Wacana amandemen UUD 45 tentang salah satu syarat bahwa presiden dan wakil presiden Indonesia sebagai warga negara atau orang Indonesia asli menuai kontroversi. Perlu diluruskan pemahaman dan semangat dan roh UUD 45 yang dibuat oleh para pendiri negara sekaligus penyusun UUD 45. Wacana yang mengemuka di saat Ahok dan Anies Baswedan maju ke permukaan Pilgub DKI Jakarta 2017 patut dicermati.
Mari kita telaah sejarah tentang orang Indonesia asli dan warga negara asli Indonesia dalam wacana tentang persyaratan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dengan hati gembira riang ria senang bahagia suka-cita selamanya senantiasa sambil jungkir balik koprol lalu menari menyanyi menertawai sikap picik rasis sektarian kalangan tertentu seperti PPP yang sudah usang yang berlawanan dengan semangat plurasisme dan kemajemukan yang menjadi dasar terbentuknya Indonesia.
Pertama, sejarah bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang dibentuk secara politik kenegaraan oleh kebesaran jiwa Bung Karno. Bung Karno-lah yang menyadarkan bahwa ratusan bangsa yang berdiam di Indonesia perlu bersatu – dengan Sumpah Pemuda – sebagai trigger menuju terbentuknya kesatuan bangsa secara politik: bangsa Indonesia.
Bung Karno lewat berbagai orasinya menyatukan bangsa-bangsa besar Jawa, Sunda, Nias, Bali, Batak, Manado, Kei, Papua, Ambon, Banjar, Makassar, Melayu, Aceh, Madura, Dayak, Jambi, Minangkabau, Ternate, Bugis, Rote, Kupang, Timor, Banda, Moi, Ayamaru, Biak, dan sebagainya sebagai bangsa Indonesia.
‘Bangsa’ sebagai padanan ‘nation’ oleh Bung Karno hanya diperuntukkan bagi ‘Indonesian Nation’ alias Bangsa Indonesia. Bangsa Jawa dan bangsa-bangsa lain diturunkan menjadi sub-nation atau sub-ethnic alias suku bangsa – benar-benar kosa kata baru secara politik di dunia terkait bangsa yang didengungkan para pendiri bangsa Indonesia – dengan Yamin, Tan Malaka, dan tentu Bung Karno sebagai motor penggerak negara bangsa dengan model Kesatuan Republik Indonesia. Betapa cerdas mereka membangun kesadaran berbangsa lewat kata-kata dan kosa kata.
Sejak saat itu bangsa-bangsa besar yang mendiami wilayah yang dikenal sebagai Indonesia tersebut melebur menjadi suku-suku bangsa dengan ikatan satu tekad ikatan yakni satu bahasa, satu bangsa, satu tanah air: Indonesia.
Kedua, asal sejarah kelahiran bangsa Indonesia sebagai pendatang yang mendiami wilayah Nusantara dan Indonesia.
Sejarah keaslian orang Indonesia atau Nusantara terputus dengan musnahnya phitecantropus erectus alias manusia Jawa. Homo florensiensis pun telah musnah seperti saudara mereka yakni australophitecines di Australia. Jadi tak ada sisa keturunan orang asli 300,000 tahun lalu itu. Lalu dari mana orang Indonesia sekarang ini berasal?
Sejarah bangsa-bangsa di Indonesia tersebut di atas semuanya adalah pendatang. Gelombang pendatang terbesar yang membentuk seluruh kawasaan Asia Tenggara adalah bangsa-bangsa keturunan Yunan – dari Tiongkok bagian selatan; bukan Yunani Eropa sana.
Gelombang kedatangan orang-orang dari daratan Tiongkok ini ditemukan dalam peta gen hampir seluruh bangsa-bangsa di Indonesia. Gen dasar sebagaian besar orang Bugis, Melayu, Jawa, Sunda, Makassar, Aceh, Papua, Ternate dan sebagainya sama: berasal dari Yunan Tiongkok. Perbedaan cuaca dan percampuran perkawinan dengan pendatang berikutnya membuat perbedaan warna kulit setelah berevolusi selama ribuan tahun.
Mereka ini melahirkan keturunan orang Indonesia seperti Jokowi, saya, Sarundajang, Ani Yudhoyono, eyang saya Presiden Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan sebagainya.