Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok dan Deparpolisasi, Rahasia Politikus dari Zaman Kuno, Teokrasi, dan Modern

13 Maret 2016   23:49 Diperbarui: 14 Maret 2016   08:47 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka dalam politik Islam ini, terjadi penyesuaian antara modernitas politik yakni demokrasi berdampingan dengan teokrasi atau kekuasan berdasarkan dan atas nama Tuhan. Partai politik dalam politik Islam selalu memiliki ambiguitas atau ketidakjelasan antara demokrasi sesungguhnya yang sekuler dengan ideologi keuasaan Tuhan atau Allah SWT, selain pula misi politik pribadi yang menunggangi agama selalu berseberangan dengan esensi kekuasaan sekuler. Politik Islam selalu berhadapan dengan kenyataan demokrasi yang sejatinya sekuler dan tidak ada hubungannya dengan Islam, Tuhan, Allah SWT, dan ideologi politik yang memang targetnya hanya kekuasaan semata.

Namun demikian untuk kepentingan kekuasaan, maka politik Islam justru memanfaatkan sentimen rasa dan keyakinan kepada Tuhan sebagai tameng, sebagai dalih, sebagai alasan, untuk mendapatkan kekuasaan yang sekali lagi dikembalikan – katanya – untuk kepentingan Tuhan, dengan iming-iming surga dan pahala.

Dengan demikian menjadi gamblang bahwa sejarah kekuasaan politik – yang dalam perkembangannya dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan kekinian pada zamannya – sejak zaman kuno, modern, dan Islam memiliki tujuan dan praktik cara mendapatkan kekuasaan yang sama dan identik. Kekuasaan selalu digambarkan oleh politikus atau penguasa, raja, kaisar, anggota partai politik untuk kepentingan rakyat.

Namun sesungguhnya, dalam sejarah politik, politik selalu digunakan untuk mendapatkan kekuasaan yang digunakan untuk kepentingan diri pelalu politik – bukan untuk kepentingan rakyat. Rakyat hanyalah subyek dan alasan atau dalih dari politikus untuk mendapatkan kekuasaan, kekuasaan untuk uang, lalu uang untuk kekuasaan, sebuah siklus tanpa putus.

Maka menjadi dapat dimengerti kemarahan partai politik yang merupakan reinkarnasi sejarah sejak perselisihan kepentingan politik di depan Tuhan antara manusia (Adam dan Hawa atau Eva) dengan setan atau iblis serta malaikat. Para politikus praktis terbagi menjadi tiga kelompok yang merepresentasikan (1) manusia (politikus biasa yang hanya memenuhi kepentingan diri dan golongannya), (2) iblis (para koruptor contohnya), dan (3) malaikat (pemimpin).

Jadi dalam perseteruan antara Ahok, parpol dan masyarakat secara jelas tergambar pengelompokan para politikus ke dalam kegolongan (1) manusia, (2) iblis, dan (3) malaikat. Suka atau tidak suka memang demikian adanya. Ahok teruslah maju suatu saat bisa menjadi pemimpin seperti Bung Karno dan eyang saya Presiden Soeharto – dan jangan meniru pengangguran 10 tahun seperti SBY atau Presiden Jokowi yang kalah telak dan ketakutan hanya melawan Setya Novanto dan Muhammad Riza Chalid ,,,hehehe.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun