Maka pada sabdaraja pertama, Sultan HB X menyebutkan bahwa urusan suksesi dan penunjukan raja Jogja adalah sepenuhnya hak Sultan HB X. Tak ada orang selain Sultan HB X yang berhak mengatur pergantian Sultan Jogja. Dengan demikian dapat dipastikan penentangan terhadap sabdaraja dan sabdatama dan dawuh Sultan HB X tak akan berhasil. Keputusan Sultan HB X untuk mengangkat GKR Mangkubumi (GPR Pambayun) menjadi Ratu Jogjakarta dipastikan tak akan terelekkan. GKR Hemas tetap akan menjadi Ratu Jogjakarta. Terkait wahyu yang dianggap kontroversial, wahyu yang disebut oleh Sultan HB X adalah kata lain bermakna petunjuk dari Allah SWT yang medium pesannya melalui pesan mistis para leluhur.
Hal ini disebabkan Sultan HB X berpasrah dan akhirnya semuanya berubah termasuk silsilah keturunan raja dari Ken Arok, Majapahit, Pajang terputus dengan GKR Hemas sebagai pancer silsilah baru raja/ratu Mataram. Dan itu didapatkan melalui wahyu yang tak dapat ditolak oleh Sultan HB X sekalipun yang takut untuk tak menyampaikan. Maka khalayak ramai yang tak paham kosmologi dan sosiologi mistis Jawa dan Kejawen tak usah ikut berkomentar tentang wahyu jika tak memahami mistisisme Jawa dan keyakinan Kejawen dan sufisme Islam yang dianut oleh Sultan HB X seperti diuraikan oleh Ki Sabdopanditoratu.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H