Taktik politik memasukkan Luhut Pandjaitan manjur. Setelah itu, untuk menyenangkan unsur PDIP, di saat yang sama tidak mematuhi PDIP soal pengangkatan Budi Gunawan – dan mengandalkan dukungan rakyat, Presiden Jokowi mendekati Gerindra dengan bertemu Prabowo. Saran Prabowo kepada Presiden Jokowi adalah terus menolak Budi Gunawan, dan apapun yang dilakukan oleh Presiden Jokowi akan didukung oleh Prabowo sebagai pemimpin koalisi Prabowo di parlemen. JK dan PDIP surut.
Di tengah kekacauan informasi yang disampaikan oleh Tedjo dan juga Andi Widjajanto yang tidak disukai oleh PDIP, Presiden Jokowi mengangkat Tim Komunikasi Presiden – bukan juru bicara – untuk menjembatani pengumuman ringan dan juru gossip terkait hal yang ringan seperti pengumuman pertemuan dan pelantikan: bukan kebijakan penting. Presiden Jokowi berbicara sendiri untuk hal yang penting.
Kondisi kegoncangan politik akibat komunikasi yang kurang ini diperparah lagi oleh intervensi partai ragu-ragu Partai Demokrat. SBY berteriak-teriak seolah masih berkuasa dan berusaha memengaruhi pemerintahan Presiden Jokowi. Posisi sebagai Ketum Demokrat digunakan sebagai alat ngomong membela kesalahan urus ekonomi, hutang, subsidi yang hanya menguntungkan kalangan kaya – (dengan tidak membangun infra-struktur apapun untuk membesarkan impor barang. Bahkan baju bekas saja diimpor seolah Indonesia tidak bisa membuat baju. Untung Presiden Jokowi tidak menanggapi.)
Karena ketika omongan SBY ditanggapi sekali saja sifat minta perhatian dan melankolisme SBY makin meningkat. Mending Presiden Jokowi membiarkan SBY nge-twitt atau main syuting Facebook atau pidato nggak karuan seolah masih berkuasa di Youtube. Terakhir teriakan SBY tentang pasal Penghinaan Presiden juga dibiarkan oleh Presiden Jokowi: not necessarily responded!
Konsolidasi politik semakin mendapatkan warnanya ketika Presiden Jokowi berhasil mendapatkan dukungan penuh (1) TNI , dan Presiden Jokowi memanfaatkan (2) Kabareskrim Budi Waseso dan Budi Gunawan untuk mendukung Badrodin Haiti melakukan penguatan Polri memberantas korupsi, (3) para tokoh dan ormas NU dan Muhammadiyah, (4) rakyat. Terakhir, konsolidasi politik dilakukan oleh Presiden Jokowi (5) mengangkat Jenderal Sutiyoso menjadi Kepala BIN.
Di tengah konsolidasi itu, Presiden Jokowi juga melakukan tindakan menggalang dukungan dari dalam PDIP secara halus. Momentum itu didapatkan ketika Presiden ke-5 Megawati dan Presiden Jokowi bertemu dan menjalin komunikasi intens terkait kondisi ekonomi dan politik. Penilaian Ibu Mega dan Presiden Jokowi sama: saatnya melakukan reshuffle kabinet. Catatan dan pesan Megawati adalah reshuffle tidak mengubah posisi menteri koalisi Jokowi dan belum saatnya menyertakan partai Koalisi Prabowo. (Maka yang digeser adalah Adrianov Chaniago dengan Sofyan Djalil untuk menguatkan peran baru Bapenas seperti zaman eyang saya Presiden Soeharto.)
Jadi, itulah latar belakang reshuffle kabinet yang tepat dilakukan oleh Presiden Jokowi setelah (1) gonjang-ganjing politik mereda dengan rampungnya konsolidasi politik, (2) restu dan dukungan dari para parpol pengusung ,(3) dukungan Presiden ke-5 Megawati, (4) perbaikan kinerja menteri di bidang ekonomi, dan (5) kondisi perekonimian Indonesia yang memerlukan penanganan cepat.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H