Tindakan Presiden Jokowi atau Istana melemparkan pemilihan 100 Kompasianers sangat tepat: agar netral dari sisi kepentingan Presiden Jokowi yang berada di tengah rakyat yang sama: Kompasianers. Bagi Presiden Jokowi dalam undanga kali ini – tidak peduli aktif, pasif, menulis, mengritik, menghina, mengejek, tidak menulis – yang menjadi titik penting adalah makan bersama rakyat yang kebetulan adalah Kompasianers. Itu saja.
(Peristiwa undangan makan 2014 untuk 14 Kompasianers dengan 100 Kompasianers ini sangat berbeda. Dulu memang 100 persen atas seleksi dan arahan Ring-1 Presiden Jokowi dan memang ditujukan kepada Kompasianers pendukung Presiden Jokowi yang 100% artikelnya sesekali dibaca oleh Presiden Jokowi.)
Peristiwa makan siang gratis – dan memang gratis tidak membayar – adalah simbol penting Kompasianival yang pluralis berisi semua orang dengan latar belakang yang berbeda: Kompasiana milik semua orang sebagai citizen journalism, semua Kompasianers.
Nah, sesungguhnya dengan makan siang di istana, kasus undangan oleh Admin Kompasiana, menunjukkan sikap Presiden Jokowi yang move on. Presiden Jokowi mengajak semua orang Indonesia untuk bersatu membangun Indonesia sehingga menjadikan Indonesia Juara. Bahkan jelas Presiden Jokowi membaca dan mendapatkan informasi komplit tentang Kompasiana, Kompasianers, dan juga aneka dinamika di dalam dan di luar Kompasiana. Kenapa?
Semua tindakan, perbuatan, aksi, dan reaksi suatu komunitas karena adanya kepentingan. Oleh sebab itu, dengan cerdas Presiden Jokowi berupaya memberi contoh kepada Admin Kompasiana, Kompasiana, dan Kompasianers untuk bertindak cerdas. Tidak semua perbuatan, pekerjaan, dan strategi harus dijalani sendiri.
Presiden Jokowi sebagai penguasa dan pimpinan negeri ini merangkul semua elemen masyarakat termasuk Kompasianers untuk memberitakan hal-hal yang bernada optimistis, maju ke depan, bahagia dan bermartabat untuk Indonesia dan bukan untuk Jokowi. Pun disampaikan oleh Presiden Jokowi, bahwa dengan Prabowo pun Presiden Jokowi tidak ada masalah… nah di kalangan bawah kalau masih banyak orang semacam Ira Oemar yang negative thinking melulu lah kapan kita move on? Apalagi Indonesia Juara?
Dan, satu lagi kasus undangan makan siang di Istana kepada 100 orang Kompasianers jelas menunjukkan bagaimana the Operators of silent operation bergerak dengan memanfaatkan tangan-tangan tertentu dengan tanpa disadari. Dalam menghadapi Seytya Novanto dan mafia migas dan Petral Riza atau Reza Chalid, the Operators bertidak sangat cerdas. Dalam contoh makan siang di istana ini pun, misalnya, panggung Kompasianival 2015 dibayangi oleh makan siang doang. Artinya telah dicuri oleh Presiden Jokowi. Mau? Nah, makanya  ayo ke Kompasianival dan jangan terjebak ke dalam euphoria makan di istana yang telah mencuri panggung Kompasianival 2015. Ayo ke Kompasianival 2015 dan foto-foto di sana.
Salam bahagia ala saya.
Â
Salam bahagia ala saya.
Â