[caption caption="Nikita Mirzani I Tribunnews.com"][/caption]
Sepak terjang Ahok, Lulung dan Daeng Aziz terkait Kalijodo semakin memesona. Namun bagi Ahok dan Lulung sejatinya sedang mencari legacy politik - dan pribadi - di Ibu Kota Jakarta. Lokasi pelacuran Kalijodo diobrak-abrik oleh Ahok. Preman dan mafia kekuar dari sarang mereka. Lulung pun menggandeng 50 DPRD DKI Jakarta bersimpuh menekan meminta KPK menangkap Ahok agar dipenjara. Keduanya menggambarkan epik akhir kisah angkara dan dharma manusia. Mari kita tengok esensi sesungguhnya makna penghancuran lokalisasi Kalijodo dari kacamata kesedihan pelacur, kejayaan Ahok, menertawakan Lulung, preman, mafia, manusia dengan hati gembira ria menonton kekalahan adharma angkara murka melawan dharma kebaikan manusia girang sambil menari menyanyi jungkir balik bahagia senantiasa selamanya.
Preman dan mafia Kalijodo tidak pernah menyangka – bahwa kantong suara partai PDIP dan Gerindra – bahwa Ahok yang mereka dukung akan mengakhiri kisah Kalijodo rata dengan tanah karena di atas tanah negara. Sebenarnya publik tak usah resah, para mafia dan preman itu bergerak ke wilayah lain menginvestasikan perdagangan manusia dan modal yang mereka sudah punya.
Para mafia dengan gerbong preman dan pelacur yang mereka paksa dan suka-rela menyesuaikan dengan keputusan pembongkaran Kalijodo tempat mereka bekerja. Mereka tengah bersiap berpindah ke wilayah Karawang-Bekasi di tepian Kalimalang sana, daerah pinggiran Tangerang dan Bogor serta wilayah Bandung dan beberata tempat di Jakarta yang masih belum diusik oleh Pemda DKI Jakarta.
Para pelacur yang dibina dan dipekerjakan di lokalisasi Kalijodo oleh para preman dan mafia pun tak berpikir bahwa Ahok akan mengakhiri angkara di atas dharma selama puluhan tahun di sana. Perdagangan manusia sebagai PSK dengan suka-rela dan paksa (dengan dibelit hutang pinjaman agar tetap bisa dikekang bak penjara) hanya menghasilkan tangis dan siksa bagi para penghuni Kalijodo selama-lamanya. Tidak ada pelacur yang makmur di usia senja meskipun mencontoh tindakan potret pelacuran seperti yang dituduhkan terhadap Nikita Mirzani segala.
Dalam dunia pelacuran, hanya dengan cara menikah dan menggunakan institusi pernikahan seorang pelacur akan kaya raya. Singkatnya legalitas norma (meskipun pura dan dusta, asal orang tak tahu hati manusia) menjadi senjata bagi kehormatan diri di mata tuhan dan manusia.
Bagi Lulung, Ahmad Dhani, Farhat Abas, akhir kisah Kalijodo adalah akhir kisah angkara yang mengernyitkan siksa. Kok Kalijodo dilibas sedangkan selainnya seperti Alexis – yang Lulung tahu sebagai tempat pelacuran – yang harus dilibas dan dibongkar paksa. Ada apa pula ini rupanya? Pertanyaan itu mudah dijawab bahwa sesungguhnya, di dunia ini selalu ada angkara dan dharma. Itu saja. Dan masing-masing mengidentifikasi diri sesuai keyakinannya: dharma atau angkara.
Bagi Ahok, hukum dan aturan adalah segalanya, namun lewat hukum dan aturan itu pula perlawanan terhadap Ahok terjadi lewat KPK. Sebanyak 30 angggota DPRD DKI Jakarta – yang waras tentunya – mendatangi KPK dan berusaha memaksa KPK untuk menangkap Ahok terkait kasus RS Sumber Waras yang dilaporkan ke KPK. Itu ekses dari Kalijado yang akan dibongkar paksa. Plus, pembongkaran Kalijodo akan semakin mengerek Ahok ke popularitas politik di mata warga Jakarta. Karenanya upaya Ahok jelas mendapatkan perlawanan dan pembelaan dari dua kubu: pendukung Ahok (dharma, kebaikan) dan pendukung preman dan mafia (adharma, angkara).
Maka kembali diingatkan kepada Ahok, Lulung, dan preman serta mafia di Kalijodo agar memahami esensi sebagai manusia. Bahwa manusia hanyalah noktaf kecil di alam semesta. Manusia harus berbuat baik untuk manusia lain pula. Karena hanya ketika berguna secara baik, bermoral dan ikut aturan dan norma, maka kebaikan itu menjadi legacy dan bermakna. Dan sebagai manusia yang tak tahu sangkan paraning dumadi – alias tak tahu dari mana dan mau ke mana diri manusia di alam semesta- Ahok dan Lulung tengah mencari nama akhir yang mencatat diri mereka: pembela dharma atau adharma. Untuk sekedar mengingatkan mereka dikutipkan puisi tentang manusia.
Manusia adalah friksi tuhan yang luar biasa /Â karena dalam diri manusia ada hati pikir dan rasa /Â yang membebat manusia merasakan hadirnya /Â manusia adalah wujud eksistensi tuhan dan alam semesta
Manusia seperti juga tuhan dan alam semesta adalah kata /Â karena semua yang ada di alam semesta hanya kata /Â wujud benda dan materi adalah nisbi dan tipuan belaka /Â kata adalah esensi alam semesta tuhan dan manusia
Manusia adalah makhluk dan bukan pencipta /Â maka alam makhluk beda dengan alam tuhan esa /Â hingga apapun yang manusia pikirkan akan sia-sia /Â dan tak akan pernah sampai pada esensi tuhannya
Manusia adalah bukti kebesaran tuhan maha kuasa /Â yang memberikan pemahaman lewat kata /Â hingga semua yang ada dalam pikiran manusia /Â adalah olah kata dalam kesadaran dan bawah sadar juga
Maka manusia hanyalah kata dan tak ada selainnya /Â dan manusia sebagai esensi bagian alam semesta /Â adalah wujud makhluk sangkan paraning dumadi yang luar biasa /Â hingga ketika ada tanya tentang tuhan yang maha esa / sejatinya manusia tengah menanyakan tentang dirinya
Tanya kekerdilan manusia kepada tuhannya /Â itu adalah tanya tentang manusia sejatinya /Â sebagai wujud antah berantah asal manusia /Â dari mana dan ke mana tak tahu rimbanya /Â dalam khasanah ide besar dalam kekerdilan manusia
Manusia tetap mencoba mendekati esensi dirinya /Â yang sesungguhnya hanya ada dalam kata /Â termasuk dalam sangkan parang dumadi tentunya /Â dalam friksi antara tuhan dan manusia dalam kata /Â yang hanya memiliki legacy dalam dharma dan adharma /Â di depan tuhan dan manusia
Oleh karena itu, melihat sepak terjang Ahok membongkar Kalijodo telah menjepit Lulung yang gerah hingga mengadukan Ahok agar ditangkap KPK. Pun Ahok tak gentar didukung oleh Polri dan Kodam Jaya, hingga tak akan ada kuasa melawan aparat negara. Istana pun mendukung Ahok dengan penuh rasa percaya. Para preman dan mafia pun melawan dengan menyewa pengacara agar kegiatan adharma di Kalijodo mereka tetap seperti sedia kala. Namun bagi para pelacur alias PSK tak akan da jalan lain selain ikut para preman menyingkir dari Kalijodo keluar Ibu Kota. Karena sesungguhnya pembongkaran dan usaha memertahankan Kalijodo adalah legacy Ahok dan Lulung saja dalam persaingan politik Ahok dan Lulung Lunggana.Â
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H