Thomas Lembong, Luhut Binsar Pandjaitan, Darmin Nasution, Rizal Ramli, Pramono Anung dan Sofyan Djalil, saat akan dilantik menjadi menteri oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8/2015). (KOMPAS.com/INDRA AKUNTONO)
Akhirnya reshuffle kabinet dilakukan oleh Presiden Jokowi. Tujuan reshuffle kabinet adalah untuk konsolidasi politik untuk menguatkan ekonomi. Hal itu dilakukan di tengah perekonomian yang melambat akibat devaluasi Yuan dan penguatan dollar AS – berakibat rupiah melemah. Perombakan kecil yang secara politis dan ekonomi menguatkan pemerintahan. Mari kita tengok dampak politik-ekonomi dari reshuffle kabinet oleh Presiden Jokowi urain Ki Sabdopanditoratu dengan hati suka cita senang sentosa gembira bahagia pesta pora sesukanya selalu senantiasa selamanya.
Pergantian Rachmat Gobel tepat karena dia cenderung lemah dalam menentukan prioritas kerja. Kasus Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Priok sebagai salah satu kegagalan totalnya. Malahan hal yang hanya diminta dan diimpikan oleh ormas semacam FPI dituruti yakni penjualan bir dan minuman beralkohol dilarang di minimarket – padahal Indonesia bukan hanya dihuni oleh FPI. Rahmat Gagal membuat perubahan dan lemah terhadap tekanan kelompok tertentu.
Indriyono Susilo pun diganti tak akan menggoncang politik. Selain itu, soal Puan Maharani yang dianggap tidak kompeten, justru Puan menunjukkan pekerjaan yang terukur. Pun posisi politik Puan tak akan membuat Presiden Jokowi menyingkirkan Puan pendukung utama naiknya Presiden Jokowi ke tampuk kekuasaan. Lembong diyakini memiliki pengalaman luas di bidang ekonomi.
Masuknya Rizal Ramli juga fenomenal. Rizal yang pernah menyebut para menteri Presiden Jokowi KW3 kini bergabung dengan para KW3. Rizal yang Ori diharapkan mampu membantu meningkatkan perekonomian bersama Darmin Nasution.
Reshuffle kabinet diharapkan mampu membenahi bidang ekonomi dan sekaligus menunjukkan kestabilan konsolidasi politik. Masuknya Pramono Anung sebagai Seskap dipastikan akan semakin menguatkan konsolidasi politik karena pengalaman organisasional Pramono Anung dan dia menjadi jembatan komunikasi dengan DPR.
Selama semester pertama pemerintahan Presiden Jokowi, hiruk-pikuk politik lebih mewarnai perjalanan pemerintahan. Upaya pemakzulan dengan berbagai akrobat politik ditampilkan sejak pelantikan. Gangguan dan jebakan politik dilancarkan oleh baik PDIP maupun koalisi Prabowo. Dari dalam PDIP, Ahmad Basarah terkenal vokal. Selain itu tentu Effendi Simbolon yang tak segan memberikan ancaman pemakzulan.
Kurangnya kemampuan manajerial informasi membuat Presiden Jokowi menjadi bulan-bulanan Effendi Simbolon, dan bahkan Rieke Dyah Pitaloka. Intinya para vokalis PDIP mengecilkan dan meremehkan kemampuan Presiden Jokowi. Bahkan Effendi Simbolon menyampaikan bahwa Presiden Jokowi akan jatuh. Sama persis dengan keinginan Hashim Djojohadikusumo yang berencana memakzulkan Presiden Jokowi sejak kekalahan di Pilpres.
Di luar koalisi Jokowi, trio kwek-kwek tukang berteriak Bambang Soesatyo, Fadli Zon dan Fahri Hamzah gagah-gagahan meneriakkan interpelasi yang ujungnya pemakzulan. Dari mulai urusan menghapus subsidi BBM, sampai urusan pemaksaan pengangkatan Budi Gunawan, dijadikan alat oleh DPR sebagai alat penekan kepada Presiden Jokowi.
Sejak awal, memang rancangan DPR dengan menguasai seluruh kelengkapan dewan di bawah Koalisi Prabowo bertujuan untuk menjatuhkan Presiden Jokowi secara politik: karena gagal move on akibat kekalahan. (Di luar itu, perseteruan KPK dengan Polri pun dijadikan alat untuk menekan Presiden Jokowi. Untung konsolidasi politik dilakukan untuk memerkuat posisi dengan pilar utama TNI – dan rakyat yang euphoria dengan kemenangan Presiden Jokowi yang mengawal.)
Menghadapi jepitan dari PDIP-JK dan koalisi Prabowo, maka dengan cepat Presiden Jokowi mengangkat Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengimbangi peran JK. Luhut yang Golkar dan TNI membuat JK respek kepada Presiden Jokowi. Luhut menjadi tameng penting untuk menyeimbangkan Golkar dan JK yang dominan. Pada awal konsolidasi politik, pelemahan Golkar sempat dilakukan oleh JK, agar posisi Golkar tidak menjadi pemain yang mengacaukan pemerintahan. Kegoncangan Golkar dan juga PPP membuat perimbangan politik di parlemen terjaga.