Kedua, Golkar yang terpecah menguntungkan konsolidasi politik Presiden Jokowi karena Demokrat – yang sudah dikunci dengan banyak hembusan sebutan Ibas-Nazaruddin – membantu mendukung Presiden Jokowi. Di parlemen relatif cukup. Ditambah pecahan Golkar 20-23 orang anggota DPR Golkar Agung dan 10-11 orang PPP Romy, dalam kondisi terpecah tidak masalah.
Seperti koor kubu PPP Djan Faridz pun berkoar mendukung pemerintah seperti juga Ical belakangan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan legalitas dari pemerintah. Presiden Jokowi memahami dan mewaspadai hal ini.
Ketiga, jelas Golkar ke depan adalah Golkar yang menuruti kemauan Jusuf Kalla, Jenderal Luhut Pandjaitan dan para pinisepuh Golkar dan organisasi pendiri dan didirikan Golkar. Itu artinya mendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Dan lagi-lagi Ketum Golkar dipastikan bukan Ical alias Aburizal Bakrie.
Implikasi politik itu pun digenapi dengan upaya memenangkan kasus Papa Minta Saham yang melibatkan Setya Novanto dan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid. Seperti digariskan oleh the Supreme Operator, Presiden Jokowi harus memenangkan kasus 100% melawan dua orang itu dalam kasus permufakatan jahat. Meskipun Setya Novanto menunjuk Razman Nasution, Maqdir Ismail atau bahkan Yusril Ihza Mahendra sekali pun dengan berbagai upaya pra-peradilan termasuk menyoal ketidak-absahan pemeriksaan Setya Novanto tanpa izin Presiden Jokowi. The President, as the winner, takes all.
Jadi, setelah Setya Novanto maka Ical pun menyusul ical hilang sirna dari peta politik Indonesia dengan Golkar di bawah kekuasaan angkatan muda. Bagi Presiden Jokowi masuknya Golkar ke dalam pemerintahan adalah keniscayaan karena dua tokoh Golkar Jusuf Kalla dan Jenderal Luhut Pandjaitan adalah orang Golkar. Namun bonusnya adalah Ical tersingkir dengan kawannya Setya Novanto.
Salam bahagia ala saya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H