Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revisi UU KPK: Mengadu-domba Megawati dengan Jokowi

13 Oktober 2015   13:04 Diperbarui: 13 Oktober 2015   13:04 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Merah Putih sebagai Tujuan Membangun Presiden Jokowi I Dok Pribadi"][/caption]

Gelagat setahun Presiden Jokowi di tampuk kekuasaan makin kokoh. Berbagai upaya yang dirancang untuk kudeta Oktober 2015 hampir berlalu tanpa tanda terjadi. Justru yang tampak adalah kekuatan Presiden Jokowi dengan konsolidasi politik-hukum dan kebijakan ekonomi yang brilian. Mari kita tengok gonjang-ganjing revisi UU KPK yang bertujuan menggoncang hubungan Mega dan Presiden Jokowi untuk kepentingan pihak-pihak tertentu dengan hati gembira ria riang sentosa senang suka-cita bahagia pesta-pora menari menyanyi senantiasa selamanya.

Langkah skak mat oleh Presiden Jokowi dengan konsolidasi politik brilian (1) menyeimbangkan Istana tidak dibayangi JK dan Mega serta Paloh yakni dengan mengangkat Jenderal Luhut Pandjaitan, (2) mengangkat Jenderal Sutiyoso sebagai Kepala BIN, (3) mengangkat politisi senior Pramono Anung, jelas telah menimbulkan implikasi politik yang hebat: kesetabilan jauh dari kegaduhan DPR dan Parpol.

Langkah Presiden Jokowi menempatkan Luhut Pandjaitan sebagai pilar kekuatan politik karena beliau Golkar dan jenderal jelas mampu meredam Paloh dan JK – pun Ibu Mega juga respect dengan kekuatan Bang Luhut Pandjaitan. Ditambah dengan Bang Yos, maka dipastikan kestabilan politik dan hukum pun akan terjaga. Hubungan politik-hukum dengan DPR pun mencair. Apalagi begitu PAN mengambil dua kaki, semakin kehilangan gigi koalisi Prabowo.

Tugas Jenderal Luhut dan Jenderal Sutiyoso pun ringan dengan kemampuan intelejen menelisik semua peta tingkah laku anggota DPR. Semua gerak-gerik anggota DPR terpantau sampai ke titik di mana mereka melakukan entertainment, rekening, aliran dana, perusahan rekanan para anggota DPR terpantau tanpa tedeng aling-aling: terbuka di mata Presiden Jokowi.

Kondisi seperti ini tentu bukan dimanfaatkan oleh Presiden Jokowi untuk beterbangan di atas angin, namun Presiden Jokowi menggunakannya untuk membangun ekonomi kerakyatan. Maka memasukkan Menteri Susi Pudjiastuti dan sekarang Rizal Ramli adalah langkah tepat oleh Presiden Jokowi. Menteri Susi dan Rizal Ramli adalah foto-kopi karakter kerakyatan Presiden Jokowi. Maka menjadi sangat menarik ketika Rizal menjadi bagian dari internal auto-critics forces within the government – kekuatan yang mengritisi dari dalam sebagai bagian dinamika internal kabinet Presiden Jokowi.

Kondisi perbaikan politik dan ekonomi ini jelas merugikan bagi kalangan yang menginginkan kejatuhan Presiden Jokowi. Kondisi ekonomi yang memburuk pun lambat laun kembali merangkak. Pun ini dianggap merugikan lawan politik karena mengokohkan posisi Presiden Jokowi.

Nah, kondisi yang demikian itu ditambah lagi dengan upaya penguatan kebangsaan dengan adanya semacam wajib militer atau Pendidikan Bela Negara bagi WNI di bawah usia 50 tahun. Pas. Kebangsaan yang terkikis itu diperbaiki dengan penguatan kecintaan kepada NKRI. Maka, secara steady kekuatan politik dan ekonomi di bawah Presiden Jokowi kian menguat.

Namun, di balik itu, kelompok penentang mencari berbagai cara untuk membalikkan keadaan agar kisruh politik terus berlanjut. Seperti yang dilakukan oleh SBY yag tak ada angin tak ada petir tiba-tiba teriak bahwa SBY berada di garis depan menolak kudeta militer. Lah militer siapa yang mau kudeta?

(Anak bayi yang belum lahir pun akan tertawa ngakak mendengar SBY ngomong. Pancingan macam anak bayi yang belum lahir ala SBY 100% tak digubris oleh Presiden Jokowi. Biarkan SBY berkokok mengerami Partai Demokrat yang banci dan tak berprinsip. Di dunia dan akhirat tak ada namanya partai peenyeimbang, yang ada partai pemerintah dan partai oposisi. Itu yang benar dan sahih. Omongan SBY adalah omongan partai banci yang pendukungnya hanya keluarganya doang.)

Nah, semua tahu. Salah satu pilar kekuatan Presiden Jokowi adalah dukungan dan hubungan baik antara Ibu Mega dan Presiden Jokowi. Nah, kestabilan ekonomi dan politik bagi lawan politik adalah hal yang tak boleh dibiarkan. Perbaikan keamanan, politik, sosial dan ekonomi pantang terjadi. Itulah pandangan lawan politik. Maka harus dijegal. Rakyat bukanlah hitungan dalam politik. Rakyat hanya dibutuhkan pada saat pileg, pilkada, pilgub, dan pilpres. Itu mental politikus. Lain dengan kebangsaan dan kenegarawanan. Sebagian pemimpin politik yang berjiwa kenegerawanan ada pada diri Ibu Megawati dan Presiden Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun