Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DWP Menyerah, Ajukan Jadi “Justice Collaborator”, Buka Keterlibatan Anggota DPR Lain

27 Januari 2016   22:03 Diperbarui: 27 Januari 2016   22:22 2390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Damayanti Wisnu Putranti I Sumber www.hello-pet.com"][/caption]

 

Nah lho. Tekanan hebat ancaman hukuman kurungan bagi Damayanti Wisnu Putranti menggoyahkan pertahanannya. Serta-merta setelah memertimbangkan antara melindungi mafia dan koruptor atau mendapat keringanan hukuman, maka DWP memilih ikut menyeret yang terlibat termasuk para anggota DPR yang lain. Mari kita tengok perkembangan baru terkait DWP yang mengajukan diri menjadi justice collaborator dan korupsi di DPR ini dengan hati gembira ria riang senang sentosa menari menyanyi berdansa menertawai perempuan anggota mafia koruptor selamanya senantiasa.

Pengajuan diri melalui surat itu tak serta-merta DWP mendapatkan potongan hukuman sebagai justice collaborator. Pun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah lemah itu pun belum tentu memanfaatkan keterangan dari DWP karena semua manusia normal tahu KPK jilid ini adalah anak asuhan DPR yang telah berjanji hendak menjadikan KPK sebagai Komisi Pencegahan Korupsi bukan penindakan. Di sini fungsi DWP menjadi tidak begitu krusial sebagai justice collaborator bagi KPK.

Namun, yang menarik justru tekanan dari luar KPK yang memaksa DWP untuk menjadi justice collaborator. Tekanan berasal dari dua kubu. Tekanan internal dari anggota mafia yang menekan DWP untuk berkomitmen tutup mulut. Tekanan kedua berasal dari yang menginginkan tegaknya keadilan dan pembungkaman nama para anggota DPR yang terlibat korupsi yang dikoordinir secara sistematis, terstruktur dan masif.

Tekanan yang paling mengejutkan diberikan bahwa para koruptor, juga bandar narkoba, yang sebagiannya mendukung terorisme. DWP kemungkinan memiliki pertimbangan tersendiri terkait dengan kenyataan terbaru: bahwa Presiden Jokowi dan pemerintahannya berkomitmen memberantas terorisme. Pengendusan pendanaan teroris berasal dari bandar narkoba dan para koruptor tengah didalami oleh Polri, BIN dan aparat keamanan dan intelejen.

Kini, DWP harus membuka lebar-lebar – kalau perlu dengan pernyataan terbuka – untuk menghindari deal-deal yang akan terjadi jika DWP tidak membuka keterlibatan orang lain di DPR atau lainnya. Deal dan kompromi serta perlawanan dari yang akan diungkap jelas telah dimulai. Para anggota DPR dan non DPR seperti Jasa Marga misalnya serta para pentolan yang menjadi pemburu rente di Banggar harus diungkap oleh DWP sebagai kewajiban untuk menjadi justice collaborator untuk menyeret teman-temannya sekaligus mengingkari perjanjian untuk tutup mulut sebagai utusan mafia koruptor. Perlu diketahui korupsi tidak pernah dilakukan sendirian dan selalu berjamaah.

Dengan demikian, ternyata tekanan ancaman hukuman panjang terhadap DWP membuatnya ngeper. Tak bisa dibayangkan oleh Damayanti Wisnu Putranti kalau harus meringkuk 18 tahun, dari usia kinyis-kinyis manggis 46 tahun ke usia Nenek Lampir ketika keluar dari penjara usia 64 tahun. DWP pun mengesampingkan ancaman mafia yang jelas tak menghendaki DWP ingkar janji sebagai anggota koruptor yang tertangkap yang seharusnya bungkam.

Maka, jika KPK gagal menangkap orang lain di DPR, dan DWP dihukum di bawah 10 tahun, maka dapat dipastikan antara DWP dan KPK telah terjadi deal palsu untuk mengelabuhi publik dan media massa dengan statusnya sebagai justice collaborator palsu: dan the Operators memelototi kasus ini sebagai improvisasi kecil-kecilan. Kita tunggu KPK jilid terlemah ini untuk action based on the truth.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun