Di dunia maya tersebar berita hebatnya Setya Novanto dan Fadli Zon – yang tersesat di dalam masjid Haram – ikut mengunjungi Mekah. Mereka naik haji dengan dibiayai oleh seorang politikus yakni Raja Salman – bukan karena kemampuan finansial tetapi karena jabatan politik. Musibah di Masjid Haram datang dengan jatuhnya crane: 107 nyawa melayang. Segala sesuatu tentang musibah pasti ada sebab-musababnya. Dari mulai kekotoran jiwa sampai niatan politik dan riya, bahkan selfie.
Sejarah mencatat bahwa berhaji adalah untuk memenuhi rukun Islam yang ke-lima. Pilar Islam ke-5. Mekah dan Madinah sebagai kota-kota suci terlarang bagi non-muslim – yang ditentukan oleh ulama Wahabi dan penguasa Muawiyah dan bukan perintah Muhammad SAW.
Hawa dan suasana magis Donald Trump dikunjungi 2 orang itu masih terasa. Bayangan tentang Setya Novanto cengengsan dan bilang ‘yes yes yes’ menjawab setiap pertanyaan di samping Donald Trump masih tampak. Yang satunya lagi, Fadli Zon dengan bangganya selfie dengan Donald Trump dan cewek bule pendukung Donald Trump. Berita itu menjadi titik perendahan pejabat yang silau oleh Donald Trump dan juga cewek bule, padahal mereka anggota DPR yang hanya ditemui oleh Trump beberapa menit.
Kisah tewasnya 400 jemaah haji Iran yang melakukan protes dan upaya Iran secara politik mengambil alih dan menyerahkan Mekah dan Madinah ke otoritas internasional. Demonstrasi politik telah menyebabkan malapetaka. Semakin hari Mekah pun diubah menjadi gedung-gedung pencakar langit: bisnis. Sementara ketersediaan rumah sakit tidak dibangun cukup. Ini terlihat ketika menghadapi musibah besar rumah sakit tak bisa menampung pasien.
Kini, Raja Salman mengundang politikus seperti Setya Novanto dan Fadli Zon, Juweini Jazuli, Fahri Hamzah. Sebelum kedatangan mereka, crane jatuh. Pada pelaksanaan ritual terakhir haji melempar jumrah, maka terjadi musibah berdesakan dan saling injak – persis seperti gambaran politik – dan terdapat 717 nyawa melayang.
Segala sesuatu tentang musibah pasti ada sebab-musababnya. Dari mulai kekotoran jiwa sampai niatan politik dan riya, bahkan selfie. Sejarah mencatat bahwa berhaji adalah untuk memenuhi rukun Islam yang ke-lima. Pilar Islam ke-5. Haji bermotif politik – atau bahkan haji politik seperti berhaji atas undangan Raja Salman bukanlah haji sebagaimana diperintahkan atas dasar rukun Islam kelima: berhaji di tanah suci atas dasar kemampuan fisik dan finansial pribadi – bukan karena politik. Innama akmalu binniayati berlaku: juga untuk beribadah haji. Haji politik bukanlah sesungguhnya beribadah haji. Hasilnya ya suasana politik tak ubahnya heboh lainnya termasuk musibah dalam tragedi Mina.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H