isu delegitimasi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi tengah dilakukan dan akan segera penyebar isu akan ditangkapi. Bahkan sebelumnya, selain isu dan tindak kekerasan, kasus lain seperti kasus manusia lucu dan antic seperti Buni Yani, Abdul Rozak alias Abu Uwais penyebar isu rush money, juga kader partai agama PKS seperti Dwi Estiningsih, dan para pentolan lainnya pun telah dan akan diproses dengan tegas.

Termasuk di dalamnya para tertuduh makar sebagian akan dibuktikan dan pasti dihukum sebagai upaya pencegahan dan ketegasan sikap pemerintahan Presiden Jokowi yang tidak menoleransi dan tidak melakukan pembiaran akan radikalisme dan terorisme serta upaya makar yang ditunggangi oleh koruptor dan teroris di Indonesia – serta simpatisan perusak keberagaman NKRI.

Kedua, tentang radikalisme dan terorisme, upaya pemetaan dan identifikasi pasca gelombang euphoria tetap berlangsung dan kewaspadaan tingkat tinggi pun dilakukan. Selain itu upaya preventif melawan radikalisme pun digalang oleh pemerintah dan aparat keamanan baik TNI maupun Polri dengan merapatkan sinergi dengan para kiai dan ulama NU – yang menjadi tulang punggung dan pemegang saham terbesar NKRI. Strategi Presiden Jokowi tetap menempatkan NU dan para kiai NU sebagai garda terdepan melawan terorisme yang terbukti efektif menggembosi gerakan radikal di Indonesia.

Upaya destabilisasi dan makar pun ditindak dengan tegas dan akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemerintahan Presiden Jokowi akan bertindak tegas menegakkan konstitusi NKRI dan melawan semua bentuk radikalisme dan tindakan makar.

Tentang hal makar ini pun Prabowo dan para politikus lawan pemerintahan Presiden Jokowi melakukan langkah wait-and-see yang menjadi penanda betapa seriusnya percobaan makar itu. Semua tiarap dan senyap karena bukti-bukti di kepolisian dan juga bungkamnya misalnya Sri Bintang dan tolakan tuduhan Rachmawati menunjukkan bukti kuat rancangan makar tersebut.

Ketiga, tentang terorisme yang memanfaatkan euphoria kesan kemenangan kelompok garis keras – yang sejatinya justru berhasil dipetakan dengan sempurna tentang siapa dan pentolan menjadi lebih benderang.

Presiden Jokowi memerintahkan aparat keamanan TNI-Polri bertindak tegas dan memberangus serta memargetkan Bahrun Naim menjadi salah satu target penting – selain sel-sel teroris di bergagai daerah yang bergerak bersamaan dengan euphoria kemenangan sesaat palsu gerakan radikalisme di Indonesia. Perapatan barisan dan pencegahan – dengan pemetaan yang lebih benderang – berhasil dan akan terus dilakukan untuk menangkapi dan membunuhi para teroris seperti menangkap ikan dalam keramba.

Keempat, memutus mata rantai kolaborasi antara koruptor, teroris, dan bandar narkoba. Untuk destabilisasi – yang menguntungkan koruptor, teroris, dan bandar narkoba – maka mereka berusaha bergerak bersinergi baik secara legal maupun illegal.  Koruptor semacam Muhammad Sanusi secara legal hendak menjadi calon gubernur DKI Jakarta – dengan uang hasil korupsi. Freddy Budiman sebagai bandar narkoba sebagai teroris membiayai teroris Thamrin bersama Bahrun Naim. Kolaborasi ketig unsur penjahat dan trondolo politikus semacam ini – di tengah euphoria kekerasan dan anti pluralisme dan keberagamaman NKRI – diwaspadai.

Untuk itu berbagai (1) politikus di DPR terindikasi korupsi diendus, (2) hukuman mati pengedar narkoba sebagai deterrent atau pencegah merebaknya terorisme, korupsi, dan peredaran narkoba akan dijalankan kembali.

Berbagai langkah tersebut sebagai upaya nyata menindak dan mencegah tindakan para perusuh negara sebelum mereka bertindak.

Jadi, dengan keempat langkah tersebut, maka euphoria kemenangan radikalisme di Indonesia hanya akan menjadi alat bagi pemetaan, dan bagai pisau bermata dua, akan semakin menguatkan dan sekaligus mencabik para pemercaya paham radikal pemaksa kehendak yang bertentangan dengan hukum di Indonesia baik politikus begundal, teroris, koruptor, maupun bandar narkoba.

Tentang tokoh dan para tokoh sentral gerakan radikalisme dan terorisme akan muncul saat tepat seperti kasus penindakan seperti pada masa lalu yang sangat tegas dan final. Tidak ada toleransi memecah belah bangsa Indonesia apalagi mengganti konstitusi UUD ’45 – meski saat ini euphoria tengah melanda. Strategi merangkul NU sebagai garda pemelihara dan stake-holders terbesar NKRI sangat tepat dan tak terkalahkan. Dan … rakyat mendukung.

Demikian the Operators dan Ki Sabdopanditorato.

Salam bahagia ala saya.

*) Catatan: Foto di atas motret sendiri  oleh Ninoy N Karundeng bukan hasil dari Mbah Google. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun