[caption caption="Albert Einstein I Sumber Wallpaperfullscreen.com"][/caption]
Gafatar menjadi kehebohan di Indonesia. Namun sesungguhnya Gafatar adalah secuil kisah upaya pembangunan keyakinan yang kalah waktu dan kalah tempat oleh dominasi tiga keyakinan yang telah ada: Yahudi, Kristen dan Islam. Gafatar dianggap sesat karena datang terlambat selama 3000 tahun setelah Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad, dan Einstein yang mengajari bahwa sains tanpa agama lumpuh, dan agama tanpa sains buta. Mari kita tengok kebesaran kisah Muhammad, Musa, Ibrahim, Isa, dan Einstein yang kemarin Teori Reletivitas Umum berupa gelombang grativitasi dapat dibuktkan setelah 100 tahun dalam berbagai kehebatan para tokoh dalam kisah keyakinan dan ilmu pengetahuan kemanusian dengan hati gembira riang ria senang suka-cita pesta-pora bahagia girang menari menyanyi menikmati keindahan dalam keberagaman kisah kelahiran keyakinan manusia selama 3000 tahun selamanya senantiasa.
Ahmad Mussadeq adalah tokoh cerdas yang jika hidup pada zaman Firaun dan bergabung dengan Musa sudah pasti akan menjadi nabi beneran. Namun, karena Ahmad Mussadeq pentolan Gafatar lahir di zaman dominasi Yahudi, Kristen dan Islam, maka ajarannya termasuk dalam Al Qiyadah Al Ialamiyah jelas menjadi salah dan disalahkan oleh Islam mainstream; dianggap sesat dan bid’ah. Sayang Ahmad ini pun meminjam nama pendak Muhammad SAW dan memakai idiom Islam yang diperkenalkannya. Jelas secara keyakinan tidak diperbolehkan dan dianggap sesat.
Tindakan Ahmad Mussadeq Gafatar ini sesungguhnya terinspirasi oleh kebesaran sejarah selama 3000 tahun. Terinspirasi ke masa silam 3000 tahun, Ahmad Mussadeq pun pernah dipenjara gara-gara mengangkat diri menjadi ‘nabi dan rasul’ setelah Nabi dan Rasul terakhir Muhammad SAW yang diyakini oleh pengikut Muhammad SAW. Jelas inspirasi menjadi ‘nabi’ diilhami oleh kenyataan adanya revolusi keagamaan selama 3000 tahun dimulai oleh Abraham, Musa, Isa, Muhammad yang telah mengubah dunia – dan dalam berbagai hal menjadi masalah di dunia akibat persaingan para pengikut aneka mereka.
Tidak ada dalam kisah berbagai kitab suci – selain Bhagavatgita – yang melebihi sejarah kebesaran Musa, Ibrahim, Isa, Muhammad dan sejarah Einstein dalam 3000 tahun. Kebesaran Musa alias Moshe dan Ibrahim alias Avraham digambarkan dengan pembandingan kehidupan sejarah zaman Ramses II yang memerintah Mesir selama 67 tahun dan merentang dinastinya selama 200 tahun. Ramses II adalah Tuhan dan Raja bagi bangsa Mesir Kuno.
Lalu belakangan muncul Isa alias Iesus aka Yesus yang dirangkum oleh Paulus alias Saulus merangkum ajaran Musa dan Ibrahim dengan ajaran kata cinta. Tujuh ratus tahun kemudian Muhammad kembali menyampaikan ajaran cinta kasih dalam kedamaian dengan nama: Islam, dengan tetap merentangkan ajaran dan kisah Ibrahim, Musa, sampai Adam dalam kisah kenabian sebagai kelanjutan ajaran.
Musa mendompleng kebesaran Ramses II untuk kampanye kebesarannya. Ibrahim adalah pendiri dan Bapak Israel mendapatkan kebesarannya dari sejarah sebagai orang pertama yang memercayai Tuhan. Isa merangkum sejarah perlawanan Yahudi dengan kedamaian dan cinta.
Einstein melengkapinya dengan penggalian kekuatan materi tersembunyi yang mengarah kepada kebenaran misteri – termasuk teori tentang gravitasi Einstein yang baru hari ini terbuktikan di alam semesta. Lalu Muhammad masuk ke dalam rangkaian dengan Islam alias kedamaian dan ketenangan menyelip sebagai satu-satunya nabi yang bukan dari bani Israel alias bukan Yahudi.
Jadi, pada dasarnya ajaran Gafatar dan Al Qiyadah Al Islamiyah ala Ahmad Mussadeq adalah revolusi terlambat 3000 tahun. Einstein sebagai orang yang revolusioner mengubah kisah masa lalu dalam berbagai kitab suci dengan science yang bahkan melahirkan agama baru Scientology dengan pengikutnya pesohor Tom Cruise, misalnya.
Einstein melalui ajarannya menunjukkan kecermelangan ilmu pengetahuan alam dan fisika serta teori atom dan alam semesta untuk menunjukkan keyakinannya kepada yang disebut Tuhan, God, G-d, YHW, Allah, sebagai bagian dari memehami alam. Einstein sebagai kelanjutan dari leluhurnya di Israel mengajarkan ajaran antara kepercayaan kepada tuhan sebagai bagian dari keterkaguman kepada alam semesta.
Einstein meramu ajaran Abraham, Isa, Musa, Muhammad tanpa menodai salah satunya. Ilmu pengetahuan yang dijunjung oleh Einstein tidak digunakan untuk membelokkan keyakinan Yahudi, Kristen dan Islam para pengikutnya. Salah satu kutipan nomor dua terkenal Einstein adalah Science without religion is lame. Religion without science is blind. Ilmu pengetahuan (sains) tanpa agama lumpuh. Agama tanpa ilmu pengetahuan (sains) buta.
Einstein dan juga Ahmad Mussadeq dalam menjelaskan ajaran sangat memukau. Einstein mengajarkan berupa sains dan teori, sementara Ahmad Mussadeq mengajarkan imajinasi dan daya hayal yang sangat memukau. Yang membedakannya adalah Einstein dengan cerdas tidak membawa-bawa agama sebagai pijakan untuk para pengikutnya – meskipun kedahsyatan ajaran dan teori Einstein mengubah miliaran orang untuk keluar dari ilusi dan delusi baik terhadap agama maupun kepercayaan tradisional. Sementara Ahmad Mussadeq secara dangkal mendompleng Yahudi, Kristen, dan Islam. Ini yang menjadi masalah bagi Ahmad.
Sementara Einstein memanfaatkan science sebagai ajaran yang mengubah miliaran manusia tanpa menyakiti dan tanpa dirasakan revolusi relijius terhadap penganut Yahudi, Kristen, dan Islam. Relijiositas Einstein – sebagai orang Yahudi terbesar dalam sejarah dan kisah setelah Ibrahim, Musa, Isa – terwujud sangat dalam termasuk kutipan berikut.
Untuk penciptaan alam semesta dan Tuhan, Einstein menyampaikan: “I want to know how God created this world. I am not interested in this or that phenomenon, in the spectrum of this or that element. I want to know His thoughts; the rest are details.Dalam kutipan itu Einstein sebagai orang Yahudi mengikuti dan bahkan melebihi Musa – yang hanya ingin melihat wujud Tuhan – dengan Einstein menyebut: “Aku ingin tahu pemikiran Tuhan; yang lainnya hanya penjelasan lanjutan pemikiran Tuhan itu.”
Lebih lanjut, Einsten menyampaikan berbagai teori yang mustahil disampaikan dengan ilusi dan delusi dan juga kenabian dan kewahyuan.
Nah, dalam ajaran Gafatar alias Al Aqidah Al Islamiyah ini, jelas ide besar Ahmad Mussadeq telah ketinggalan zaman selama 1400 tahun oleh Muhammad SAW, 2000 tahun oleh Isa, dan 3000 tahun oleh Abraham dan Musa. Ahmad pun menjadi ketinggalan kereta dan dianggap sesat karena telah adanya kekuatan keyakinan agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam dengan pengikut yang besar. Sementara Einstein merusak dan menguatkan dalam revolusinya terhadap semua keyakinan agama dengan science dan teori yang didasari oleh imajinasi relijiositas tanpa menyebutkan sebagai wahyu dari Tuhan.
Gafatar dengan pentolannya Ahmad Mussadeq adalah contoh revolusi keyakinan dalam sejak zaman Ibrahim-Avraham, Musa-Moshe, Isa-Yesus-Iesus, Muhammad, yang dalam sejarah memang berlaku. Musa mendompleng Ramses II menyebutkan memimpin bani Israel keluar dari Mesir untuk membangun keyakinannya, Ibrahim pun dikisahkan mengikuti Adam. Saulus alias Paulus mengambil ajaran Isa alias Yesus dan keyakinan Romawi dewa Zeus melahirkan keyakinan Nasrani.
Lalu Muhammad SAW – satu-satunya nabi dan rasul dari Arab dan bukan bangsa Yahudi – melengkapi dan merangkum dan menyempurnakan keyakinan sebagai nabi terakhir dengan ajaran Islam. Einstein melakukan revolusi dengan ilmu pengetahuan tanpa ampun memengaruhi para pengikut Yahudi, Kristen, Islam dan semua keyakinan termasuk Hindu-Buddha dan bahkan atheis menjadi pengikut keyakinan Einstein dalam relijiositas Einstein.
Dari uraian di atas, maka Gafatar dan Al Qiyadah Al Islamiyah yang dilahirkan oleh Ahmad Mussadeq jelas keluar dari mainstream dan dianggap dan dilabeli sesat. Kenapa? Ahmad Mussadeq mendompleng keyakinan lain tanpa membuat kenabian baru: itu yang sesat. Plus Ahmad Mussadeq terlahir terlalu telat yakni 3000 tahun setelah zaman Ramses II berkuasa di Mesir Kuno.
Salam bahagia ala saya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI