“Anak kulo mboten wonten ingkang kemutan kalihan kulo lan Bapak,” kata istri Abu menceritakan kedua anaknya tidak ingat akan dirinya dan Abu, suaminya.
Istri Abu, berusia 72 tahun, terbiasa hidup keras. Setiap pagi dia pergi ke ladang sayur tetangga untuk sekedar meminta sayur untuk dimasak. Bukan dijual. Abu, berusia sekitar 76 tahun, masih kuat menjadi buruh tani: mencangkul membersihkan gulma tanaman. Penghasilan mereka bukan dibayar dengan uang, terkadang dibayar dengan sayuran atau beras. Hidup cukup sekedar makan.
Rumah kuno Abu dan istri Abu pun sederhana. Terbuat dari tembok sederhana. Genting dan tembok sudah kusam. Di rumah Abu dan istri ditemani oleh dua ekor kambing gaduhan. (Gaduhan adalah sistem pembagian hasil hewan ketika hewan ternak beranak dan dibagi.) Namun, karena tenaga kurang kuat untuk mencari rumput, kini hanya tinggal dua ekor: kurus.
Kini, di tengah pesta menjelang Lebaran, istri Abu ingin membeli sepotong kain sarung, baju koko putih dan kopiah hitam. Sampai saat ini istri Abu belum menemukan sarung yang cocok: harga di bawah Rp 20,000. Selain itu istri Abu hanya akan membeli mukena baru dan sepotong baju kebaya murah.
Untuk Lebaran kali ini, sudah beberapa tahun ini istri Abu dan Abu tidak memasak istimewa. Juga tak ada di meja kue-kue. Selain tidak memiliki bahan untuk dimasak juga. Istri Abu dan Abu terbiasa berkunjung ke tetangga dan keluarga selama seminggu: dari aktivitas itu istri Abu dan Abu tak perlu memasak. Di mana pun dia berkunjung, istri Abu dan Abu bisa merasakan pesta makan-minum selama 7 hari, sampai bada Ruwah.
“Padahal saya membayangkan bisa memasak opor, dua stopless kue kering, memasak ketupat. Itu yang saya bayangkan sama Bapak. Tapi uang saya hanya Rp 40,000. Yang penting nanti membeli sarung dan kopiha buat Bapak saja,” cerita istri Abu sambil membuka dompetnya.
Ya. Rp 40,000 terdiri dari 8 pecahan lima ribuan. Duh.
“Mbah, ini ada sedikit uang Rp 500,000!” kata Ki Sa pendek.
“Mboten, Mas! Tidak Mas. Yotro punopo niku. Uang apa itu?” jawabnya menolak pemberian Ki Sa.
“Rezeki tak boleh ditolak!” sahut Ki Sa.
Istri Abu menangis sambil menciumi tangan Ki Sa.