[caption caption="Kepala BIN Sutiyoso I Dok Ninoy N Karundeng"][/caption]Bukan Presiden Jokowi kalau satu langkah tanpa makna. Bukan Presiden Jokowi kalau tidak memiliki strategi yang bermulti mata pisau. Kasus Setya Novanto yang ditangani oleh Kejaksaan Agung pun menjadi pertaruhan antara Kejaksaan Agung dengan Setya Novanto – dengan Presiden Jokowi menjadi penonton. Ihwal strategi itu adalah untuk meyakinkan publik bahwa M. Prasetyo berada di garda depan mendukung Nawa Cita – dalam ranah pemberantasan korupsi. Selain tentu menjepit Setya Novanto. Mari kita telaah sikap Presiden Jokowi terkait kasus Setya Novanto yang terkenal dengan istilah Papa Minta Saham yang melibatkan mafia Petral dan Migas Muhammad Riza Chalid dengan pisau pembelah bernama Jaksa Agung dengan hati gembira riang ria senang bahagia suka-cita pesta-pora sentosa menari menyanyi berdansa tertawa senantiasa selamanya.
Terkait Papa Minta Saham Presiden Jokowi sudah jelas masalah harus diselesaikan. Penyelesaian yang dimaksudkan pun jelas sebagaimana digariskan oleh the Supreme Operator kepada the Operators. Presiden Jokowi harus 100% menang melawan kasus Papa Minta Saham dalam makna sebenar-benarnya kemenangan. Pasalnya, kasus Papa Minta Saham ini adalah kasus yang menentukan posisi Presiden Jokowi sendiri. The Operators bergerak cepat dan melakukan segala hal untuk pada akhirnya memenangkan pertempuran di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR – meskipun sebagian menganggap kekalahan karena tetap menetapkan Setya Novanto di Fraksi DPR. Manuver brilian dari tiga sisi (1) hukum, (2) politik, (3) public relations alias PR, secara telak mengarahkan kasus Papa Minta Saham menjadi sesuai dengan rancangan zig-zag yang tak dipahami oleh publik.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo harus menjalankan pekerjaan sesuai dengan Nawa Cita. Sebagaimana digariskan kasus tuduhan sinyalemen pemufakatan jahat yang melibatkan Setya Novanto dan Riza Chalid bukanlah delik aduan. Pun karena berbau korupsi, maka Jaksa Agung tak memiliki pilihan lain kecuali memeriksa Setya Novanto.
Dalam pandangan the Operators, tak perlu Presiden Jokowi membuat surat balasan pemberian izin pemeriksaan pada Setya Novanto kepada Jaksa Agung untuk mengeluarkan surat. Pengeluaran surat yang tidak perlu yang bisa dijadikan alat bargaining position dan penyelamatan nama, bahwa pemeriksaan atas keinginan dan endorsement Presiden Jokowi. Pun setelah 30 hari sejak surat dilayangkan, Jaksa Agung secara otomatis telah bisa memeriksa tanpa izin Presiden Jokowi.
Pun makna pengeluaran izin menjadi sangat politis. Presiden Jokowi membutuhkan Jaksa Agung yang berintegritas tinggi dan memiliki determinasi tinggi untuk menjunjung Nawa Cita – bukan Jaksa Agung yang memohon bemper untuk berani mengusut kasus Setya Novanto – Riza Chalid. Pun perlawanan hukum pra-peradilan akan berlangsung ketika Presiden Jokowi tidak mengeluarkan surat.
Terlebih lagi aturan yang menyebutkannya pun memihak kepada strategi bahwa Presiden Jokowi bisa atau tak mau mengeluarkan surat izin tanpa masalah. Mengeluarkan izin pemeriksaan pun bisa menjadi (1) endorsement sekaligus pula bisa menjadi (2) titik lemah dan bamper ketakutan Jaksa Agung kepada Setya Novanto dan Riza Chalid.
Maka, apapun yang dilakukan oleh Presiden Jokowi terkait surat izin pemeriksaan terhadap Setya Novanto oleh Kejaksaan Agung, mengeluarkan surat izin atau membiarkan sampai 30 hari, tidak menjadi masalah sama sekali. Kedua pilihan itu tetap menjadi mata pisau yang sama sekali tak merugikan Presiden Jokowi.
Pertaruhan kasus ini sangat penting agar Kejaksaan Agung bertindak. Sekaligus untuk pembuktian kesetiaan dan keberanian dan ketajaman Jaksa Agung melawan kasus korupsi yang jelas menjadi prioritas Presiden Jokowi. Pun Presiden Jokowi sangat marah namanya dicatut.
Meskipun Presiden Jokowi tenang dan tidak banyak berbicara dan ‘menyerahkan’ proses hukum, bukan berarti Presiden Jokowi membiarkan kasus ini hilang ditelan bumi. Kenapa? Kekalahan melawan mafia Petral dan migas Riza Chalid yang terekam dalam pembicaraan Papa Minta Saham dengan melibatkan Setya Novanto akan mengancam posisi Presiden Jokowi.
Dan upaya pemakzulan terhadap Presiden Jokowi dipastikan akan terjadi karena dalam rekaman itu pun terdengar jelas ada upaya menyatakan ancaman kepada Presiden Jokowi. Bahwa “tidak memerpanjang Freeport jatuh dia”, pun pernyataan sebagai koppig dan keras kepala dialamatkan kepada seorang Kepala Negara. Itu bentuk kekurangajaran budaya yang hanya orang macam Muhammad Riza Chalid dan pendengarnya dalam kasus Papa Minta Saham yang tega dan berani. Itu jelas sikap angkuh dan kelewat batas pamer kekuatan mafia migas, Petral dan koruptor yang dipimpin oleh Muhammad Riza Chalid.
Jadi, kini tanpa atau dengan izin Presiden Jokowi – dalam pantauan the Operators – Jaksa Agung harus menyelesaikan dan memeriksa Setya Novanto. Pemeriksaan ini adalah uji nyali bagi Muhammad Prasetyo akan kesetiaan kepada Nawa Cita atau bahkan kesetiaan tetap dan bahkan beralih kepada para lawan Nawa Cita yakni seperti para koruptor dan mafia Migas dan Petral Riza Chalid dalam kasus Papa Minta Saham yang jelas melibatkan Setya Novanto. Uji nyali dan ketajaman dan keberanian dihadapkan kepada Muhammad Prasetyo, Jaksa Agung, untuk kesetiaan kepada Nawa Cita dan Indonesia.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H