Perlawanan secara ideologis terhadap ketidakadilan dan rezim korup baru berlangsung lagi dengan generasi baru: Presiden Jokowi. Presiden Jokowi sebagai outsider dari kalangan luar political establishment kalangan partai politik, berhasil masuk menjadi penguasa dan memerkenalkan ideology baru yakni: kerakyatan, bekerja untuk kesejahteraan rakyat.
Berbagai langkah perlawanan dan pembenahan mendapat tantangan bahkan upaya pemakzulan secara sistematis berhasil digagalkan sebelum embrio menjadi besar – berkat dukungan rakyat dan the Operators yang secara khusus bertindak dan melakukan pembelaan strategis dan kekuatan untuk Presiden Jokowi. Presiden Jokowi adalah lambang perlawanan idiologis terhadap rezim SBY yang tidak membangun apa-apa dan menjadi pengangguran 10 tahun. Maka Presiden Jokowi pun mendapat dukungan rakyat setelah melewati posisi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan posisi puncak: Presiden Republik Indonesia.
Ternyata, dalam sejarah, perlawanan ideologis yang didukung oleh rakyat juga berlaku sama dilakukan oleh Ken Arok yang menjadi pintu keturunan banyak raja di Nusantara kemudiaannya. Ken Arok, Bung Karno, Ali Sadikin, Ahok dan Jokowi melawan political establishment, atas nama dan untuk kepentingan rakyat, sehingga mendapatkan dukungan publik. Dan tentu sejak zaman Ken Arok sampai zaman modern ini, para politikus korup kelompok political establishment pun melakukan perlawanan balik.
Perlawanan balik para penantang Ahok  dari ideologi berseberangan jelas dari political establishment yang gerah melihat sifat kerakyatan Ahok: ideologi kerakyatan. Yusril Ihza adalah pengacara yang membela apapun  dan siapapun yang berhadapan dengan keadilan dan peradilan termasuk para koruptor dan para tersangka korupsi dan tindakan kriminal lainnya.
M. Sanusi sebagai calon gubernur dari Gerindra malahan berideologi koruptor seperti kakaknya si M. Taufik yang pernah menghuni hotel prodeo sebagai narapidana koruptor. Nah Lho. Selain itu upaya mendatangkan Risma ke Jakarta oleh Ring 1 PDIP dan bukan kemauan Ibu Mega akan kandas karena Surabaya bukanlah Jakarta. Risma di Surabaya tidak menghadapi tentangan idiologis para koruptor dan DPRD DKI Jakarta yang sebagiannya sangat korup dan akan menyeret lebih banyak orang DPRD DKI – dan juga DPR RI – nanti menjelang 2018 dan 2019. (Catat ini pesan Ki Sabdopanditoratu dan the Operators.)
Jadi, sepanjang menggunakan ideologi kerakyatan dan membela rakyat secara tulus perjuangan akan membuahkan hasil dan didukung oleh rakyat. Berkat dukungan rakyat, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari, Bung Karno mendirikan NKRI, Ali Sadikin membangun Jakarta, Presiden Jokowi membenahi Indonesia, dan Ahok - yang didukung oleh Nikita - membangun etalase Indonesia: Jakarta. Sementara Yusril? M. Sanusi? Ha ha ha. Demikian kolaborasi Ki Sabdopanditoratu dan the Operators.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H