Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

7 Partai Lawan Ahok, Megawati Ragu Tunjuk Risma

9 Agustus 2016   09:44 Diperbarui: 9 Agustus 2016   09:59 7036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cagub koruptor M. Sanusi dari Gerindra I Sumber Jurnalpolitik.com

Para faksi elitis PDIP dalam 7 partai melakukan maneuver untuk menekan Megawati mengambil keputusan menunjuk Risma. Sampai detik ini Megawati masih tetap diam sebagai lambang emas. Sementara elite PDIP mendorong 7 parpol untuk menantang Ahok.

Mari kita telaah kondisi politik yang menekan Presiden ke-5 Megawati terkait penunjukan si tukang kebun pembagi dana hibah Risma, perlawanan terhadap Ahok dan Presiden Jokowi yang baru saja melakukan konsolidasi politik dengan hati gembira ria riang senang suka-cita menari menyanyi menertawai keputusan oposisi elite PDIP dan Megawati selamanya senantiasa.

Megawati ragu menunjuk Risma atau Djarot untuk menghadapi Ahok. Keraguan Megawati disebabkan oleh faktor Presiden Jokowi dan sosok Ahok, selain adanya jebakan Batman dari para partai. Manuver para elite PDIP untuk memengaruhi Megawati pun dilakukan dengan deklarasi 7 parpol. Perlu dipahami bahwa maneuver apa pun dan mekanisme partai sekali pun tidak bermakna apa pun di depan Megawati.

Tentang mekanisme partai yang disebut para elite PDIP dengan melakukan penjaringan dan pendaftaran tidak berlaku untuk Megawati. Risma pun tidak mendaftar seperti Ahok. Jika Megawati memilih Risma pun mekanisme partai tak berguna dan tak berlaku. Hak prerogatif menghilangkan semua mekanisme partai.

Yang sangat menarik adalah implikasi 7 partai koalisi baru yang menunjukkan dinamika politik. Ekses masuknya Golkar ke dalam pemerintahan mulai terlihat. Emosi dan perasaan sebagai oposisi kembali menggeliat di dalam tubuh PDIP. Masuknya Golkar membuat PDIP mengurangi dukungan kepada Presiden Jokowi dan juga ke Ahok, sebagai kepanjangan tangan Presiden Jokowi.

Memang tabiat dan kelakuan PDIP selalu tak berubah. PDIP ketika menjadi partai pemenang pemilu saja malah tidak memerintah dan kembali ke habitat awal. Hal ini dibuktikan dengan tidak mengawal kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi sepert kasus pencalonan Kapolri, Presiden Jokowi diselamatkan secara politik oleh Prabowo.

Kini, publik tengah menunggu keputusan Megawati untuk mendorong Koalisi 7 Partai yang di kemudian hari jika berhasil akan digunakan untuk menjungkalkan Presiden Jokowi. Penalaran ala anak kecil muncul secara emosional: Presiden Jokowi sudah didukung Golkar, maka PDIP dengan nalurinya akan menjadi oposisi saja dengan menentang Presiden Jokowi. Pola pikir emosional seperti ini menghantui PDIP dengan Megawati sebagai Ketua Umum.

Kondisi mental Megawati yang tidak matang karena sudah sepuh, juga  karena komporan narapidana korupsi koruptor M. Taufik dan partai agama PKS, serta-merta PDIP berdiri menantang Ahok. Jadi keputusan Megawati menunjuk Risma hanya didasari oleh kepentingan emosional pribadi Megawati yang bernafsu menjadi oposisi lagi.

Dalam darah Megawati memang tidak bisa memerintah – yang bisa dilakukan hanyalah oposan, revolusioner. Ketika Megawati menjadi Presiden RI pun hanya mengedepankan satu hal: diam adalah emas. Itu dilakuan hanya untuk menutupi ketidakmampuan berkomunikasi dan memerintah Presiden Megawati.

Maka dihadapkan pada situasi seperti ini, terlebih lagi Megawati telah kehilangan mentor dan tameng politiknya – the Godfather Taufik Kiemas – Megawati hanya mengandalkan bisikan elite PDIP dan instinknya. Manuver gegap gempita penuh euphoria para pengurus parpol tingkat DKI Jakarta dengan dipimpin oleh Muhammad Taufik yang akan mengusung si culun politik Sandiaga Uno diharapkan memengaruhi sikap Megawati.

Tetap saja pertimbangan rasional Megawati seharusnya menguatkan Presiden Jokowi, dengan mendukung Ahok. Menunjuk si tukang kebun dan taman plus bagi-bagi dana hibah Risma, mengakibatkan 3 risiko politik tinggi.

Pertama, akibat buruk jika Risma memang, Jakarta akan menjadi home ground FPI yang didukung M. Taufik dan koruptor M. Sanusi menjadi lebih kuat – yang bertolak belakang dengan semangat PDIP tentang kebangsaan. Selain itu di bawah Risma yang lemah, Jakarta akan mengalami masa gelap dengan korupsi di DPRD akan marak tanpa adanya pembangunan. Hal ini jelas merugikan Jakarta. Pun hubungan dengan Presiden Jokowi – yang telah mendapatkan dukungan Golkar – akan mengalami evaluasi, karena Jakarta adalah etalase Indonesia.

Kedua, jika Risma kalah dan Ahok menang. Kondisi mental yang gagal move on ketika kalah Pilgub dan Pilpres akan semakin tinggi dan PDIP terjebak menjadi partai penguasa yang kalah. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi PDIP.

Ketiga, menang atau kalah Risma, PDIP akan terlempar menjadi partai oposisi dan dipastikan Megawati akan gagal mengawal pemerintahan Presiden Jokowi. Risiko berikutnya adalah pertaruhan Pileg 2019 dan Pilpres 2019 yang menjadi catatan bahwa PDIP gagal menjadi partai yang seharusnya memerintah. Rakyat akan menghukum PDIP seperti Pileg 2004. Rakyat mencatat setelah kemenangan telak 1999, PDIP gagal total memerintah.

Jadi, terlepas dari euphoria Koalisi Tujuh Partai untuk mengusung Risma, pertaruhan politik bagi PDIP kembali muncul. Dengan pertaruhan PDIP akan menuju dan menjadi partai oposisi bergabung dengan Gerindra dan partai agama PKS yang menjadi musuh abadi dan idelogis PDIP. Ha ha ha. Selamat datang si tukang taman dan tukang kebun plus bagi-bagi dana hibah Risma di Pilgub DKI 2017.

Salam bahagia ala saya.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun