Sikap, tabiat dan keyakinan beragama bangsa Indonesia memang tercampur-baur dengan berbagai peradaban asing Arab, India, Tionghoa dan Eropa. Kedatangan Wahabi di pertengahan abad ke-19 menghasilkan sikap perang melawan penjajah Belanda: kafir, menorehkan sentiment antar umat beragama yang berbahaya pada zaman kini. Ajaran keras Wahabi ini tak selamanya mendapatkan tempat di tengah keberagamaan bangsa-bangsa di Indonesia yang memiliki local genius. Kedua, kebutuhan identitas instan kontemporer yang tidak memiliki akar kuat. Ketidak-adaan dominasi local genius dalam keberagamaan bangsa menjadi penyebab labilnya keyakinan yang gampang terpengaruh oleh budaya dan tradisi serta peradaban baru. Itu tergambarkan dengan sejarah kedatangan agama-agama asing Hindu, Buddha, Konghucu, Islam, Kristen di tengah agama-agama dan keyakinan seperti Kejawen dan Sunda Wiwitan serta agama-agama lokal lainnya.
[caption caption="Bangsa Badui Luar I Dok Pribadi"]
Bangsa Badui mampu bertahan karena memaknai dan menggunakan local genius dalam beragama: dengan agama Sunda Wiwitan. Bangsa Badui memelihara alam sekitar sebagai bagian dari kehidupan dan hidup mereka. Kearifan lokal yang bersumber dari local genius mampu memertahankan kehidupan yang alami, tentram, tanpa adanya kemiskinan absolut masyarakat modern. Kearifan lokal dan local genius bangsa Badui di Banten sanggup menghadapi tantangan keyakinan asing seperti Islam, Hindu, Buddha, Konghucu, dan Nasrani.
Kekhawatiran bangsa Badui ini sangat beralasan karena semakin banyaknya upaya memengaruhi bangsa Badui untuk memiliki KTP dengan identitas salah satu agama. Dengan mencantumkan agama tertentu, maka agama tertentu itu akan masuk ke bangsa dan wilayah Badui yang luas dan subur dengan mendirikan rumah ibadah.
Bangsa Badui menolak memiliki KTP karena dengan KTP itu maka identitas Sunda Wiwitan hilang dan hilanglah local genius yang selama berabad-abad menjadi penjaga keharmonisan hidup. Untuk itu, permintaan bangsa Badui tak boleh dianggap remeh dan harus dilakukan oleh Presiden Jokowi demi menjaga penjarahan budaya dan peradaban Badui. Terlebih lagi penjarahan tanah adat milik bangsa Badui yang subur dan mengandung banyak emas dan tambang yang luar biasa.
[caption caption="Perempuan Badui I Dok Pribadi"]
Jadi, justru bangsa Badui di tengah Upacara Bendera di Istana Negara tengah menyadarkan kepada bangsa Indonesia. Bahwa Presiden Jokowi diingatkan untuk menjaga local genius bangsa Badui tetap hidup. Juga adanya upaya kalangan umat beragama di luar Sunda Wiwitan yang akan menjarah kebudayaan dan kekayaan bangsa Badui. Bunusnya, gambaran kehilangan dan labilnya identitas bisa dilihat di toko buku. Plus munculnya kesadaran untuk kembali ke segala sesuatu yang berbau Nusantara. Islam Nusantara salah satunya upaya kembali ke akar local genius yang sesungguhnya: seperti bangsa Badui yang baru saja memberi pelajaran.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H