Presiden Jokowi harus tegas untuk tidak mengucurkan dana bagi penelitian situs megalitikum Gunung Padang. Situs itu pernah dihebohkan sebagai piramida raksasa. Melihat lokasi situs megalitikum Gunung Padang (Gunung Panghegar), banyak pihak lantas melakukan upaya untuk meneliti. Bahkan SBY alias Susilo Bambang Yudhoyono sempat terkecoh dan ditunggu untuk memberikan perintahnya atas penelitian oleh Tim Peneliti yang memberikan laporan kepada presiden. Apa sebenarnya yang ada di Gunung Padang (Panghegar) di Cianjur itu? Mari kita telaah secara rasional dengan logika yang benar dan hati gembira ria suka cita bahagia agar publik tidak terkecoh dengan proposal tak masuk akal tentang Gunung Padang.
Keindahan Situs Megalitik Gunung Padang (Panghegar) terletak pada kebesarannya. Bangunan situs itu berada di atas bukit yang oleh masyarakat disebut Gunung Padang yang bernama asli Gunung Panghegar. Situs Gunung Panghegar ini memiliki lima pelataran dengan konsep punden berundak-undak. Pelataran paling dekat dengan tangga di sisi utara dibatasi oleh tatanan batu yang rata.
Pelataran di luar batas terdiri dari tatanan bebatuan yang telah bergeser. Pelataran ini berukuran sekitar 6 X 30 meter (yang pada masa lalu ukurannya lebih kecil, yang melebar akibat pergeseran tanah ratusan ribu tahun). Sebelum memasuki Pelataran I, terdapat bebatuan yang membatasi area di luar situs pemujaan dan situs pemujaan. Bebatuan itu memanjang dari timur ke barat.
Pelataran I yang lebih tinggi dari area di depannya ditandai dengan pelataran yang memiliki luas sekitar 30 X 30 meter. Di Pelataran I ini terdapat bentukan semacam ‘ruangan' yang dibatasi batu. Di sisi sebelah kiri pintu masuk dari utara, terdapat ruangan dengan tatanan batu yang relatif masih tegak - dengan pergeseran sedikit. Ruangan ini memiliki ‘pintu masuk' yang masih jelas.
Berseberangan dengan ‘ruangan ini' dibatasi dengan ‘jalanan koridor' sebagai kelanjutan dari ‘jalan asli dari bawah Gunung Padang' lurus ke Pelataran II, terdapat ‘tiga ruangan' dengan ukuran setengah dari ukuran luas ‘ruang di sebelah kiri'.
Di tengah Paletaran I ini ada tumpukan batu. Jika diamati dengan garis simetris sisa batu-batuan yang terserak secara teratur, maka tumpukan batu itu merupakan ‘pintu masuk' yang harus dilalui sebelum melangkah ke Pelataran II. Palataran I dan Pelataran II dibatasi oleh tumpukan batu setinggi 6 meter menuju Pelataran II yang lebih tinggi. Jalan atau koridor menuju Pelataran II yang berundak masih tampak tersisa.
Lalu bagaimana dengan peradaban angkasa luar dan Atlantis yang menyebut Gunung Padang sebagai pusat sentrifugal energi peradaban Atlantis? Baiklah. Gunung Padang (Panghegar) yang terletak di tengah perbukitan - dengan latar depan Gunung Panrango - jelas menjadi sumber energi mistis spiritual. Oleh karena itu, diyakini pemujaan dipimpin oleh tetua/pandita prasejarah menghadap ke utara - dengan demikian para pemuja menghadap ke utara, sementara tetua memimpin dari arah tertinggi di bagian selatan. Ini sungguh unik.