Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK Loyo, Suryadharma Ali Divonis Ringan dan 3 Tipologi Korupsi di Indonesia

12 Januari 2016   09:40 Diperbarui: 12 Januari 2016   20:30 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suryadharma Ali I Sumber Kompas.com"][/caption] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar loyo. Niatan sebagai lembaga pencegah korupsi – dan bukan pemberantas korupsi – oleh KPK benar-benar dipraktikkan. Sah dan meyakinkan Suryadharma Ali divonis ringan 6 tahun penjara karena melakukan korupsi dana haji. Dihukumnya Surya melengkapi kisah para menteri agama yang jadi terpidana korupsi. Khas Suryadharma Ali ini mewakili salah satu tipologi korupsi di Indonesia. Mari kita tengok implikasi loyonya KPK, vonis ringan atas Suryadharma Ali, dan tipologi korupsi di Indonesia dengan hati gembira ria riang riang lagi sentosa senang bahagia tertawa menertawai hukuman bagi koruptor Surya dengan suka-suka pesta-pora menyanyi menari berdansa jungkir balik breakdance selamanya senantiasa.

Sejak awal KPK ini melawan kodrat dan akal sehat. Hukuman bagi SDA yang hanya 6 tahun membuktikan loyonya KPK kini. Kasus korupsi paling memalukan oleh yang seharusnya menjadi panutan – plus Suryadharma Ali pasang badan melindungi para anggota DPR yang disinyalir terlibat – hanya dihukum ringan. Padahal lainnya seperti kasus korupsi sapi ustadz Luthfi Hasan Ishaaq dan juga korupsi Al Qur’an Dandy dan ayahnya Zulkarnain Djabbar dihukum di atas 10 tahun. Implikasinya adalah hukuman ringan ini membuat pemberantasan korupsi mundur ke belakang.

Suryadharma Ali adalah salah satu teladan bagi para koruptor yang merusak tatanan. SDA termasuk salah satu tipologi dari tiga jenis koruptor di Indonesia. Jenis seperti Suryadharma Ali ini benar-benar mengecoh publik dan – bahkan hakim yang akhirnya menghukum ringan.

Tipologi 1 yakni tampak santun, sopan, sederhana, dan sangat beradab dan menunjukkan tingkat ibadah di depan umum tinggi. Tipologi ini akan menunjukkan cara berpakaian, ucapan, tingkah-laku, perbuatan, dan sikap yang ditunjukkan ke publik sebagai orang baik, alim, beriman, dan takwa. Dalam keseharian, peribadatan, ucapan selalu menunjukkan diri sebagai teladan yang baik bagi semua. Perkataan-perkataan meminjam nama tuhan, bersumpah, dan berpasrah dipakai sebagai pertunjukan untuk meyakinkan publik kalau diri mereka adalah orang baik.

Salah satu ciri yang menonjol tipologi koruptor seperti ini adalah menyebut: “korupsi adalah musibah dari Allah SWT dan harus sabar”. Dan ini didukung oleh para pendukung para koruptor. Tipe koruptor seperti ini termasuk Ratu Atut, Luthfi Hasan Ishaaq, dan tentu Suryadharma Ali.

Tipologi 2 yakni tidak menunjukkan penyesalan, merasa benar dengan korupsinya, menolak dengan keras dan menantang hukum karena memang sudah memiliki kekuatan. Sayangnya, tipologi 2 ini selalu saja memiliki kemampuan bangkit dan bangkit dan diterima oleh publik. Contoh mantan terpidana korupsi Nurdin Halid sebagai koruptor masih malang melintang. Juga M Taufik masih berkibar. Jimmy Rimba Rogi malah berpotensi menang di Kota Manado dalam pilwakot. Nazaruddin termasuk seperti ini. Juga Anas Urbaningrum. Para koruptor jenis ini menjadi kuat karena berkat dukungan dan jaringan mafia hukum, ekonomi, politik yang sangat kuat dan memungkinkan mereka lolos.

Tipologi 3 yakni para koruptor kerah putih yang memang mengorupsi melalui kebijakan. Para koruptor seperti ini merampok uang negara melebihi yang dipikirkan orang. Contoh besarnya kasus korupsi Petral yang merugikan Rp 250 triliun yang menyeret Muhammad Riza Chalid. Kejahatan korupsi ini melibatkan kebijakan seperti Hatta Rajasa menghalangi pembangunan kilang minyak misalnya. Juga korupsi di Bank Indonesia dengan contoh Aulia Pohan besan SBY.

Contoh lain koruptor halus model begini ya ada pada kelompok Hambalang, Century, Wisma Atlet. Kejahatan Hambalang menyeret Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Andi, Angie, dan kemungkinan akan menyeret Ibas jika benar keterangan anak buah Nazaruddin. Bahkan keterangan Angie belakangan makin kentara keterlibatan para petinggi Demokrat.

Nah, karena 3 tipologi kejahatan korupsi itu, dan melemahnya KPK dengan bukti menghukum ringan Suryadharma Ali, maka dapat dipastikan korupsi di Indonesia akan semakin marak. Presiden Jokowi akan menghadapi tantangan besar dengan loyonya KPK. Apalagi 3 tipologi korupsi di Indonesia menunjukkan betapa korupsi seperti bagian integral bangsa dan perilaku bangsa Indonesia.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun