Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasianer, Belajarlah dari Jakob Oetama: Menulis dengan Visi dan Kejernihan Berpikir!

1 September 2015   12:32 Diperbarui: 9 September 2020   14:18 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianer harus belajar dari DR. H.C. Jakob Oetama. Berkat visi dan kejernihan berpikir, beliau memberi wadah kepada para Kompasianers tempat menulis: Kompasiana. 

Nah, para penulis diberikan kebebasan untuk menulis, semua topik boleh ditulis. Tinggal para penulis membuat tulisan dan tinggal memilih: (1) menjadi penulis hebat dengan visi, (2) menjadi penulis biasa penuh kontroversi dan sensasi. 

Mari kita lihat jejak pemikiran Jakob Oetama sebagai contoh seorang penulis yang memiliki visi dan kejernihan berpikir dengan hati gembira ria senang sentosa suka-cita bahagia suka-suka pesta-pora senantiasa selamanya.

DR. H.C. Jakob Oetama dan 13 tokoh hebat Indonesia yang semuanya penulis mendapatkan penghargaan terkait program UNESCO di Indonesia. Jacob Oetama bukan hanya sekedar menulis. 

Jacob Oetama menulis dengan visi dan kejernihan berpikir. Jakob Oetama adalah teladan seorang penulis. Untuk menulis maka Jakob Oetama membuat media untuk menulis: Kompas lahir.

Berkat visi ke depan yang luar biasa, Jakob Oetama pun melihat bahwa menulis terkait dengan penerbitan baik pers maupun buku: Gramedia penerbit dan toko buku lahir. 

Jauh sebelum Kompas.com, lahirlah Compascyber media. Setelah berubah menjadi Kompas.com maka muncu berbagai produk media berbasis Kompas.com dan Kompas secara parallel berjalan. Kompas Forum, Kompas lain-lain lahir, termasuk Kompasiana.

Jakob Oetama memberikan pelajaran kepada Kompasianers. Beliau menjadi teladan tentang betapa kegiatan kepenulisan telah mengubah wajah Indonesia. 

Peran Kompas-Gramedia dalam membangun kebangsaan dan perekat NKRI tak diragukan lagi. Dunia pendidikan dan intelektual tentu berhutang dan berterima kasih kepada sosok Jakob Oetama. Hampir semua anak sekolah di kota besar pernah singgah dan membaca buku gratis di (perpustakaan) toko buku Gramedia.

Kini, di tengah kemajuan internet, Jakob Oetama, dengan pionir Bung Pepih Nugraha, membidani lahirnya wadah baru blog yang luar biasa: Kompasiana. 

Harapan Jakob Oetama adalah melibatkan warga untuk berkontribusi secara langsung dalam dunia pers: maka konsep pelaporan dan peliputan otentik mendapatkan tempat. Itu sebagai picu awal. Tujuan lainnya adalah visi Jakob Oetama yang memberikan kesempatan untuk menulis di Kompasiana.

Aneka tulisan termasuk fiksi dan opini diberi tempat. Persis seperti Kompas. Bedanya, Kompas dan cerpen hanya diperuntukkan bagi yang memiliki gelar berderet – termasuk plagiat juga oke seperti Anggito Abimanyu – dan para cerpenis kelas koran. 

Di Kompasiana siapa pun boleh menulis dengan gaya yang bebas dan bukan gaya Kompas. Itulah visi Jakob Oetama yang selalu melihat perbedaan sebagai suatu picuan kemajuan bangsa.

Maka menjadi menarik di tengah penghargaan kepada 14 orang penulis hebat Indonesia, untuk Kompasianers menentukan dirinya. Merenung untuk mengikuti jejak memiliki makna, atau hanya sekedar berhura-hura tanpa makna dan visi. 

Dipastikan Kompasiana akan ditinggalkan oleh para Kompasianers yang menulis tanpa visi dan makna. Sifat sensasi yang sementara juga menjadi penyebab hilangnya kelanggengan dan kemampuan dalam menulis.

Ke-14 orang yang mendapatkan penghargaan (Herawati Diah, Bagir Manan, Jakob Oetama, Sangkot Marzuki, Daoed Joesoef, Conny R Semiawan, Malik Fadjar, Indrawati Ganjar, Umar Anggara Jenie, Edi Sedyawati, Haryono Haryoguritno, Taufiq Abdullah, dan Wardiman Djojonegoro) adalah para penulis hebat yang mampu menulis sampai di atas usia pensiun 70- tahun lebih, bahkan Herawati Diah di usia 99 tahun masih aktif menulis. Kenapa mereka konsisten mampu menulis? Karena mereka memiliki visi dan kejernihan berpikir.

Jadi, terserah Anda mau dibawa ke mana aktivitas menulis Anda? Menulis yang tidak bermanfaat (termasuk plagiat dan komentator akun abal-abal) atau menulis untuk diri sendiri dan masyarakat banyak. 

Syaratnya adalah menulislah dengan visi dan kejernihan berpikir. Lupakan berbagai teori tentang siapa penulis dan apa yang ditulis, faktanya adalah 14 tokoh di atas telah membuktikan bahwa menulis dengan visi dan kejernihan berpikir sangat berbeda dengan komentatator atau Kompasianer yang misalnya menulis: Cara Merawat Kuku atau Cara Merawat Sapu. Terserah Anda.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun