Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pasal KUHP tentang Penghinaan Presiden dan Sisi Psikologis Jokowi

5 Agustus 2015   12:08 Diperbarui: 6 Agustus 2015   02:56 5719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hal penghinaan dan sindiran kepada Jokowi, Jokowi melihat bahwa kemampuan untuk mengendalikan diri (sabar) adalah kunci keberhasilan. Jokowi dalam dirinya berlangsung debat psikologis. Pertimbangan kesabarannya didasari oleh kemampuan dia menghitung dengan cermat terkait pencapresannya sebagai berikut: (1) kesempatan menjadi Presiden RI momentumnya ya tahun 2014, (2) sekali kesempatan hilang tidak akan bisa lagi, (3) belajar dari Amien Rais yang diberi kekuasaan oleh Habibie namun menolak, (4) hasilnya Amien Rais tidak pernah menjadi presiden karena momentum telah hilang, (5) Jokowi bukan Ketum Partai dicalonkan dan didukung PDIP itu suatu hal yang luar biasa.

(Nah, jika Jokowi pada saat itu disebut sebagai petugas partai bereaksi – yang bisa membuat Presiden ke-5 Megawati tersinggung – dipastikan pencalonannya akan kandas. Jokowi memilih tidak berkomentar soal petugas partai. Walaupun secara politik, semua presiden dan perdana menteri adalah petugas partainya masing-masing: representasi partai.)

Jadi, secara psikologis kesabaran yang luar biasa itu menjadi senjata untuk mengamati situasi secara mendalam. Selain kesabaran tentu yang sangat kuat dimiliki oleh Presiden Jokowi adalah kekuatan mental psikologis sebagai petarung. Dalam berbagai kesempatan, pada masa kampanye Pilpres dan Pilgub, Presiden Jokowi menyampaikan: “Saya ini petarung.” Kalau saya sudah maju pantang kalah. Dan saya punya strategi dan kemampuan untuk mewujudkan itu: petarung yang tak pernah kalah.

Oleh sebab itu secara psikologis, Presiden Jokowi sudah sangat terbukti memiliki kekuatan mental spiritual yang tak terpengaruh oleh cacian, makian, ejekan, sindiran semacam Boneka, Raisopopo, petugas partai, sampai Obor Rakyat, sinting lontaran Fahri Hamzah tak mampu membuat kemarahan terbuka. (Presiden Jokowi adalah orang yang cermat dan ingat dengan siapapun yang berbuat sesuatu. Ingatannya luar biasa dan detail.)

Maka, usulan Pemerintah tentang rancangan pasal di KUHPidana tentang pasal Penghinaan Presiden lebih pada (1) menghormati lembaga kepresidenan sebagai kepala pemerintahan dan negara, dan (2) menjaga publik untuk berperilaku santun dan bermartabat sesuai dengan nilai kehidupan bermasyarakat.

Hal ini penting di tengah dunia internet dan media sosial yang cenderung tak memiliki aturan: telah dibuktikan dengan kampanye hitam pilpres 2014 dan Pilgub DKI 2012 dengan keduanya dimenangi oleh Joko Widodo. Jadi pasal itu bukan untuk kepentingan pribadi Presiden Jokowi yang kuat secara psikologis dan tidak loyo.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun