Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pasal Penghinaan Presiden: Jokowi Lebih Baik Tiru Soeharto, bukan SBY dan Sarpin

9 Agustus 2015   08:31 Diperbarui: 9 Agustus 2015   08:31 3061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="KUHP I Sumber Kompas.com"][/caption]

Kontroversi tentang rancangan KUHP tentang Penghinaan Presiden terus berlanjut. Trauma politik dan sosial terkait kekejaman pemerintahan eyang saya Presiden Soeharto belum sepenuhnya pulih. Pasal tentang penghinaan presiden yang telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) seperti hendak dihidupkan lagi. Keinginan Presiden Jokowi untuk membatasi dan mencegah pasal karet tentang penghinaan kepada simbol negara menuai pernyataan miring. Kenapa? Mari kita telaah soal ini dengan hati gembira ria riang sentosa bahagia suka cita pesta pora senang senang sentosa senantiasa selamanya.

Banyak pihak lantas membandingkan Presiden Jokowi dengan eyang saya Presiden Soeharto, SBY dan ... Sarpin.

Perlu diketahui bahwa selama 33 tahun berkuasa atas Indonesia, eyang saya Presiden Soeharto belum pernah menuntut warga negaranya sendiri, rakyatnya sendiri. Rezim Soeharto membunuh hampir 1 juta rakyat yang dituduh pendukung PKI memang iya. Namun, tidak pernah ada somasi pribadi. Jadi membandingkan Presiden Jokowi dengan eyang saya Presiden Soeharto terkait kekejamannya tidak berdasar. Bagaimana dengan SBY dan Sarpin?

Selama 10 tahun, SBY meredam diri untuk melarang hal-hal yang lucu. Misal pertama, dilarang membawa binatang dalam demonstrasi. Musababnya karena pada suatu ketika ada pendemo di Jakarta yang menulisi dan memberi nama kerbau dengan nama SiBuYa. Sejak itu demi peri kebinatangan dan menghargai hak hewan, pendemo dilarang membawa binatang.

Misal kedua, SBY mengangkat pengacara Situmorang sebagai benteng terhadap para pengritik dan penghina terhadapnya. Media sosial diplototi untuk menelisik siapa saja yang menentang SBY. Bahkan ada Kompasianer pembela Anas Urbaningrum mendapatkan ultimatum dan somasi.

Rizal Ramli yang menyebutkan jabatan Boediono sebagai gratifikasi kasus Century pun mendapatkan ancaman somasi. Pun Fahri Hamzah yang meminta KPK memeriksa Ibas terkait Hambalang pun tak luput dari ancaman somasi SBY.

Rancangan Presiden Jokowi menuai berbagai reaksi pro dan kontra. Namun kesan yang paling kuat adalah Presiden Jokowi seperti hendak menghidupkan pasal penghinaan kepada Presiden RI untuk kepentingan dirinya. Presiden Jokowi justru melihat akar permasalahan dengan jernih.

Dibutuhkannya rancangan pasal tersebut karena setelah lebih dari satu tahun pilpres berakhir, dan Presiden Jokowi hampir satahun memimpin Indonesia, tetap saja terlalu banyak penentang Presiden Jokowi menggelorakan semangat memecah-belah. Nada penghinaan terhadap Presiden RI – bukan presiden partai yang gagah-gagahan – semakin tidak mewujudkan martabat diri dan bangsa Indonesia yang santun.

Pasal yang dihapus oleh MK yang disebut pasal untuk Ratu Belanda dan warisan kolonial benar adanya. Kanapa? Karena 99% KUHP Indonesia adalah menjiplak hukum Hindia Belanda alias Hukum Kontinental yang berlaku di Belanda. Kenapa? Indonesia tidak memiliki hukum produk lokal dan nasional sendiri. Hukum adat yang tidak tertulis tidak bisa menjadi hukum nasional secara menyeluruh. Revisi KUHP yang dilakukan pun parsial dan setengah-setengah.

Bahwa sesungguhnya hukum berlaku di mana saja di dunia karena dasar dari hukum adalah hati nurani berdasarkan kemanusiaan dan (ketuhanan). Maka terbukti pemakaian dan pemanfaatan Hukum Kontinental di Indonesia selama 70 tahun tidak bermasalah. Terbukti KUHP tetap berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun