Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Situs Liyangan: Potret Sisa Kerajaan Mataram Kuno

16 Juli 2015   14:46 Diperbarui: 16 Juli 2015   15:00 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situs Liyangan sungguh spektakuler dari segi sejarah dan lokasi. Situs Liyangan hancur pada awal abad ke-10, sekitar 1,000 tahun lalu akibat letusan Gunung Sindoro. Mengunjungi situs Liyangan sangat berbeda dengan mengunjungi Trowulan. Situs Liyangan di Temanggung, Jawa Tengah masih memberikan kesempatan munculnya kejutan peradaban Mataram Kuno. Juga ancaman kehancuran. Mari kita telaah keindahan peradaban Mataram Kuno dari yang tersisa di Situs Liyangan dengan ulasan Ki Sabdopanditoratu dengan hati gembira suka cita senang sentosa riang ria bahagia selamanya senantiasa.

Situs Liyangan perlu diselamatkan oleh Presiden Jokowi. Kenapa? Situs Liyangan adalah sisa-sisa tanda peradaban Kerajaan Mataram Kuno. Jangan sampai kasus Trowulan hanya menyisakan situs di Museum Trowulan, sedangkan sesungguhnya Ibukota Majapahit itu sangat luas. Trowulan telah berhenti memberikan informasi karena lokasi bekas peradaban Majapahit telah dikuasai oleh penduduk.

Lain halnya, Situs Liyangan terletak di perladangan tembakau penduduk. Yang saat ini dikuasai oleh pengusaha pasir dan batu. Pemerintah masih bisa membebaskan lahan dan melakukan ekskavasi besar-besaran di wilayah yang sangat berpotensi memunculkan potret peradaban Mataram Kuno.

Dan memang, Situs Liyangan adalah jawaban terhadap pertanyaan tentang sisa Kerajaan Mataram Kuno yang tak pernah muncul selain disebut dalam berbagai kitab dan prasasti. Situs Liyangan dipastikan merupakan sisa kerajaan Mataram Kuno. Temuan situs Liyangan sangat menarik karena membuka awal tabir besar peradaban Kerajaan Mataram Kuno.

(Yang unik dari situs liyangan adalah semua candi menghadap ke selatan. Tidak seperti candi Dieng dan candi Gedongsongo yang menghadap ke semua penjuru: barat, timur, utara, dan selatan sesuai dengan kontor tanah tempat candi dibangun.) Kini kondisi Situs Liyangan sangat memrihatinkan. Sangat mengenaskan.

Situs Liyangan yang luas itu tergolek tak berdaya dikelilingi oleh perusahaan penggalian pasir dan batu dengan alat-alat berat eskavator dan pemecah batu. Situs Liyangan sekarang tengah diacak-acak dan digorok dengan seenaknya oleh perusahaan tambang pasir dan batu. Pemerintah tinggal diam dan tidak bertindak apapun untuk mencegah kehancuran situs Liyangan.

Begitu masuk ke lokasi, Ki Sabdopanditoratu sempat terkejut karena pada pukul 06:00, sudah ada kendaraan minibus milik pengusaha penggalian pasir. Beberapa orang tengah menggali tebing setinggi sekitar 15 meter berupa penggalian pasir. Lokasi penggalian pasir pun adalah ladang tembakau. Kegiatan menggorok dan menggali pasir itu lebih dominan dari upaya penggalian oleh Balai Suaka Purbakala Jawa Tengah atau pemerintah.

Tepat di lokasi terdekat dengan tempat parkir – yang dipenuhi oleh batuan split dan pasir dari situs – terdapat struktur candi yang paling bawah. Lokasi itu benar-benar dikuasai oleh galian pasir. Tidak menampakkan dominasi Desa Wisata. Sarana toilet untuk pengunjung pun belum tersedia. Pos Jaga – tanpa penjaga – pun berdiri ringkih menghadapi perusakan situs yang begitu masif. Persoalannya adalah tanah ladang itu menjadi milik penduduk yang dikuasai oleh pengusaha tambang galian C. Para penggali itu menggali pasir dan batu.

Ki Sabdopanditoratu melihat para penggali menghancurkan semua temuan yang disebut batu, yang ditemukan di bagian tertinggi di selatan bangunan terbesar di luar benteng. Pagi itu, penggali menemuan arang batu dari sisa pohon yang terbakar karena letusan gunung Sindoro pada masa lampau. Arang berwarna hitam kelam itu menjadi rezeki karena mudah dipecahkan. Segera batu itu dikumpulkan di dekat benteng pembatas lokasi Pusat Kerajaan tempat 5 candi pemujaan berada.

Situs Liyangan dengan temuan utama di Pelataran Barat, Pelataran Tengah, Pelataran Timur. Pelataran Timur memiliki candi tanpa pintu tangga, terletak pada kontur tanah terendah. Dipastikan candi di halaman ini memiliki tangga namun telah hilang karena tangga berundak terbuat dari kayu. Hal ini bisa dilihat dari sisa struktur batu tangga yang menghadap ke selatan. Pelataran Timur ini memiliki luasan wilayah yang selurus dengan benteng dan batas benteng.

Di antara Pelataran Tengah dan Pelataran Timur terdapat batas tembok pertigaan antara Pelataran Tengah dan Pelataran Barat. Tampak banyak batu reruntuhan berserakan yang menjadi penanda adanya batas Pelataran Tengah dan Pelataran Barat. Antara Pelataran Tengah dan Pelataran Timur juga dibatasi oleh tembok rendah namun karena situsnya sudah rusak, tak ditemukan lagi sisa batas tembok di sisi selatan atau pun timur.

Pelataran Barat memiliki struktur yang paling menarik. Pelataran Barat ini memiliki 5 candi berbentuk rendah. Uniknya candi di Liyangan memiliki atap dan terbuat dari kayu. Hal itu bisa dilihat di hampir semua candi itu terdapat batu bulat sebagai umpak atau landasan diletakkannya pilar penopang atap candi. Yang sangat menarik adalah ditemukan beberapa batu besar bulat. Batu bulat itu merupakan salah satu umpak untuk menopang kayu pilar besar yang menjadi bangunan utama di Pelataran Barat.

(Sayangnya hanya ditemukan dua batu. Karena di situ selama puluhan tahun penggali batu selalu menghancurkan batu candi itu. Terlebih lagi batu candi memiliki kekerasan berbeda dengan batu letusan Gunung Sindoro.) Pelataran Barat memiliki candi yang menghadap ke selatan. Pemujaan dilakukan menghadap ke utara. Pun tempat Istana Raja berada di bagian utara kelima candi. Pelataran Barat ini dibatasi oleh tembok atau benteng.

Di luar Pelataran Barat di sebelah barat dibatasi dengan tembok batu alami. Di bagian selatan masih tersisa benteng setinggi hampir 2 meter yang membatasi Pelataran Barat dengan jalan di luar. Struktur asli jalanan masih terlihat. Di seberang jalan terdapat struktur bebatuan yang membuat jalan atau gang itu berada di tengah koridor antara tembok atau benteng dengan bebatuan yang menyangga struktur tanah luas yang dipastikan merupakan bagian dari situs itu.

Ironis sekali, situs Liyangan yang diharapkan akan membuka tabir peradaban Mataram Kuno harus mengalami nasib dihancurkan oleh pengusaha tambang yang merusak situs bernilai sejarah tinggi itu. Hanya terjadi di Indonesia situs yang begitu penting tidak dilindungi namun justru digali oleh penambang batu dan pasir yang mengoyak situs Liyangan. Mengoyak situs terbesar peradaban Mataram Kuno yang meletakkan dasar para Kerajaan Kuno di Indonesia.

Jadi, Presiden Jokowi perlu menyelamatkan situs Liyangan – dengan cara pemerintah melarang penggalian pasir dan batu di lokasi Situs Liyangan dan membeli lahan situs Liyangan yang dikuasai oleh pengusaha tambang pasir dan batu. Situs Liyangan kini terancam bukan oleh letusan Gunung Sindoro, namun kini oleh para penambang batu dan pasir. Sungguh mengenaskan melihat situs Mataram Kuno yang spektakuler itu dihancurkan oleh perusahaan tambang atau penambang pasir dan batu. (Catatan Khusus untuk Admin Kompasiana saya sudah tidak pernah bisa upload foto lagi sekarang. Padahal saya punya foto-foto spketaktakuler. Hiks hiks hiks. Kenapa?)

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun