Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fahri Hamzah Serang KPK, DWP sebagai “Justice Collaborator”, Kasus Melebar

16 Januari 2016   11:16 Diperbarui: 16 Januari 2016   12:10 3324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Damayanti Wisnu Putranti I Sumber anekainfounik.net"][/caption]Serangan dan perlawanan langsung Fahri Hamzah terhadap KPK di gedung DPR sungguh fenomenal. Saat bersamaan Damayanti Wisnu Putranti bertindak sebagai justice collaborator oleh KPK. Di sisi lain, luar biasa heroik Fahri Hamzah membela kolega yang digeledah karena sangkaan dan penyidikan kasus korupsi Damayanti Wisnu Putranti. Korupsi yang berawal dari Banggar bergerak ke komisi V, jelas melibatkan banyak pihak. Mari kita tengok arah perkembangan korupsi DWP ini dengan hati gembira ria riang pesta-pora menonton perkembangan kasus korupsi yang menyeret para anggota DPR termasuk rekan separtai agama PKS Fahri Hamzah Yudi Widiana dan juga Budi Suprianto selamanya senantiasa.

Pilihan antara menjadi bemper dan berkorban seperti Angelina Sondakh atau mendapatkan potongan hukuman oleh KPK. Nah, Damayanti Wisnu Putranti diperkirakan telah mulai menjadi justice collaborator. Atau mendekam di penjara lebih lama. KPK memahami anatomi korupsi di DPR selalu dilakukan berjamaah.

Pun anatomi korupsi jika menyangkut para anggota DPR selalu menyeret orang lain. Berbagai kasus seperti Rudi Rubiandini, Jero Wacik, Sutan Bhatoegana, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, Andi Mallarangeng, dan bahkan Choel Mallarangeng adalah perkembangan dari penyidikan dari KPK. Kini kasus korupsi Damayanti WP juga memiliki gambaran anatomi klasik: Banggar DPR, komisi teknis, dan pengusaha.

Sistem ijon proyek para pemburu rente model DWP adalah potret nyata korupsi yang melembaga dan tetap dipertahankan di kalangan DPR dan pengusaha yang tak mampu menembus selain berkolaborasi dengan para pemburu rente di DPR. Contoh yang paling mencengangkan selain kasus Nazaruddin, Rusli Zaenal, pun kasus Papa Minta Saham yang melibatkan Setya Novanto dan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid. Kasus DWP terbilang sangat kecil disbanding dengan lainnya – namun magnitude politik kasus ini akan sangat merugikan para partai yakni PDIP, Golkar, dan tentu partai agama PKS.

Melihat magnitude politik yang jelas akan merugikan itu, maka Fahri Hamzah dengan kecerdasan tingkat dewa membentak penyidik PKP. Terkait larangan menggunakan dan membawa senjata laras panjang bukan masalah dan alasan yang dicari-cari oleh Fahri Hamzah. Kenapa? Saat menggeledah ruangan di lantai 16 milik Budi Suprianto dan DWP, Fahri Hamzah tidak bereaksi. Baru setelah kepentingan partai agama PKS terganggu Fahri Hamzah berteriak-teriak tak karuan kesetanan membela koleganya. Hebat bener.

(Catatan khusus untuk Fahri Hamzah dan para pembenci KPK. Bahwa para penyidik KPK selalu ditemani oleh Brimob bersenjata laras panjang karena memang para petugas KPK harus dijaga dan dilindungi. Kenapa? Para teroris dan koruptor memiliki kekuatan yang mengancam para penyidik KPK. Bahkan menjadi rahasia umum bahwa peredaran senjata api di Indonesia cukup luas. Izin kepemilikan senjata api bisa didapatkan oleh berbagai individu yang diizinkan. Dan … tak hanya di DPR, di berbagai lembaga negara banyak pejabat yang memiliki hak menggunakan dan memiliki senjata – entah senjata berburu atau senjata organik lainnya. Dan dalam antisipasi terhadap perlindungan pemberantasan korupsi, adalah sangat riskan para penyidik KPK jika tidak ditemani oleh Brimob. Pengamanan itu sangat vital dan penting.)

Karena sikap Fahri Hamzah yang melawan penyidik KPK dengan menghardik mereka, dipastikan kasus DWP ini akan melebar ke mana-mana. Dipastikan para tersangka akan bertambah. Karena tekanan kuat penyidik KPK terhadap Damayanti WP, dipastikan pula DWP tidak akan menjadi bemper penjaga dan pembela koruptor di DPR yang tersangkut.

KPK pun perlu membuktikannya, meskipun bangunan kasus pun masih disimpan oleh KPK – yang membuka kecurigaan akibat ketidakterbukaan ke publik. Pendekatan KPK yang tidak terbuka dan tidak show-off menimbulkan kecurigaan akan adanya deal politik-hukum dan hukum-politik. Apalagi melihat rekam jejak para Pimpinan KPK yang tak menjanjikan apapun kepada publik. Ketua KPK kok bekas pekerja lembaga penyedia barang. Terkait penyidiknya yang diperlakukan tidak senonoh oleh KPK pun Agus tidak bereaksi keras: takut konfrontasi dengan DPR yang menjadi atasan para Pimpinan KPK yang memilih mereka, dengan janji ‘pencegahan’ bukan ‘penindakan.

Nah, kasus Damayanti Wisnu Putranti ini dan serangan yang menghina KPK di DPR oleh Fahri Hamzah bisa dijadikan setitik harapan bahwa Pimpinan KPK pimpinan Agus tidak menjadi alat bagi dan tidak menjadi bawahan dan arahan DPR RI. Dan … tampaknya KPK akan melakukan segala cara untuk membuka mulut Damayanti Wisnu Putranti dengan imingan justice collaborator dan diskon kurungan bui.

Salam bahagia ala saya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun