Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perspektif Psikologi Politik: Jangan “Bantengi” Putri Fadli Zon dan Yusril

2 Juli 2016   12:37 Diperbarui: 2 Juli 2016   12:52 3753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putri Fadli Zon tak layak dibantengi – kata lema baru banteng untuk padanan bully. Sama halnya Yusril yang tak punya sikap juga jangan dibantengi. Dilihat dari perspektif psikologi politik dan kekuasaan, apa yang dilakukan oleh Putri Fadli Zon dan juga sikap plin-plan tanpa urat malu Yusril, adalah hal yang sangat wajar.  Reaksi publik yang membantengi anak perempuan paling cantik dunia akhirat - menurut saya - milik Fadli Zon dan reaksi media kuno, koran, dan media sosial terhadap Yusril adalah gambaran gap atau jurang pemisah antara keumuman publik dan sikap mental para politikus dari dua perspektif yang berbeda.

Mari kita telaah kasus pembantengan terhadap Putri Fadli Zon dan juga pembantengan terhadap Yusril Ihza Mahendra dan para politikus aneh, dengan menertawai perpektif politik dan kekuasaan mereka dengan menari menyanyi berdansa pesta-pora jungkir balik koprol selamanya senantiasa.

Publik melakukan pembantengan terhadap seseorang disebabkan oleh hanya karena alasan: tidak benar sesuai dengan norma (1) hukum, (2) agama, (3) adat, (4) etika dan estetika, (5) kebudayaan, dan (6) keumuman. Tanpa adanya pelanggaran terhadap salah satu dari enam hal di atas, niscaya pembantengan tak akan terjadi.

Publik secara umum adalah para manusia yang memegang kebenaran umum. Publik adalah penjaga pranata sosial dalam konteks hubungan manusia sebagai makhluk sosial. Maka seluruh peradaban dan kebudayaan manusia mengacu pada status: kemanusiaan secara universal.

Kemanusian universal ini memercayai dan melahirkan nilai-nilai sosial dalam suatu kelompok tertentu berdasarkan etnik, suku bangsa, bangsa, agama, wilayah, yang mengatur kepentingan bersama, kepentinngan sosial kemanusiaan universal. Kemanusiaan universal ini mengatur seluruh kepentingan kehidupan untuk menjalankan fungsi sosial seperti bekerja, beribadah, berpendapat, dan hidup secara adil proporsional.

Para orang yang menjadi korban pembantengan adalah selalu individu atau golongan yang melanggar keumuman dan kemanusiaan yang universal tersebut. Melihat sikap pembantengan terhadap anak perempuan Fadli Zon dan juga terhadap Yusril, pasti ada masalah yang dilanggar oleh anak perempuan Fadli Zon dan Yusrl. Publik menerapkan dan memercayai aturan sosial yang secara universal dipercayai.

Fadli Zon dan geng-nya di DPR termasuk Saiful Islam adalah para manusia yang melakukan abuse of power – menyalahgunakan kekuasaan. Hanya anak perempuan Fadli Zon saja bisa memerintahkan KBRI dan KJRI di AS untuk memberikan fasilitas bagi anak Fadli Zon.

Apaan anak Fadli Zon? Emang apa hebatnya anak Fadli Zon? Cuma anak perempuan paling cantik dunia akhirat, menurut saya, anak milik Fadli Zon kayak gitu saja dibantu oleh KBRI dan KJRI di AS, apa istimewanya? KBRI dan KJRI lebih baik membantu warga terlantar daripada membantu satu manusia anak politikus tak tahu malu seperti itu. Itu kegeraman publik yang makin marak menjadi bentuk lanjutan: pembantengan.

Demikian pula kepada Yusril. Sikap politik Yusril yang memusuhi Ahok seperti yang disampaikan juga oleh Lulung, M. Taufik – yang akan segera masuk ke bui lagi, setelah dua anggota DPRD DKI Jakarta – dan M. Sanusi yang sudah masuk bui, menimbulkan tanda tanya besar di pubik.

Apa prestasi Yusril: nol. Apa kontribusi Yusril bagi negara ini? Semuanya diarahkan untuk kepentingan pribadi dan partai. PBB sebagai partai dan Yusril sebagai individu berjuang di antara perbedaan yang tak umum. PBB memerjuangkan kembalinya 7 kata dalam Pembuakaan UUD Dasar 45 dan Pancasila dalam konsep Piagam Jakarta. Yusrillah dengan PBB-nya yang ingin agar Sila 1 Ketuhanan Yang Mahaesa ditambah dan menjadi ‘Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.’ Itu keluar dari keumuman hukum dan konstitusi bahwa Dasar Negara Pancasila yang pluralis akan digiring ke sektarianisme.

Yusril jadi menteri pun malah membantu pencairan uang Om Tommy Soeharto yang bahkan dipecat dari kursi menteri. Menjadi pengacara pun juga bersedia membela para koruptor dan kasus yang melawan keumuman, seperti kasus di MK membela kekalahan capres Prabowo. Pun, kini ketika Yusril melawan Ahok, makin tampak sikap politiknya, lagi-lagi menggunakan hukum seolah kekuasan bagi dirinya. Hukum bagi Yusril seolah senjata untuk memenangi kasus dan meraih popularitas. Namun, catatannya justru di bidang hukum Yusril ketika menjadi menteri tidak melakukan pembenahan apapun di bidang hukum. Nol besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun