[caption caption="Presiden Jokowi dan Prabowo I Sumber Sumutpos.co.id"][/caption]Banyak orang tak memahami sikap dan kearifan Prabowo Subianto. Pun tidak sedikit yang gagal memahami perbuatan dan kearifan Presiden Jokowi. Sikap dan perbuatan yang tercerminkan dalam keseharian dan kehidupan Prabowo dan Presiden Jokowi ternyata dipengaruhi ajaran Jawa yang diajarkan oleh orang tua mereka: Soemitro Djojohadikoesoemo dan Noto Mihardjo. Mari kita telaah budi pekerti ala Jawa Prabowo dan Presiden Jokowi yang dapat ditangkap dan tidak dipahami oleh publik dengan hati gembira ria riang senang sentosa bahagia suka-cita merdeka menyanyi menari sesuka hati senantiasa selamanya.Â
Pertama, falsafah aja gumunan. Baik Prabowo maupun Presiden Jokowi sama-sama menerapkan falsafah Jawa aja gumuman ini. Prabowo yang terlahir dalam gebyar sempurna ala Manado-Jawa jelas tidak memiliki sifat gampang terpana dan terheran akan keadaan di sekelilingnya. Pun, Presiden Jokowi meskipun lahir dan pernah tinggal di bantaran sungai, ajaran ayahnya menekankan agar Jokowi alias Mulyono – menggenapi nama presiden NO TO NO GO RO – tidak mudah kagetan. Kehidupan prihatin membuat mata hati Jokowi menjadi lebih peka dan halus kepada nasib sesama.
Kedua, tidak memercayai abang-abang lambe. Baik Prabowo maupun Presiden Jokowi adalah orang yang tak memercayai abang-abang lambe alias polesan merah-merah bibir. Maknanya adalah hanya polesan bibir saja tak tulus hati, kata-kata manis yang hanya enak didengarkan tanpa memiliki makna.
Prabowo akan marah besar kalau disuguhi abang-abang lambe. Fadli Zon dikisahkan pernah pun kena bogem Prabowo karena tidak sesuai kata dan perbuatan pada 1998. Kabarnya, Susilo Bambang Yudhoyono pun semasa belajar bersama Prabowo kena hajar sampai sengkleh ketika SBY memraktikkan yang disebut dan dipercayai Prabowo sebagai abang-abang lambe.
Jokowi ketika meresmikan canangan menanam pohon di Kalimantan menyatakan tak mau menanam 1 milyar pohon sebagai abang-abang lambe, cukup 2,000 pohon namun jelas menanamnya.
Ketiga, mengetahui dan mengenali dugang mirowang. Prabowo dan Presiden Jokowi sangat mengetahu jika ada orang yang akan melakukan dugang mirowang alias belagak dekat namun menendang. Konsep seperti ini diyakini dan diketahui oleh Prabowo. Untuk itu, Prabowo lebih memercayai orang yang sudah jelas, daripada orang yang dugang mirowang seperti Ical misalnya dan juga para partai yang akhirnya meninggalkan dan menendang Prabowo dari koalisi permanen.
Presiden Jokowi pun di lingkaran Istana selalu waspada dan mengetahui siapa pemraktik dugang mirowang di Istana dan lebih memercayai orang yang sudah lama mendukungnya daripada seperti Ical yang baru saja meninggalkan Prabowo. Orang seperti Jenderal Luhut Pandjaitan dan juga Johan Budi dan Teten Masduki atau Soetrisno Bachir lebih bisa dipercaya daripada misalnya Fahri Hamzah atau Tantowi Yahya atau Rieke Dyah Pitaloka sekalipun.
Keempat, menjauhi brakithi angkara madu. Presiden Jokowi dan Prabowo sebagai orang yang sangat memahami ajaran semut makan madu secara rakus alias korupsi. Ucapan Prabowo yang menohok Hatta Rajasa yang pemerintahannya bersama SBY bocor sampai ribuan triliun rupiah jelas menunjukkan sikap anti korupsi Prabowo. Presiden Jokowi pun yang memahami brakithi angkara madu jelas tengah diuji terkait Revisi UU KPK oleh PDIP – sebagai partai terkorup kedua setelah Golkar – konsistensinya. Mampukan Presiden Jokowi tegas menolak pelemahan KPK.
Kelima, menjauhi sikap esuk dhele sore tempe. Prabowo secara konsisten tetap menjadi oposisi. Prabowo tidak mau dianggap mencla-mencle seperti para teman koalisinya. Tetap oposisi yang kritis membela bangsa. Presiden Jokowi pun akan tetap koppig dan tidak mau surut untuk keyakinan benarnya dan menjauhi sikap esuk dhele sore tempe pagi kedelai sorenya jadi tempe alias mencla-mencle. Ini dipraktikkan dalam kasus kereta cepat Jakarta-Bandung. Presiden Jokowi tak mau disebut eyang-eyung karepe alias tidak punya pendirian yang kuat, suka berubah-ubah, karena sering ragu. Jadi tetap tegas melanjutkan kereta cepat, meskipun dibilang Faisal Basri sebagai proyek sesat pikir.
Keenam, dinamis dan memercayai kombak kombuling kahanan, mobah mangkreting donya. Baik Prabowo maupun Presiden Jokowi memiliki keyakinan yang kuat terkait dengan berbagai perubahan, bahwa dunia bergerak dan berputar, berganti silih, datang dan pergi dan semuanya akan mengalami perubahan. Dengan keyakininan seperti ini Prabowo maupun Presiden Jokowi menjadi sangat memahami perubahan politik dan juga kehidupan sehingga tidak menjadi gumunan sama sekali.
Ketujuh, sedang menghadapi nglangeni tai baya. Baik Prabowo maupun Presiden Jokowi sangat memahami sebagai para nasionalis dan pencinta NKRI bahwa memimpin Indonesia saat ini ibarat sedang nglangeni tai baya alias sedang mengerjakan pekerjaan yang sangat berbahaya. Lawan yang harus dihadapi adalah mafia, koruptor, dan tentu teroris.
Kedelapan, berani dan ora gigrih wulune salamba. Baik Prabowo maupun Presiden Jokowi bukanlah penakut dan tidak akan gagal bulunya sehelai pun yang artinya tak takut menghadapi musuh. Keberanian Prabowo sebagai tentara telah terbukti di medan pertempuran menyabung nyawa di Timor Timur demi NKRI.
Presiden Jokowi pun tidak menganal rasa takut dan tegas memimpin Indonesia menjadi lebih baik. Kini Presiden Jokowi dengan filosofi dari ayahnya yang Jawa harus berani mengenyahkan dan memenangkan perang melawan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid dan juga Setya Novanto dalam kasus Papa Minta Saham yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Kesembilan, menjauhi sifat sugih pari angawak-awakake. Prabowo dan Presiden Jokowi adalah pemimpin yang andhap asor alias rendah hati dan menjauhi sugih pari angawak-awake – orang kaya biasanya membangga-banggakan diri dan merendahkan derajat orang lain yang dipandang di bawahnya seperti kelakuan Hary Tanoe misalnya dalam kasus SMS dengan Kejaksaan Agung. Kerendahan hati ini yang membawa kesuksesan baik bagi Prabowo maupun Presiden Jokowi.
Kesepuluh, menjauhi sifat tinggal tapak jero. Presiden Jokowi dan Prabowo memiliki sifat yang sangat baik untuk menjadi contoh. Makna tinggal tapak jero adalah orang yang sengaja mengingkari janji yang pernah diucapkannya seperti Amien Rais yang tak memenuhi janjinya jalan kaki dari Jogja ke Jakarta kalau Prabowo-Hatta kalah melawan Jokowi – alam dan Allah SWT akan menghukum orang yang tak membayar janji atau nazar dengan semua bentuknya sebelum meninggal dunia harus dibayar. Wujud-wujud janji Presiden Jokowi dalam kampanye dalam Nawa Cita jelas akan didukung oleh Prabowo karena mereka memiliki budi pekerti ajaran ayah mereka.
Itulah kesepuluh ajaran budi pekerti ala Jawa yang melekat pada Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto dalam intisarinya (1) aja gumuman, (2) abang-abang lambe alias pencitraan, (3) dugang mirowang, (4) brakithi angkara madu, (5) esuk dhele sore tempe, (6) kombak kombuling kahanan, mobah mangkreting donya, (7) nglangeni tai baya, (8) ora grigih wulune salamba, (9) sugih pari angawak-awake, dan andhap asor, (10) tinggal tapak jero. Itulah ajaran yang luar biasa dari Soemitro Djojohadikoesoemo, ayahanda Prabowo Subianto dan juga Noto Mihardjo ayahanda Presiden Jokowi.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H