Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lima Kesamaan Pakde Kartono dan Dewa Gilang

22 September 2015   08:24 Diperbarui: 22 September 2015   08:38 2321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heboh akan Bung Pakde Kartono mencapai titik tertinggi, bahkan menyentuh ke sisi hukum dan politik. Aneka komentar dan gebyar dunia maya dan nyata menjadi satu. Itulah esensi politik. Namun, melihat sepak-terjang Bung Pakde Kartono sungguh sangat menarik. Berbagai hal tentang Bung Pakde Kartono menjadi sangat menarik dan indah untuk diamati, melalui artikel dan tulisan. Pun Bung Pakde Kartono menjadi semakin semenarik Adik Dewa Gilang jika dilihat mandalam. Mari kita telaah lima kesamaan antara Adik Dewa Gilang dengan Bung Pakde Kartono dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka-cita pesta-pora menari menyanyi riang senantiasa selamanya.

Melihat sepak terjang Bung Pakde Kartono dalam menulis di kanal politik dan humanisme, dapat dipastikan Bung Pakde Kartono sangat menguasai banyak masalah. Tulisan-tulisan cerdas penuh nuansa humor tak akan mungkin keluar tanpa kecerdasan tingkat dewa. Hanya Dewa Gilang saja yang mampu menandingi kehebatan artikel, tulisan, dan analisis yang luar biasa dari Bung Pakde Kartono.

Pertama, kecerdasan tentang detail kata. Kecerdasan Bung Pakde Kartono dalam mengolah kata begitu detil dan kaya akan nuansa. Pun demikian Adik Dewa Gilang menguasai kata dengan makna leksikal dan non-leksikal dengan menempatkan kata-kata penuh pilihan makna. Bung Pakde Kartono dan Adik Dewa Gilang memiliki kosa-kata kaya yang mampu membebaskan diri dari belenggu kata sesuai ajaran filsafat Ninoy N Karundeng, dengan pemahaman ketuhanan yang sangat filosofis dan humanis.

Kedua, kesenyapan dunia tanpa gebyar. Bagi Bung Pakde Kartono, gebyar dunia adalah hanya bagian dari kehidupan yang hanya sementara dan tak perlu hura-hura gempita tak bermakna. Sementara Adik Dewa Gilang melihat esensi kehidupan bukan pada geyar gempita dunia, namun pada esensi makna kehidupan yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

Bagi Bung Pakde Kartono dan Adik Dewa Gilang, gebyar hanyalah sarana meneguk air dalam kehidupan yang singkat dan tak bersekat. Antara kehidupan nyata dan tidak nyata adalah ibarat hidup dan mati yang bersekat labirin tipis bahkan tanpa batas. Sisi pemahaman akan kehidupan menjadi titik tertinggi kehidupan: kehidupan dunia hanya maya dan fana, sementara keabadian hidup ada pada tataran tertinggi – tentu harus dilalui dengan kehidupan megah di dunia.

Ketiga, humor tingkat tinggi. Membaca tulisan Bung Pakde Kartono dan Adik Dewa Gilang tentu sangat menarik dan menyegarkan. Pada tahun 2013, ketika Adik Dewa Gilang tidak masuk nominasi Kompasianer of the Year disentil oleh Ninoy N Karundeng, banyak orang termasuk Pakde Kartono dan teman-teman melakukan persetujuan bahwa Adik Dewa Gilang layak mendapatkan tempat karena tulisan-tulisan Adik Dewa Gilang yang sangat bernas dan otentik.

Bung Pakde Kartono memiliki sense of humor atau perasaan humor yang tinggi yang hanya mampu dicapai melalui olah jiwa dan kata secara sempurna. Sementara Adik Dewa Gilang perasaan humor itu dia bawa dalam keriangan jiwa yang begitu dalam yang muncul dalam penggambaran tulisan yang isinya begitu dalam dan tak mampu dibantah secara keilmuan, sejarah, dan kebenaran empiris.

Keempat, kestabilan emosi. Bung Pakde Kartono memiliki kemampuan pengendalian diri yang sangat baik dalam mengolah kata. Komentar-komentar dan reaksi atas informasi dan keadaan disikapi dengan kearifan dan kendali diri yang sangat baik. Hampir tak pernah ditemukan yang keluar dari norma dan tata-krama: sopan. Demikian pula Adik Dewa Gilang pun memiliki penekanan dan praktik kehidupan yang sama: santun.

Kemamapuan mengendalikan emosi itulah yang menjadi senjata kuat dalam menganalisis permasalahan dan topik tertentu. Jika muncul artikel yang sangat keras terhadap isu tertentu, dipastikan adanya kaitan emosi yang begitu membahana memengaruhi jiwa yang tersentuh sebagai pengalaman individu.

Bung Pakde Kartono sangat keras terhadap Denny Indrayana dan Dahlan Iskan misalnya. Sementara Adik Dewa Gilang adalah pecinta kemanusiaan – yang seperti Ki Sabdopanditoratu – menjaga pluralisme dengan menghargai dan menghormati keberagaman dan perbedaan keyakinan: bahkan bagi kami Syi’ah pun wajib dibela eksistensinya karena kebenaran hanyalah perspektif semata.

Kelima, mapan dan nyaman kehidupan mereka. Bung Pakde Kartono, jika dibaca melalui berbagai artikel memiliki pengalaman yang sangat beragam. Syarat agar bisa berpikir tenang dan nyaman adalah kemampuan untuk hidup yang nyaman. Dapat dipastikan Bung Pakde Kartono adalah orang yang nyaman dalam kehidupannya. Pun demikian, Adik Dewa Gilang menampilkan kesejahteraan dan kebahagiaan yang menunjukkan kehidupannya yang dinikmati dan terbebas dari keruwetan kehidupan untuk memenuhi dasar kebutuhan hidupnya.

Bung Pakde Kartono dan Adik Dewa Gilang mampu menjadi diri mereka karena nothing to lose dan apa adanya. Semuanya ada dan ada semua. Maka klop-lah secara individu bisa malang-melintang di dunia maya dengan penuh pesona dan gaya. Bung Pakde Kartono penuh vitalitas tinggi dan menjadi pesona melalui tulisannya. Sedangkan Adik Dewa Gilang menjelma menjadi sosok kuat dan memiliki kekuatan daya pikir dalam berbagai persoalan yang mampu dituangkan secara memesona.

Jadi, bagaimana pun Bung Pakde Kartono sampai saat ini tak ada matinya terkait kemampuan menulis yang begitu brilian seperti halnya Adik Dewa Gilang. Hanya penulis hebat semacam Bung Adhieyasa Adhieyasa dan Mbak Ellen Maringka serta puisi Mbak Dewi Pagi serta Mbak Desol yang mampu menandingi tulisan Bung Pakde Kartono selain tentu Ki Sabdopanditoratu yang tak pernah salah dalam memrediksi dan meramal.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun