Tanggal 29 Maret 2015 adalah deadline pengambilalihan Fraksi Golkar oleh Agung Laksono. Ini hal yang menarik dan sangat menentukan. Upaya paksa pengambilalihan ini melibatkan security DPR, Sekjen, dan Polri. Fraksi Golkar di DPR adalah jantung kekuasaan sesungguhnya selain tentu Kantor DPP Golkar di Slipi. Jika kubu Ical tetap bergeming, maka akan ada upaya hukum dari kubu Agung Laksono. Menarik mengamati peran akhir institusi hukum: Bereskrim dalam kisruh ini pasca 29 Maret 2015. Mari kita telaah dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia tak terkira riang selamanya.
(Pentingnya Bareskrim Polri bagi kisruh Golkar tergambar dari pernyataan Bambang Soesatyo yang 100% kini mendukung pencalonan Badrodin Haiti. Artinya, Polri menjadi titik penting kisruh Golkar. Bamsoet mendekati Polri karena tanpa peran Polri dipastikan Ical akan gulung tikar dalam perlawanan hukum terkait kasus Munas Ancol. Namun bagi kubu Agung, laporan dokumen di Bareskrim tidak membatalkan keabsahan Munas Ancol.)
Kengototan Ical, Fadli Zon, dan Fahri Hamzah sangat beralasan. Fraksi Golkar di DPR menjadi satu-satunya kekuatan Ical saat ini - yang sangat didukung oleh Koalisi Prabowo. Jatuhnya Fraksi Golkar ke tangan Agung Laksono bermakna akhir kisah Ical. Selain itu, tentu Koalisi Prabowo bubar jalan begitu Fraksi Golkar jatuh ke tangan Agung Laksono.
Bagi Fadli Zon dan Fahri Hamzah, jatuhnya Fraksi Golkar ke tangan Agung Laksono berarti selesainya kiprah Fadli Zon dan Fahri Hamzah dalam memimpin DPR. Kenapa? Hengkangnya Golkar mengamputasi gegap gempita dan kejayaan kemaharajaan Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Dapat dipastikan pula Setya Novanto akan mengikuti 100% kubu Agung Laksono - buktinya orang kuat Setya Novanto diam dan telah membuat deal dengan Agung dan Yorrys Raweyai. Tinggal tunggu waktu begitu pengosongan kantor Fraksi Golkar berhasil, Setya Novanto akan merapat ke kubu Agung Laksono.
Fadli Zon, Fahri Hamzah dan kubu Ical tentu tak akan menggubris perombakan Fraksi dan Pimpinan serta alat kelengkapan DPR. Azas legalitas yang harus dijunjung pun berdasarkan subyektivitas mereka. Golkar yang sah ya Golkar Ical dengan alasan belum ada kekuatan hukum yang tetap.
Demikian pula kubu Agung Laksono bersikukuh Gumiwang Kartasasmita sebagai Pimpinan Fraksi yang sah. Dasar hukumnya SK MenhukHAM tentang keabsahan dan legalitasnya. Dasar hukum ini yang diterapkan dan tidak membutuhkan ketetapan hukum yang tetap. Urusan proses hukum dan gugatan soal lain, yang terpenting status hukum yang saat ini ada efektif memiliki kekuatan hukum untuk dijalankan.
Maka, baik Bamsoet, Ade Komaruddin - yang diminta hengkang dari Fraksi Golkar oleh kubu Agung - bersikukuh tetap di sana. Kubu Ical memberi batas waktu sampai tanggal 29 Maret 2015 agar ruangan Fraksi Golkar di lantai 12 Gedung DPR dikosongkan.
Ancaman kubu Agung kini mengarah pada upaya hukum dan upaya paksa. Dipastikan, jika Bamsoet dan Ade Komaruddin tidak memenuhi permintaan kubu Agung, kasus ini akan melibatkan Bareskrim Polri. Kubu Agung akan membawa masalah Fraksi Golkar dengan berbagai tuduhan antara lain penyalahgunaan wewenang oleh baik Fadli Zon maupun Sekjen DPR atau pimpinan yang lainnya.
Otang kuat Golkar Yorrys Raweyai, selain Setya Novanto dari kubu Agung dipastikan akan melaporkan ke Bareskrim Polri jika pengambilalihan dihalang-halangi kubu Ical dan Fadli Zon dan Fahri Hamzah serta Sekjen DPR. Nah, permainan saling lapor di ranah hukum dengan mengandalkan Bareskrim Polri ini sungguh menarik. Siapakah yang menang?
Melihat kontestasi politik Bareskrim Polri - dan juga PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menangani gugatan Ical - saat ini kondisi kecenderungan alineasi atau kecondongan menang 60%-40%, untuk kubu Agung Laksono. Justru yang paling menentukan adalah peran penekan (1) koneksitas individu para pentolan Golkar - tokoh-tokoh Golkar yang berpengaruh di dua kubu, (2) daya tekan dan lobby melalui perantara oleh para orang kuat Yorrys Raweyai, Setya Novanto melawan kubu Ical yang mengandalkan Bamsoet dan Aziz Syamsuddin atau bahkan Nurdin Halid, (3) kecondongan Polri dan lembaga pengadilan menyusu kepada kekuasaan - setelah kemenangan Budi Gunawan.
Oleh karena itu, pada tanggal 29 Maret 2015, kita akan lihat siapakah yang akan memenangkan Fraksi Golkar sekaligus mengakhiri atau memerpanjang konflik Golkar. Jika berlanjut, maka Bareskrim Polri berperan. Jadi, perebutan Fraksi Golkar menegaskan sesungguhnya yang berkuasa apakah Fadli Zon dan Fahri Hamzah, atau akhir kisah peran dan kiprah Fahri dan Fadli di DPR - sekaligus bubarnya koalisi Prabowo yang membuat mereka petentang-petenteng mengeluarkan pernyataan sekenanya.
Melihat kontestasi politik-hukum dan hukum-politik, maka dapat dipastikan kata Sayonara disematkan ke Ical dan koalisi Prabowo.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H